Share

Diusir Oleh Aruna

Penulis: Kak_Anis07
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-14 09:59:14

Helena pulang saat waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Dia naik ojek online dan wajahnya ditutupi masker serta kacamata hitam.

"Ini bener rumahnya, neng?" tanya tukang ojek itu memastikan.

"Iya Pak, ini uangnya." Helena menjawab sambil membayar.

Dia melihat sekeliling, tidak ada siapapun. Merasa aman, segera dia membuka gerbang namun sepertinya terkunci dari dalam.

"Tumben jam segini udah di kunci?" Ujarnya dengan kesal.

"Pak Naryo, Pak Naryoooo, buka gerbangnya." Teriak Helena sambil memukul gerbang.

"Cepetan pak, saya mau masuk. Pak Naryo lagi apa sih kok lama banget?" Ujarnya dengan kesal.

Tidak lama, terdengar suara gebang dibuka. Helena merasa lega dan bersiap masuk. Namun tangan seseorang bergegas menghalanginya.

"Kak Aruna, kenapa gerbang ditutup lagi?" Helena melihat Pak Naryo, satpam rumah, tidak keluar sendiri. Melainkan ada Aruna dan Kak Luz. Juga membawa 2 buah koper ukuran besar yang Helena kenali sebagai miliknya.

"Kenapa koper ku dikeluarkan?" tanya Helena kembali.

"Terlepas dari pemberitaan mu hari ini, kamu sudah dewasa, Helena. Kami juga sudah lama menampung mu disini. Sekarang pergilah, mulai hidupmu yang baru dengan baik. Ini ada 50 juta, anggap saja uang saku dariku untukmu." Aruna mengatakan dengan tenang lalu menarik dua koper itu kedepan Helena serta meletakkan sebuah kartu ATM diatasnya.

Wajah Helena mematung sejenak. Antara bingung dan terkejut menatap Aruna dan Kak Luz secara bergantian.

"Kalian mengusir ku?" Ujarnya dengan suara tercekat.

"Anggap saja begitu. Kami tidak mau menampung orang yang suka menampilkan masalah. Kejadian hari ini benar-benar mengejutkan kami semua, Helena. Bahkan keluarga papamu turut mengkonfirmasikan kebenarannya. Kamu diminta pulang karena kondisi papamu semakin memburuk."

Bukan Aruna yang menjawab tapi Kak Luz. Selama ini, Luz selalu diam dan tutup mata atas sikap Helena yang terlihat seenaknya sendiri pada Aruna. Itu karena Aruna selalu membela Helena dan memaklumi sikapnya. Namun sejak Gama dan orang tuanya datang ke rumah, Luz bisa melihat perubahan sikap Aruna yang signifikan. Gadis ini berubah tidak peduli pada Helena.

Itu membuat Luz yang selama ini diam, kini berani mengeluarkan kekesalan pada Helena.

"Apa hak Kak Luz mengatakan itu? Kak Luz hanya orang luar yang masuk ke keluarga kami." Bentak Helena membuat wajah Aruna menatap tajam dirinya.

PLAKKKK

Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri Helena. Pelakunya ada Aruna.

"Selama ini aku terlalu memanjakannya mu, ya? Sehingga kamu berani kurang ajar dengan Kak Luz." Kata Aruna dengan dingin.

Helena mengusap pipinya, terasa panas sekali. Dia tidak menyangka Aruna bisa bersikap kasar seperti ini.

"Kak Luz adalah istri Kak Rei, anak pertama ayahku, pemilik rumah ini. Dia dulu memang orang luar, namun sekarang dia juga anak ayah. Dibandingkan denganmu, jelas kamu orang luarnya. Meski ibuku dan papamu saudara kandung, namun itu tidak ada hubungannya dengan keluargaku saat ini. Pergilah, Helena! Kamu punya 2 pilihan. Pulang ke rumah kakek atau hidup sendiri diluar sana." Lanjut Aruna lalu menarik Lux masuk.

