Helena pulang saat waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Dia naik ojek online dan wajahnya ditutupi masker serta kacamata hitam.
"Ini bener rumahnya, neng?" tanya tukang ojek itu memastikan. "Iya Pak, ini uangnya." Helena menjawab sambil membayar. Dia melihat sekeliling, tidak ada siapapun. Merasa aman, segera dia membuka gerbang namun sepertinya terkunci dari dalam. "Tumben jam segini udah di kunci?" Ujarnya dengan kesal. "Pak Naryo, Pak Naryoooo, buka gerbangnya." Teriak Helena sambil memukul gerbang. "Cepetan pak, saya mau masuk. Pak Naryo lagi apa sih kok lama banget?" Ujarnya dengan kesal. Tidak lama, terdengar suara gebang dibuka. Helena merasa lega dan bersiap masuk. Namun tangan seseorang bergegas menghalanginya. "Kak Aruna, kenapa gerbang ditutup lagi?" Helena melihat Pak Naryo, satpam rumah, tidak keluar sendiri. Melainkan ada Aruna dan Kak Luz. Juga membawa 2 buah koper ukuran besar yang Helena kenali sebagai miliknya. "Kenapa koper ku dikeluarkan?" tanya Helena kembali. "Terlepas dari pemberitaan mu hari ini, kamu sudah dewasa, Helena. Kami juga sudah lama menampung mu disini. Sekarang pergilah, mulai hidupmu yang baru dengan baik. Ini ada 50 juta, anggap saja uang saku dariku untukmu." Aruna mengatakan dengan tenang lalu menarik dua koper itu kedepan Helena serta meletakkan sebuah kartu ATM diatasnya. Wajah Helena mematung sejenak. Antara bingung dan terkejut menatap Aruna dan Kak Luz secara bergantian. "Kalian mengusir ku?" Ujarnya dengan suara tercekat. "Anggap saja begitu. Kami tidak mau menampung orang yang suka menampilkan masalah. Kejadian hari ini benar-benar mengejutkan kami semua, Helena. Bahkan keluarga papamu turut mengkonfirmasikan kebenarannya. Kamu diminta pulang karena kondisi papamu semakin memburuk." Bukan Aruna yang menjawab tapi Kak Luz. Selama ini, Luz selalu diam dan tutup mata atas sikap Helena yang terlihat seenaknya sendiri pada Aruna. Itu karena Aruna selalu membela Helena dan memaklumi sikapnya. Namun sejak Gama dan orang tuanya datang ke rumah, Luz bisa melihat perubahan sikap Aruna yang signifikan. Gadis ini berubah tidak peduli pada Helena. Itu membuat Luz yang selama ini diam, kini berani mengeluarkan kekesalan pada Helena. "Apa hak Kak Luz mengatakan itu? Kak Luz hanya orang luar yang masuk ke keluarga kami." Bentak Helena membuat wajah Aruna menatap tajam dirinya. PLAKKKK Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri Helena. Pelakunya ada Aruna. "Selama ini aku terlalu memanjakannya mu, ya? Sehingga kamu berani kurang ajar dengan Kak Luz." Kata Aruna dengan dingin. Helena mengusap pipinya, terasa panas sekali. Dia tidak menyangka Aruna bisa bersikap kasar seperti ini. "Kak Luz adalah istri Kak Rei, anak pertama ayahku, pemilik rumah ini. Dia dulu memang orang luar, namun sekarang dia juga anak ayah. Dibandingkan denganmu, jelas kamu orang luarnya. Meski ibuku dan papamu saudara kandung, namun itu tidak ada hubungannya dengan keluargaku saat ini. Pergilah, Helena! Kamu punya 2 pilihan. Pulang ke rumah kakek atau hidup sendiri diluar sana." Lanjut Aruna lalu menarik Lux masuk. "Pak Naryo, jangan izinkan dia masuk rumah ini. Aku tidak mau keluargaku ikut terkena imbasnya. Apalagi kabar terbaru mengatakannya jika Helena simpanan pejabat." Ungkap Aruna membuat Helena melotot tajam. Segera Helena mengambil koper dan ATM. Untung saja ada taxi lewat sehingga dirinya bisa segera meninggalkanmu tempat ini. Perkataan Aruna membuatnya