*Happy reading*
"Eh, neng Hasmi. Baru pulang ngevet, ya?"
Aku langsung mendengkus kesal, saat baru saja keluar rumah sakit pagi itu, tak sengaja bertemu dengan Bang Elang yang sepertinya sedang ada tugas di sana.
Entah itu ada kasus baru, atau mengambil hasil visum salah satu korban kasus yang tengah dia selidiki. Pokoknya, pria itu berhasil membuat aku jengkel dengan sapaanya barusan.
Mentang semalam adalah malam jumat, seenaknya aja dia mengira aku baru pulang ngevet. Aku kan baru pulang mandi kembang tujuh sumur--eh, pulang sift malam.
"Gak ada sapaan lebih manusiawi apa, Bang? Segala Babi ngevet lo bawa-bawa. Nyindir diri sendiri atau gimana?" Aku membalas dengan kesal.
Bang Elang tergelak renyah di tempatnya, seraya menepuk kepalaku.
"Mana ada Abang abis ngevet. Orang kayak Abang pastinya abis sunah rosul, dong. Emang situ, jomlo! Oops! Lupa kalau udah punya Aa Alan."
Aku tahu dia sedang menyindir, makanya aku pun dengan senang hati menendang tulang keringnya, membuat dia langsung mengaduh kesakitan.
"Makanya jangan sembarangan nyebar gosip! Hasmi Viral, putus kontak kita." Aku memperingatkannya asal.
Bang Elang pun mencebik peringatanku barusan. "Viral apa? Orang suruh bikin BAP aja di larang kok sama si Aa. Posesif banget sih punya cowok."
"Ck, Abang, ih! Udah dibilang jangan nyebar gosip sembarangan. Kalau ada yang denger berabe tahu."
"Loh, emang kamu gak jadian sama Pak pengacara itu?" Mode kepo Bang Elang pun terbit.
"Gak!"
"Gak? Atau belum?"
Maunya sih aku jawab belum. Tapi kalau ingat momen 'Tembus' yang masih menjadi momok antara kami. Aku pun terpaksa menjawab, "Nggak, Abang! Hasmi tuh gak ada hubungan apapun sama Aa Alan."
"Hih! Bilangnya nggak, tapi panggilannya manis bener! Cemburu Abang."
Seketika aku pun memutar mata jengah, karena sebal menghadapi polisi Playboy ini.
"Karep Abang ajalah. Hasmi mau pulang!"
Baru saja aku mau melangkah, lenganku sudah di cekal polisi playboy itu tapi langsung aku hela dengan cepat.
"Tangan tolong dikondisikan!" sentakku dengan galak.
Bang Elang hanya nyengir menyebalkan, sebelum menangkup kedua tangannya di dada tanda minta maaf.
"Beneran kamu gak jadian sama Pak pengacara?" Ternyata dia masih kepo.
"Nggak!"
"Kenapa? Padahal kalian cocok loh!"
Mendengkus sekali lagi, aku pun melirik Bang Elang sok serius.
"Justru karena kami cocok makanya gak pacaran."
"Loh, kok, gitu?" Dia makin kepo.
"Iya, soalnya kami kayaknya mau langsung nikah aja. Puas, Bang! Jangan lupa kondangan, yee!"
Setelahnya, aku pun berlalu pergi, mengabaikan Bang Elang yang terus memanggil entah untuk apa lagi.
Terserah deh dia mau menganggap ucapanku barusan itu apa? Serius atau becanda. Bukan urusanku. Toh, dia udah nyangka kami jadian ya, kan? Dijelasin juga akan percuma kalau dia udah punya tanggapan sendiri.
Tring!
Sedang melenggang riang ke arah kontrakan. Sebuah notifikasi masuk ke poselku, yang langsung menerbitkan senyum manis di wajahku.
[Kangen, nih! Jalan, yuk!]
Itu bunyi chatnya. Pengirimnya tentu saja Irfan. Cowok yang sedang dekat denganku saat ini. Aku udah pernah cerita kan di bab sebelumnya.
[Sore aja, ya? Aku baru pulang kerja. Ngantuk banget. Mau tidur dulu.]
Aku rasa tidak ada alasan untuk menolaknya. Toh, kami memang lagi PDKT, kan? Jadi, sering bertemu tentu bagus untuk perkembangan hubungan kami. Betul, tidak?
[Okeh! Aku jemput, ya?]
Irfan mengirim chat lagi tak lama kemudian.