"Pak Naryo, jangan izinkan dia masuk rumah ini. Aku tidak mau keluargaku ikut terkena imbasnya. Apalagi kabar terbaru mengatakannya jika Helena simpanan pejabat." Ungkap Aruna membuat Helena melotot tajam.

Segera Helena mengambil koper dan ATM. Untung saja ada taxi lewat sehingga dirinya bisa segera meninggalkanmu tempat ini. Perkataan Aruna membuatnya semakin takut dikejar-kejar wartawan lagi.

Susah payah dia keluar dari kampus dengan meminta bantuan salah seorang dosen yang pernah tidur dengannya. Kini setelah keluar harus menghadapi berita terbaru.

"Bukannya aku dan Om Johan selalu menempati vila luar kota. Kenapa berita ini bisa ikut tersebar?" Batin Helena segera menghubungi nomor Om Johan, sugardaddy-nya.

Namun teleponnya ditolak. Tidak lama ada pesan masuk, mengatakan bahwa mulai sekarang mereka tidak ada hubungan apapun.

Tentu Helena kesal membacanya. Bagaimanapun mungkin dalam keadaan genting seperti ini diri disampaikan begitu saja.

Helena mencoba menghubungi nomor itu kembali namun sepertinya dia sudah diblokir.

"Arkhh... sialan Om Johan." ujarnya mengungkapkannya kekesalan.

"Mbak maaf, ini tujuannya kemana ya?" Tanya sopir taxi itu dengan hati-hati.

Helena mengatur napas sejenak, dia baru menyadari masih dalam taxi.

"Ke Apartement Setiabudi, ya pak." Jawabnya dengan cepat.

Pikiran Helena benar-benar kalut, dari pagi sampai malam dirinya belum beristirahat sama sekali. Hari ini di penuhi ke panikan yang tidak ada habisnya.

Kembali pada Aruna yang tengah makan malam bersama ayah, Kak Rei, Kak Luz dan Mecca. Makan malam ini terasa lebih hangat, mungkin karena sudah tidak ada Helena.

"Kakek tadi menghubungi ku lagi. Menayangkan apakah Helena pulang kesana namun aku jawab tidak tahu. Yang jelas Helena sudah kita keluar dari rumah ini sesuai keinginan kakek." Ujar Kak Rei sembari menikmati kopi miliknya.

"Besok sore kita kesana, menjenguk Om Dean. Kasihan dia pasti stres karena ulah istri dan anaknya." Kata Ridwan diangguki oleh mereka.

"Aruna tidak mungkin pulang ke rumah kakek, ayah. Dia pasti malu dan takut kena amukan kakek. Belum lagi tatapan ketidaksukaannya dari yang lain. Dibandingkan kembali ke rumah kakek, Helena pasti lebih memilih opsi lain." Ungkap Aruna yang sejak tadi entah memikirkan apa.

"Setidak dia sudah keluar dari rumah ini. Agar kita tidak terbawa-bawa. Apalagi istri pejabat itu seorang pengacara hebat. Bisa-bisa perusahaan juga ikut terkena imbasnya."

Aruna segera menenangkan ayahnya. "Ayah jangan khawatir, kita bersih dari masalah Helena. Tidak ada yang mengenali Helena bagian dari Keluarga Mahesa. Bahkan nama Hermawan juga tidak melekat di namanya."

Hermawan adalah nama besar keluarga kakeknya dari pihak ibu. Sejak Helena lahir, keluarga besar ibunya tidak mau menambahkannya nama itu pada Helena.

Ditempat lain, tepatnya rumah Keluarga Gama. Tante Lisa sedang mengomeli Gama setelah melihat pemberitahuan hari ini.

"Lihat itu, masih mau dengan Helena? Dia wanita murahan, Gama. Dengan pria manapun juga mau selagi menguntungkan. Bahkan isi otaknya juga kosong. Buat skripsi aja joki. Bikin malu aja kalo kamu sampai nikah sama dia."

