Share

Part 6 - Belum Siap

"Hasna!" teriak Fandi dari dalam membuat mereka yang sedang mengobrol menoleh. Hasna semakin gelisah, pandangannya menatap ke seberang jalan. Mobil SUV hitam  itu berhenti sejenak kemudian melaju kembali. Hasna menghela napas lega, ternyata seorang laki-laki keluar dari mobil itu membeli minuman di sebuah warung dan mobil kembali melaju. Ya, jelas dia bukan ibu mertuanya. 

"Neng, ibu pulang dulu ya."

"Saya juga, itu suamimu sudah manggil." Rima dan bu haji  undur diri, mereka merasa tak enak karena panggilan Fandi tadi. Keduanya pun segera berlalu. Begitu pun Hasna gegas ia masuk menemui panggilan suaminya. 

Baru saja Hasna masuk dan menutup pintu, Fandi langsung menyerbunya, memeluk erat wanita itu. 

"Ada apa, bang?" Dahi Hasna berkerut dalam diliputi rasa penasaran. 

"Barusan mami telepon dan ternyata mami datang ke Apartemen, mami kira aku menginap di apartemen selama ini. Ah, kenapa aku tadi panik banget tidak bertanya dulu. Untung saja kita langsung mengontrak meski rumah petak ini kecil setidaknya mami tidak akan tahu." Fandi melepaskan pelukannya, masih terukir senyum di bibirnya.

"Cepat atau lambat mami pasti akan tahu, kita hanya beruntung saja untuk hari ini. Apa kamu yakin mami tidak akan berusaha mencari tahu keberadaanmu?"

Meskipun kini mereka bernapas lega tidak lantas membuat Hasna tenang, karena ia sangat yakin. Orang tua Fandi pasti akan mencari tahu. Menemukan mereka, bukankah membayar orang untuk mengikuti anak mereka itu sangat mudah?

"Ya, kamu benar sekali. Sementara ini aku hanya bisa mengulur waktu, aku akan sering mengunjunginya. Jadi tidak alasan dia menemuiku karena merindukanku," ucap Fandi seraya merebahkan dirinya di kasur.

Hasna masih bergeming, sampai kapan lelaki itu akan mengulur waktu. Ia hanya berharap lelaki itu segera berterus terang saja kepada keluarganya. Kali ini mereka beruntung tapi tidak menutup kemungkinan lain kali, entahlah…

Diraihnya handuk yang menggantung di dinding. Ia memutuskan untuk mandi, setidaknya air dingin mampu mengobati rasa gelisahnya sedari tadi. Namun langkahnya terhenti dan menoleh mendengar ucapan Fandi.

"Bagaimana kalau setiap bulan kita pindah rumah," ucapan Fandi membuat kening berkerut sekali lagi. Bagaimana mungkin lelaki itu memiliki ide konyol seperti itu. 

"Seperti kucing saja pindah-pindah," jawab Hasna ketus. Fandi hanya terkekeh mendengarnya, meskipun membenarkan juga jawaban isterinya. Sampai kapan mereka akan terus menghindar. Seakan bermain kucing-kucingan dengan orang tuanya. Lama Fandi berpikir rencana-rencana selanjutnya sampai ia tak sadar Hasna sudah selesai mandi. Bau sabun Hasna menguar dihidungnya membuat lelaki itu menoleh. 

"Kok sudah mandi, sayang. Bukankah seharusnya kita lanjutkan permainan tadi yang tertunda? Yuk kita lanjut." Fandi mengerdipkan sebelah mata menggoda.

"Udah gak pengin, sebentar lagi magrib. Lagian kamu juga sudah mandi kan?" 

Jawaban ketus Hasna membuat Fandi mengalah. 

Setelah menyisir rambutnya yang masih basah, Hasna berlalu ke dapur memasak untuk makan malam mereka. Beruntung pamannya memberi bekal sekarung beras, dan beberapa ikat kacang panjang hasil dari kebun sendiri. Menu makan malam ini sangat sederhana, berhubung mereka belum sempat berbelanja. Bumbu juga seadanya, yang ia beli tadi siang di tukang sayur, karena kesiangan semua belanjaan sudah habis. Hasna hanya dapat cabe merah, bawang merah, bawang putih dan tempe sepapan.

Semua bumbu ia iris tipis. Kemudian ia tumis dulu bawang putih dan taburi garam secukupnya agar baunya sedap. Setelah itu bawang merah dan cabe. Kemudian baru potongan kacang panjang. Tumis kacang panjang dan tempe goreng menu yang sangat sederhana. Hasna yang terbiasa makan seadanya tidak masalah. Wanita itu menoleh sesaat ke suaminya yang sedang menonton TV. Rumah kontrakan tiga petak, yang terdiri dari ruang tamu, ruang tengah dan kamar mandi. Tidak banyak perabotan yang ada, hanya ada kasur, lemari plastik, televisi 14 in, dan kompor. Itupun Andre yang berinisiatif memberi fasilitas seadanya karena permintaan Fandi yang mendadak. 

"Bang, hanya ada lauk ini," ucap Hasna ragu membawa semangkuk tumis kacang dan tempe goreng tang baru saja selesai dimasaknya. 