semakin takut dikejar-kejar wartawan lagi. Susah payah dia keluar dari kampus dengan meminta bantuan salah seorang dosen yang pernah tidur dengannya. Kini setelah keluar harus menghadapi berita terbaru. "Bukannya aku dan Om Johan selalu menempati vila luar kota. Kenapa berita ini bisa ikut tersebar?" Batin Helena segera menghubungi nomor Om Johan, sugardaddy-nya. Namun teleponnya ditolak. Tidak lama ada pesan masuk, mengatakan bahwa mulai sekarang mereka tidak ada hubungan apapun. Tentu Helena kesal membacanya. Bagaimanapun mungkin dalam keadaan genting seperti ini diri disampaikan begitu saja. Helena mencoba menghubungi nomor itu kembali namun sepertinya dia sudah diblokir. "Arkhh... sialan Om Johan." ujarnya mengungkapkannya kekesalan. "Mbak maaf, ini tujuannya kemana ya?" Tanya sopir taxi itu dengan hati-hati. Helena mengatur napas sejenak, dia baru menyadari masih dalam taxi. "Ke Apartement Setiabudi, ya pak." Jawabnya dengan cepat. Pikiran Helena benar-benar kalut, dari pagi sampai malam dirinya belum beristirahat sama sekali. Hari ini di penuhi ke panikan yang tidak ada habisnya. Kembali pada Aruna yang tengah makan malam bersama ayah, Kak Rei, Kak Luz dan Mecca. Makan malam ini terasa lebih hangat, mungkin karena sudah tidak ada Helena. "Kakek tadi menghubungi ku lagi. Menayangkan apakah Helena pulang kesana namun aku jawab tidak tahu. Yang jelas Helena sudah kita keluar dari rumah ini sesuai keinginan kakek." Ujar Kak Rei sembari menikmati kopi miliknya. "Besok sore kita kesana, menjenguk Om Dean. Kasihan dia pasti stres karena ulah istri dan anaknya." Kata Ridwan diangguki oleh mereka. "Aruna tidak mungkin pulang ke rumah kakek, ayah. Dia pasti malu dan takut kena amukan kakek. Belum lagi tatapan ketidaksukaannya dari yang lain. Dibandingkan kembali ke rumah kakek, Helena pasti lebih memilih opsi lain." Ungkap Aruna yang sejak tadi entah memikirkan apa. "Setidak dia sudah keluar dari rumah ini. Agar kita tidak terbawa-bawa. Apalagi istri pejabat itu seorang pengacara hebat. Bisa-bisa perusahaan juga ikut terkena imbasnya." Aruna segera menenangkan ayahnya. "Ayah jangan khawatir, kita bersih dari masalah Helena. Tidak ada yang mengenali Helena bagian dari Keluarga Mahesa. Bahkan nama Hermawan juga tidak melekat di namanya." Hermawan adalah nama besar keluarga kakeknya dari pihak ibu. Sejak Helena lahir, keluarga besar ibunya tidak mau menambahkannya nama itu pada Helena. Ditempat lain, tepatnya rumah Keluarga Gama. Tante Lisa sedang mengomeli Gama setelah melihat pemberitahuan hari ini. "Lihat itu, masih mau dengan Helena? Dia wanita murahan, Gama. Dengan pria manapun juga mau selagi menguntungkan. Bahkan isi otaknya juga kosong. Buat skripsi aja joki. Bikin malu aja kalo kamu sampai nikah sama dia." Gama menundukkan kepala sambil tangannya terkepal erat. "Gama tidak akan menikah dengannya, ma. Gama sadar dia tidak bisa diandaikan." "Harusnya dari dulu kamu sadar. Sekarang lihat sendiri, Aruna sudah tidak mau lagi denganmu. Akibat kamu tergila-gila dengan Helena. Makan itu cinta yang membuat penglihatan mu jadi buta. Dikasih Aruna yang sempurna tapi lebih memilik barang tidak berguna." Sejak awal Tante Lisa sudah tidak suka Helena. Dari segi penampil dan pembawaan tidak mencerminkan wanita yang tahu adab. Namun Gama kekeh menginginkan Helena sebagai kekasihnya. Hari itu Gama pulang membawa seorang wanita yang tak lain adalah Helena. "Ma, pa, kenalkan ini Helena. Dia masih sepupu dengan