[Gak usah. Kita ketemuan di tempat aja]
[Yah ... padahal aku pengen berduaan loh sama kamu]
Dengusan kecilpun terbit, seraya membaca balasan cepat yang aku terima.
[Belum boleh, kan? Bukan Mahram. Temuin Abah dulu kalau berani]
Aku sengaja menantangnya. Ingin tahu seberapa jauh dia serius sama aku.
[Okeh! Nanti setelah proyek yang aku pegang kelar, ya?]
Senyumku pun melebar sempurna, karena jawaban Irfan seperti yang aku harapkan. Tuhan ... semoga kali ini aku gak salah pilih.
[Aku tunggu itikad baik kamu]
Uhuy! Boleh kayang gak sih?
*****
Seperti rencana diawal. Sore harinya, aku pun ketemuan sama Irfan, di salah satu Mall di bilangan Casablanka.Kenapa aku pilih ketemuan di Mall? Karena aku cukup trauma ketemuan sama cowok di tempat minim orang.
Dulu waktu sama Edo, aku biasa pacaran dan jalan-jalan di taman atau tempat minim keramaian. Soalnya, dulu aku kira Edo itu introvert. Eh, ternyata aslinya iblis.
Itulah kenapa, aku sekarang suka keramaian. Biar kalau ada yang macem-macem gampang minta tolongnya, gitu, loh! Toh, kebetulan aku juga belum belanja bulanan. Jadi ya ... sekalian aja.
"Fan, aku ke toilet dulu, ya? Kamu tolong cariin barang-barang di list ini."
Sebenarnya aku bukan ingin mengerjai Irfan, tapi asli deh! Perutku mendadak gak enak. Jadi, daripada aku buang gas terus di depan Irfan. Mending aku melipir bentar untuk setoran tunai di Toilet.
Bukan apa-apa. Jujur aja ketutku pasti gak asik. Baunya bisa bikin orang gumoh, bahkan pingsan. Soalnya aku abis makan jengkol sama telor balado.
Please jangan di bayangin. Nanti kalian gak doyan makan. Hehehe ....
"Oh, ya udah. Nanti telpon aja kalau udah selesai," titah Irfan, yang tentu saja aku angguki dengan semangat.
Untuk Irfan baik, yee kan? Jadinya aku bisa melenggang riang ke toilet dengan hati tenang dan semedi agak lama di sana. Itu juga menambah poin plus dariku untuknya.
Duh, Abah! Hasmi mau ngelepas jomblo, nih! Siapin penghulu.
Sekitar 15 belas menit aku semedi di toilet, akhirnya perutku membaik, dan bisa kembali ke tempat Irfan yang katanya sedang berada di rak Mie instan.
Mon maap nih, ya? Aku sama Makanan itu memang gak akan bisa di jauhkan sampai kapanpun. Jadi, ojo banyak bacot. Okeh!
"Nah, itu dia!" Saat aku melihat keberadaan Irfan, aku pun bergegas menghampirinya, yang ternyata tengah asik mengobrol dengan seseorang.
Siapa, ya?
"Fan?" Aku meminta fokus pria itu.
"Hei! Udah?" Dia menyambut riang kehadiranku.
"Udah," sahutku seadanya, mendekat dan melirik teman Irfan yang masih membelakangiku, Namun jika di lihat dari postur tubuhnya, sepertinya lumayan Familliar di mataku, karena postur tubuhnya mirip ....
Degh!
Astaga! Itu sih bukan mirip lagi. Tapi memang dia!
"Nah, ini dia yang gue ceritain tadi, Bro. Kenalin dulu dong, ini Hasmi. Calon gue yang baru!" Irfan mengenalkanku pada temannya seraya merangkul pinggangku.
Sayangnya, otakku terlalu blank untuk mencerna semuanya karena ....
"Oh, Hai! Kenalkan, saya Alansyah," ucap pria itu ramah dan seram di waktu bersamaan. Membuat aku tanpa sadar menelan salivaku sendiri.
Mampus!
Kenapa dunia sesempit ini sih buat kami?