"Tidak apa-apa ini saja sudah enak. Ah, sedap sekali baunya." Hidung Fandi membaui hidangan didepannya. Lelaki itu sebenarnya ingin memesan gofood saja. Tapi tak enak pada isterinya yang sudah memasak. Mau tidak mau ia harus memakannya walau sedikit demi menyenangkan hati Hasna. 

Disaat makan malam mereka berlangsung, ponsel Fandi yang sedang di changer berdering nyaring. Seketika mereka membuat acara makan mereka terhenti. Gegas Fandi melihat isi pesan tersebut, papi.

[Apa-apaan ini Fandi!] Disertai file gambar yang membuatnya kedua matanya membelalak.

[Karena kamu sudah memilih jalanmu sendiri, maka papi akan memblokir semua kartu kreditmu. Semoga kesuksesan menghampirimu.]

Pesan singkat dari papi membuatnya panik, bagaimana ia akan menghidupi dirinya dan isterinya, jika tranferan dan kartu kredit dihentikan. Walaupun ia sesumbar akan mandiri dan mencari pekerjaan tapi sesungguhnya ia belum siap jika semua fasilitasnya yang didapatkan dari orang tua selama ini dihentikan mendadak seperti ini. 

Tut..tut..tut..

Berkali-kali Fandi menelepon tapi sambungan terputus. 'Bukankah kepergiannya tadi pagi secara baik-baik dan mereka menyetujuinya, kenapa jadi seperti ini.' Batin Fandi tak terima. Dipandanginya makanan yang belum habis didepannya. 'Apakah mulai sekarang aku akan terbiasa dengan makanan seperti ini?' Pikiran yang kacau membuat lelaki itu menyedon nasi lebih banyak lagi, bahkan ia menambah makannya.

"Jangan buru-buru makannya, kalau tidak suka jangan dihabiskan. Kamu bisa pesan makanan direstoran," ucap Hasna merasa suaminya sedang tidak baik-baik saja. Kemudian meraih ponsel Fandi yang tergeletak disampingnya.

"Kamu pasti bisa, sayang. Kita akan melewatinya bersama-sama. Sejatinya setelah berkeluarga memang harus mandiri. Menghidupi ekonomi keluarganya sendiri. Apapun masalahnya hadapi bersama pasangan. Orang tua sudah tidak perlu ikut campur, apalagi memfasilitasi ekonomi anakya. Sudah tidak perlu," terang Hasna mencoba memberi pengertian. 

Fandi terdiam, ia membenarkan ucapan isterinya. 

"Besok aku akan mencari pekerjaan," sela Hasna sembari membereskan piring. Bgaimanapun lelaki itu adalah pilihannya. Sebelumnya ia juga bertekad walau sudah menikah nanti selama belum memiliki momogan ia akan kembali bekerja. 

"Tidak usah, biar aku saja yang mencari kerja," ucap Fandi menyungingkan senyum tipis. 

Malam itu mereka habiskan dengan mengobrol santai sembari menonton TV. Lelah mengobrol, Fandi bersiap untuk tidur. Namun matanya kembali melebar melihat Hasna begitu seksi dengan lingerie hitam dengan bahan menerawang, hanya tertutup dibagian intim saja. Sengaja Hasna menggoda mengenakannya untuk menggoda Fandi sekaligus melaksanakan kewajibannya sebagai seorang isteri. Lampu sudah siap Hasna matikan, tentu saja jiwa lelaki Fandi tak bisa dibendung lagi. Bagai kucing kelaparan tak menunggu lama lagi, Fandi membuka semua pakaiannya dan langsung menyerbunya. Menikmati setiap inci tubuh isterinya. Perlahan ia lepaskan lingerie itu, hingga tak ada lagi penghalang diantara keduanya. Hingga penyatuan tubuh itu akan berlangsung, Fandi segera menyudahi aktivitasnya. Gegas lelaki itu ke kamar mandi, mengeluarkan cairan yang sedari tadi dipendam. Ia benar-benar tidak bisa melakukannya sekarang. Hasna mengehela napas, ia kecewa sekaligus penasaran. Kenapa lelaki itu hanya mencumbunya saja kenapa tak melakukannya yang lebih. Padahal dirinya sudah mulai bergairah. Lagi-lagi ia harus kecewa karena malam ini gagal lagi. Fandi kembali ke kamar segera mengenakan pakaian kembali dan berselimut.

"Ma'af, sayang. Aku tadi kebelet. Sudah malam lebih baik sekarang kita tidur saja." Alasan Fandi menyudahi aktivitasnya, kemudian tidur membelakangi Hasna. 

Banyak pertanyaan dalam benak Hasna. Bukankah malam pertama menjadi keinginan setiap lelaki. Sebaliknya menjadi momok menakutkan bagi wanita. Namun ada apa dengan suaminya kini, apakah ia yang terlalu agresif? Tapi bukankah suaminya juga menginginkan? Ataukah lelaki disampingnya itu punya masalah kesehatan? Hasna menggelengkan kepala mencoba berpikir positif. 'Ini pasti yang pertama baginya, ah.. dasar anak manja. Sepolos itukah kamu. Belum rela melepas keperjakaannya.' Batin Hasna seraya mengulum senyum. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status