Aruna. Kami tidak sengaja bertemu dicafe dan sudah menjalin kedekatan hampir 2 bulan." Begitulah Gama memperkenalkan Helena pada orang tuanya. Pertemuan Helena dan Gama terjadi jauh sebelum Aruna jatuh cinta dengan Gama. Namun karena Tante Lisa tidak setuju Gama bersama Helena, hubungan keduanya dijalani secara sembunyi-sembunyi. Sehingga wajar jika Aruna tidak tahu. Kembali pada Tante Lisa yang terus mengomeli Gama. "Sudah begini mau bagaimana? Aruna tidak suka kamu. Helena yang kamu andalkan untuk masuk Perusahaan Mahesa juga malah terkena masalah besar. Lalu bagaimana kita bisa mengembangkan perusahaan?" Ujar Tante Lisa pusing memikirkan rencana mereka yang gagal. "Papa rasa kamu harus kembali mendekati Aruna, Gama. Buat dia jatuh cinta lagi denganmu. Keluarga mereka kaya, kita tidak bisa melepaskannya begitu saja." Om Gandi yang sejak tadi diam kini mulai membuka suara. Gama mendesah pelan, mengusap wajahnya dengan kasar. "Bagaimana caranya, pa?" tanyanya frustasi. "Papa lihat sendiri kemarin, tatapan Aruna padaku seperti orang yang menaruh kebencian." Gama tentu sadar akan hal itu. Aruna bukan seperti yang ia kenal. Seakan diantara mereka ada dendam yang harus dibayarkan. "Jika sekedar aku yang selalu mengabaikannya, aku rasa itu hal biasa. Toh aku tidak pernah menyakiti Aruna dengan memperlakukan kasar." Lanjut Gama ikut memikirkan apa kesalahan yang telah ia buat pada Aruna. "Dia tidak tahu kan jika kamu dan Helena menjalin hubungan dibelakangnya?" sahut Tante Lisa mendekati Gama. "Aku yakin dia tidak tahu. Selama ini aku dan Helena selalu bertemu ditempat yang aman. Ditempat yang Aruna sendiri tidak akan pernah datang kesana." jawab Gama dengan yakin. "Apa Aruna pernah meminjam teleponmu? Dan menemukan isi chat mu dengan Helena?" Ujar Om Gandi namun lagi-lagi Gama menggeleng kepala. "Aku tidak pernah mengizinkan siapapun memakai ponselku, pa. Jangankan Aruna, Helena saja tidak pernah." Mereka mendadak diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Tidak lama, ponsel Gama bergetar. "Helena... " ucap Gama lirih namun didengar orangtuanya. Wajah Tante Lisa semakin menunjukkan ketidaksukaan. "Untuk apa wanita itu menghubungi kamu?" Gama meminta mamanya untuk tenang. Segera dia angkat telepon Helena karena ingin tahu tujuan wanita itu. "Ada apa?" tanya Gama dengan datar. "Tampung aku dirumahmu. Aruna mengusir ku dari rumah." Jawab Helena di sebrang telepon. "Menampung mu? Mimpi saja. Kamu sudah mnimbulkan masalah besar dan kini ingin melibatkan aku? Tidak bisa!" "Gama, ingat ya aku masih kekasihmu. Jika kamu berani mencampakkan aku, jangan salahkan jika namamu ikut aku seret juga." Ancam Helena membuat Gama semakin marah. "Bawa saja namaku jika kamu berani. Urusi hidupmu sendiri, kita putus!" Telepon langsung dimatikan oleh Gama. "Apa katanya?" tanya Om Gandi cemas. "Dia mengancammu?" "Iya, dia ingin aku menampungnya. Tapi aku tidak mau terlibat urusan apapun dengan Helena. Dan aku mengatakan putus." Jawab Gama mendesah kesal. Raut penuh kelegaan terlihat di wajah orang tua Gama. "Baguslah, mama senang kamu sudah mengakhiri hubungan dengan wanita itu. Sekarang lebih baik kita pikiran bagaimana cara mendekati Aruna lagi." Kata Tante Lisa mulai tenang. Disisi lain, Helena berteriak kesal karena masalahnya tidak selesai-selesai. Niat awal ingin tinggal di apartemen yang sempat dibelikan Om Johan, tapi sekarang apartemen bukan lagi milik pria itu. Alhasil Aruna turun dengan perasaan