*Happy Reading*Aku udah gak ngerti lagi dengan situasi yang tengah terjadi sekarang. Ternyata Irfan temannya SMA-nya Alan. Demi apa? Tuhan ... sejodoh itu ya aku sama nih manusia lempeng. Hingga aku kayaknya gak bisa jauh sama tuh makhluk dingin yang ingin sekali aku taruh di tungku.Biar anget dikit gitu, gengs. Soalnya, Alan tuh dinginnya udah mengkhawatirkan banget. Apalagi, setelah dikenalkan tadi oleh Irfan. Tatapannya itu, loh! Bikin aku pengen pipis mulu.Lebih menyebalkannya. Tuh cowok kek gak ada kerjaan hari ini. Ngintilin kami terus dari tadi. Bahkan saat Irfan mengajaknya gabung makan siang bersama. Dia setuju aja gitu, tanpa ngerasa dosa sama sekali.Ya ... Ampun, nih cowok beneran gak ada kerjaan, ya hari ini? Atau emang mau nyambi jadi nyamuk? Nyebelin banget, sumpah!"Kenapa melihat saya seperti itu? Gak suka saya gangguin kencan kalian?"Udah tahu tanya! Kalau emang dia sepeka itu, kenapa gak minggat aja, sih. M
*Happy Reading*Aku pun dengan otomatis melirik Irfan, yang langsung terlihat gusar melihat wanita itu, sambil mencuri lirik ke arahku.Bangke!!Jadi aku sudah ditipu selama ini?Baru aja aku hendak beranjak dari tempat dudukku. Alan tiba-tiba menginterupsi dengan santainya."Oke! Karena sekarang bini lo udah dateng. Gue pergi, ya? Ayo, Sayang," kata Alan kemudian, sambil mengulurkan tangannya ke arahku.Apa?!Jadi nih pengacara juga udah tau, kalau Irfan ini punya keluarga? Kenapa dia gak kasih tahu, sih? sengaja ya, mau bikin aku kehilangan muka?Atau … jangan- jangan Dia sekongkol sama Irfan?"Sayang?" panggil Alan lagi. Sambil memberikan kode lewat ekor matanya, untuk meraih tangannya.Sayangnya, karena aku masih shock. Aku pun malah menatap uluran tangan itu dengan linglung. Memang apa yang harus aku lakukan? Menyambut tangan Alan dan ikut dramanya yang lain? Sialan! Kenapa aku harus terjebak dalam sit
Jomlo 9*Happy Reading*"Pergilah," titah Alan, saat kami sudah sampai di lobby Mall.Aku pun sontak melirik Alan dan mengernyit tak mengerti.Pergi?Pergi kemana?"Kenapa diam? Gak mau pergi, huh? Mau minta saya anterin, gitu?" tanya Alan lagi, seraya menaikan sebelah alisnya ke hadapanku.Aku yang masih setengah linglung pun, belum bisa berkomentar apapun. Karena belum sepenuhnya bisa mencerna yang terjadi barusan.Barusan aku lagi ngapain, sih?Lagi jalan sama Irfan, kan?Terus papasan sama Alan. Terus makan siang bertiga, dan … Ah, iya. Aku baru dapat kejutan hebat dari si brengsek Irfan."Saya harap kamu tidak baper karena kejadian tadi, Suster. Tolong, apapun yang saya katakan di dalam. Jangan masukan hati. Karena ... uhm ... sebenarnya saya hanya ingin membalas jasa saja," jelas Alan tiba-tiba. Tanpa diminta siapapun."Balas ... jasa?" beoku reflek"Ya!" jawab Alan tegas. "Sepert
Jomlo 10*Happy reading*"Mi, Bantuin Alan sono," kata Dokter Karin tiba-tiba."Maksudnya, Dok?" bingungkuIya bingung. Orang dari tadi aku cuma jadi pendengar, kok. Tiba-tiba malah disuruh bantuin Alan. Bantuin apa pula?"Ya ... gitu. Bantuin Alan, Mi. Kasian," jawab Dokter Karin makin membuatku pusing."Gaje, deh. Bantu apa pula? Kenal juga enggak sama tuh cewe. Ya, kali saya tiba-tiba muncul belain Alan. Nanti kalau doi salah paham gimana?" protesku tak terima.Suka ngadi-ngadi emang nih Dokter sebiji."Nah, itu maksud saya!"Eh?"Siapa tau kalo tuh cewe liat Alan udah punya gandengan lain. Dia bakal sadar dan--""Dih, ogah!!" tolakku cepat, kala sudah bisa mencerna arah pembicaraan Dokter Karin barusan.Pasti deh, yakin aku mah, kalau dia mau minta tolong biar aku pura-pura jadi pacarnya tuh jalan tol.Ih, gak mau!!"Tapi kan, kasian Alan, Mi," kata Dokter Karin lagi."