dongkol. Sempat menghubungi teman dekatnya namun semua menolak membantu Aruna. Mereka malu memiliki teman yang dicap sebagai pembohong dan wanita simpanan. Dan orang terakhir yang dihubungi adalah Gama, kekasihnya. Berharap Gama mau menampungnya untuk sementara waktu. Tapi jawaban Gama malah membuatnya semakin kesal. "Gama, sialannn... " "Dalam keadaan seperti ini kamu malah memutuskan aku." Helena bingung, cemas dan kesal. Tidak ada tempat untuknya berlindung. "Sebenarnya siapa pelaku penyebar foto dan video itu?" Pikirnya mencoba menerka-nerka. "Pen joki skripsi? Tidak mungkin. Aku tidak ada masalah apapun dengannya. Lalu siapa?" Dalam keadaan sudah kacau, Helena terpaksa mencari penginapan untuk dirinya beristirahat sementara. Tubuhnya sudah lelah, pikirkan sudah tidak karuan. Ketika dirinya hendak bangkit dari kursi taman. Sebuah notifikasi muncul saat bateri ponselnya sudah sekarat. "Kemanapun kamu pergi, saya akan cari. Dasar pelakor!"Helena benar-benar dibuat tersiksa oleh Gama yang terus bergerak di atas tubuhnya. Keringat membanjiri keduanya, teriakan Helena pun tidak membuat Gama menghentikan aktivitasnya. Kegiatan panas mereka kali ini terasa sangat menyiksa Helena. Tidak ada perasaan senang dan nyaman karena dilakukan dengan cara dipaksa."Hentikan Gama, kau gila ya ingin membuatku mati kelelahan?" teriak Helena dengan air mata yang hampir mengering. Sudah hampir 1 jam lamanya dia dibawah kendali pria ini. Gila tertawa mendengarnya, seakan bahagia melihat mantan kekasihnya tersiksa karena ulahnya. "Ya, aku memang gila, Helena. Sejak kau menghancurkan keluargaku, semua menjadi berantakan. Mama dan papa memutuskan berpisah, soalnya papa hilang entah kemana sebelum mereka resmi bercerai. Perusahaan ku bangkrut, membuat mama mengalami depresi. Sedangkan aku, demi mendapatkan hidup layak harus menjadi pasangan wanita yang usianya jauh di atasku. Itu semua karena ulahmu, Helena. Aku sengsara sedangkan kau bahagia
"Helena ada disini bukan? Sejak tadi dia mengawasimu." bisik Jeff membuat Aruna menatap waspada. "Jangan menunjukkan kewaspadaan mu, Ru. Karena itu membuat musuh akan semakin berhati-hati dalam bertindak." ujar Jeff membuat Aruna menghembuskan napas pelan. Memang sejak mereka dekat, keduanya mulai saling terbuka dengan masalah yang ada. Jadi wajar Jeff tahu tentang masalah Aruna dan Helena. "Kamu turut mengawasinya?" tanya Aruna dengan tatapan penuh selidik. Pria itu menggelengkan kepala sembari tersenyum tipis. "Lebih tepatnya aku mengawasimu, demi keselamatan mu." jawab Jeff membuat hati Aruna seperti berbunga-bunga. Namun segera gadis itu menepis perasaan senangnya karena teringat sesuatu. "Jangan berlebihan Jeff, Charlotte sudah menikah dengan Teo. Dia tidak akan lagi mengganggu ku." "Tidak ada yang tahu niat buruk seseorang seperti apa, Ru. Alangkah lebih baiknya kita berjaga-jaga. Seperti kamu yang tetap waspada pada Helena, meski kalian harusnya sudah tidak ada urus
Aruna menghela napas panjang lalu berbalik, melangkah kembali ke pintu masuk gedung. Ia berencana mencari informasi siapa pengusaha muda yang masih misterius ini. Sayangnya tidak satupun orang yang ditanyai memberikan informasi jelas pada Aruna. Beberapa mengatakan jika orang ini tidak pernah menampakkan diri ke khalayak umum sehingga malam ini adalah keberuntungan bagi mereka yang penasaran dengan sosoknya. Merasa tidak puas, Aruna berniat menelpon teman lamanya yang sudah lama terjun di dunia bisnis dan telah lama menetap di Amerika, sesuai negara asal sosok yang tengah ia cari identitasnya. Baru saja hendak menelpon, sebuah suara memanggilnya dari arah pintu. "Aruna! " Ia menoleh. Kak Rei berdiri di ambang pintu, wajahnya tampak kebingungan. "Kamu dari tadi kakak cari. Ayo, acara akan di mulai sebentar lagi. Semua tamu VIP sudah duduk ditempatnya." Aruna menelan kecewa, dan untuk sekarang biarkan Kak Rei tidak tahu dulu jika dirinya melihat Helena. "Baik, kak." Kak R
Jam menunjukkan pukul 8 malam, alunan suara biola menggema indah di ballroom hotel, suasananya ramai. Namun bagi Aruna ini tidak menyenangkan, seakan dejavu dengan kejadian di kehidupan lalu. Sedetik kemudian Arana mengalihkan pandangan ke arah panggung acara. Mencoba meneliti lebih jauh apakah ada hal yang mencurigakan di sana. "Aku tidak akan mengulang lagi kejadian memalukan itu." batinnya dengan sorot mata dingin. Ingatan Aruna terasa dipenuhi kejadian buruk yang menimpanya. Acara ulang tahun Perusahaan Giancarlo mendadak berantakan karena sebuah insiden besar. Nyonya Gian mendadak jatuh dari tangga saat hendak naik panggung. Dan orang tertuduh menjadi penyebabnya adalah dirinya sendiri, karena saat itu Aruna berada di belakangnya. Mengapa bisa terjadi? Tentu saja karena Helena. Entah apa yang dilakukan Helena sehingga bisa mempermalukan dirinya. Namun yang jelas, saat itu Helena juga ada di belakangnya. Dan malam ini, jika tidak benar semua masih sama seperti yang lalu, Arun
Meski terlihat janggal dengan jawaban yang Aruna berikan, Jeff mengangguk saja. Ia tak mau terlalu memaksa gadis ini, takut Aruna malah menjauhinya. Bagi Jeff, rencana Aruna terkesan sempurna. Semua alur kejadian sesuai dengan prediksinya. Namun perihal semua diketahui oleh Aruna karena pemberitahuan Charlotte jelas menyisakan tanda tanya besar bagi Jeff. Secara logika, tidak mungkin Charlotte mau membuka rahasianya sendiri terlebih pada Aruna yang dianggap musuh. Lama mengenal Charlotte, membuat Jeff paham bagaimanapun sifat Charlotte sebenarnya. Tapi baiklah, lagi dan lagi Jeff memilih tidak bertanya lebih jauh. Dia hanya berharap, apapun yang dipikirkan Aruna atau yang dikahwatirkan gadis ini, dia bisa selalu dilibatkan. Cukup jelas bukan keinginan Jeff? Dari sini saja bisa ditebak jika sedari awal Jeff memiliki ketertarikan pada Aruna. Gadis yang selama ini dia cinta adalah Aruna. Namun untuk sekarang bukan waktu yang tepat bagi Jeff mengungkapkan perasaannya. Terlebih setelah
"Aku tidak mengira kamu bisa membuat rencana sedetail ini. Bisa menebak apa yang Charlotte rencanakan, menyiapkan salinan rekaman CCTV, bahkan menghubungi Carl. Sejujurnya aku penasaran, bagaimana kamu bisa terpikir seperti ini, Ru?" Bukan tanpa alasan Jeff bertanya seperti ini, tingkah laku Aruna mendadak berubah h-3 jam sebelum acara ulang tahun mamanya dimulai. Aruna yang sebelumnya tampak ceria, menyapa papa, mama dan beberapa kerabat lainnya, setelah itu menarik Jeff ke tempat sepi. Ia pikir, Aruna ingin menghirup udara segar setelah menyapa orang-orang di dalam. Namun siapa sangka gadis ini malah mengatakan sesuatu yang cukup membuat Jeff terkejut. "Charlotte pasti akan datang." ujar Aruna dengan wajah sedikit tegang. Jeff mengerutkan keningnya. "Tidak mungkin, mama hanya mengundang Om Saddam dan Daisy, adik Charlotte, yang memang memiliki hubungan baik dengan mama." jawabnya cukup yakin, mengingat ia sudah memeriksa daftar undangan yang akan hadir malam ini. "Dia akan datan