Jomlo 11*Happy Reading*"Ka-kamu sendiri mana? Kalo kamu beneran udah tunangan sama dia. Mana buktinya? Cincin tunangan kalian mana?"Eh, Sialan! Gue di balikin, pemirsah!Haduh ... Ini sih, namanya senjata makan tuan. Kagak enak banget sumpah!Bentar, aku mikir dulu, ya?"Gini nih kalo orang gak pernah sekolah. Embak, di mana-mana juga, yang namanya tanya itu, pasangannya jawab. Bukan malah balik nanya. Ngerti gak, sih?"Ngeles terus!"Alah! Bilang aja kalo kamu emang gak bisa buktiin pertunangan kalian. Kamu itu kan, cuma ngaku-ngaku!"Ya, salam. Pinter juga nih cewe."Eh, gak usah kaya maling teriak maling deh, ya? Saya sih, gak perlu buktiin apa-apa di sini. Karena saya memang di pihak yang benar. Tuh, buktinya aja calon saya lebih pro ke saya kan, dari pada ke situ?"Huh! Jangan harap aku mau ngalah, ya? Gini-gini juga aku pernah jadi juara debat loh, se-RT waktu di kampung."Mana bisa itu dija
Jomlo 12*Happy Reading*"Melihat kekecewaan anda, sepertinya anda sangat menyukai Irfan, ya?" tebak Alan tiba-tiba.Tentu saja, aku pun langsung menggeleng cepat membantah tuduhan itu, karena itu memang tidak benar."Bukan, bukan seperti itu, Pak. Saya akui, saya memang lumayan kecewa di sini. Tapi itu bukan karena saya terlanjur menyukai Irfan. Saya hanya ... Kecewa pada diri sendiri saja. Khususnya pada kebodohan saya yang selalu jatuh dilubang yang sama. Bego banget, kan?" Aku kembali menertawakan diri sendiri.Kukira, Alan akan setuju dan menjadikan hal itu bahan bully-an untuk membuatku emosi seperti biasa. Secara, dia kan memang musuhku, ya kan?Ternyata, Alan malah menggeleng dan menepuk pundakku sejenak sambil berkata, "Anda tidak sepenuhnya bodoh."Eh?"Wajar jika anda tertipu dengan Irfan, dia memang sangat ahli dibidang itu. Anda bukan satu-satunya."Hah?! Maksudnya?"Itulah kenapa? S
*Happy Reading*Katakan aku gila. Eh! Nggak juga, ding! Wajar kan, ya, Kalau aku akhirnya jadi baper sama Alan. Soalnya sikap Alan-nya bikin aku malehoy. Gini-gini juga aku masih wedok.Jangankan di perlakukan kayak kemaren, di ucapin selama tidur aja, aku mah pasti auto baper. Please jangan julid! Maklumin aja sih, namanya juga jiwa jomlo.Hanya jomlo yang akan tahu rasanya jadi aku. Benci malam minggu, ngarep banget ada yang ngingetin makan dan ngucapin selamat tidur. Kalau ucapan selamat pagi sih, gampang dapetinnya. Pergi aja ke Supermarket terdekat, pasti di sapa selamat pagi sama di tawarin pulsa. Nah, yang ngucapin selamat tidur ini yang susah. Aku harus ke mana biar dapat ucapan itu, coba?Pokoknya, jadi jomlo itu gak mudah, gaes! Apalagi kalau kalian punya atasan Kek Dokter Karina yang punya bucin sejati seperti Si Daddy. Jiwa jomloku makin meronta ingin di lepas segelnya.Hadew ... Nasib banget emang!"Ih,
*Happy Reading*Menghela napas panjang satu kali. Aku pun memilih memasukan kembali ponsel ke dalam saku, kemudian perlahan pergi dari sana.Nanti ajalah bilang makasihnya. Takut ganggu yang lagi kasmaran aku tuh!"Nih, pesenannya, Dok." Aku kembali ke ruangan Dokter Karina. Menyerahkan titipannya, juga kembali melanjutkan pekerjaanku yang tadi sempat terbengkalai saat aku memilih kabur."Makasih Hasmi cantik. Sarang tawon pokoknya.""Sarangheo, Dok. Jan digonta ganti. Merusak hak cipta aja." Aku pun mencebik kesal menanggapi ke koplakan Dokter Bedah itu."Sarangheo kan milik Arjuna. Kalau buat kamu mah sarang tawon aja udah cukup."Lah, minyak urut dong gue. Bener-bener ya nih dokter somplak sebiji."Boleh ganti jadi sarang madu aja, gak? Biar agak manisan dikit." Tentu saja aku harus menawar iya, kan?"Jangan, Mi. Nanti diabetes repot. Udah jomlo, kena diabetes lagi. Ngenes banget nasib kamu."