Gama menundukkan kepala sambil tangannya terkepal erat. "Gama tidak akan menikah dengannya, ma. Gama sadar dia tidak bisa diandaikan."

"Harusnya dari dulu kamu sadar. Sekarang lihat sendiri, Aruna sudah tidak mau lagi denganmu. Akibat kamu tergila-gila dengan Helena. Makan itu cinta yang membuat penglihatan mu jadi buta. Dikasih Aruna yang sempurna tapi lebih memilik barang tidak berguna."

Sejak awal Tante Lisa sudah tidak suka Helena. Dari segi penampil dan pembawaan tidak mencerminkan wanita yang tahu adab. Namun Gama kekeh menginginkan Helena sebagai kekasihnya.

Hari itu Gama pulang membawa seorang wanita yang tak lain adalah Helena.

"Ma, pa, kenalkan ini Helena. Dia masih sepupu dengan Aruna. Kami tidak sengaja bertemu dicafe dan sudah menjalin kedekatan hampir 2 bulan."

Begitulah Gama memperkenalkan Helena pada orang tuanya. Pertemuan Helena dan Gama terjadi jauh sebelum Aruna jatuh cinta dengan Gama. Namun karena Tante Lisa tidak setuju Gama bersama Helena, hubungan keduanya dijalani secara sembunyi-sembunyi. Sehingga wajar jika Aruna tidak tahu.

Kembali pada Tante Lisa yang terus mengomeli Gama.

"Sudah begini mau bagaimana? Aruna tidak suka kamu. Helena yang kamu andalkan untuk masuk Perusahaan Mahesa juga malah terkena masalah besar. Lalu bagaimana kita bisa mengembangkan perusahaan?" Ujar Tante Lisa pusing memikirkan rencana mereka yang gagal.

"Papa rasa kamu harus kembali mendekati Aruna, Gama. Buat dia jatuh cinta lagi denganmu. Keluarga mereka kaya, kita tidak bisa melepaskannya begitu saja." Om Gandi yang sejak tadi diam kini mulai membuka suara.

Gama mendesah pelan, mengusap wajahnya dengan kasar. "Bagaimana caranya, pa?" tanyanya frustasi. "Papa lihat sendiri kemarin, tatapan Aruna padaku seperti orang yang menaruh kebencian."

Gama tentu sadar akan hal itu. Aruna bukan seperti yang ia kenal. Seakan diantara mereka ada dendam yang harus dibayarkan.

"Jika sekedar aku yang selalu mengabaikannya, aku rasa itu hal biasa. Toh aku tidak pernah menyakiti Aruna dengan memperlakukan kasar." Lanjut Gama ikut memikirkan apa kesalahan yang telah ia buat pada Aruna.

"Dia tidak tahu kan jika kamu dan Helena menjalin hubungan dibelakangnya?" sahut Tante Lisa mendekati Gama.

"Aku yakin dia tidak tahu. Selama ini aku dan Helena selalu bertemu ditempat yang aman. Ditempat yang Aruna sendiri tidak akan pernah datang kesana." jawab Gama dengan yakin.

"Apa Aruna pernah meminjam teleponmu? Dan menemukan isi chat mu dengan Helena?" Ujar Om Gandi namun lagi-lagi Gama menggeleng kepala.

"Aku tidak pernah mengizinkan siapapun memakai ponselku, pa. Jangankan Aruna, Helena saja tidak pernah."

Mereka mendadak diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Tidak lama, ponsel Gama bergetar.

"Helena... " ucap Gama lirih namun didengar orangtuanya.

Wajah Tante Lisa semakin menunjukkan ketidaksukaan. "Untuk apa wanita itu menghubungi kamu?"

Gama meminta mamanya untuk tenang. Segera dia angkat telepon Helena karena ingin tahu tujuan wanita itu.

"Ada apa?" tanya Gama dengan datar.

"Tampung aku dirumahmu. Aruna mengusir ku dari rumah." Jawab Helena di sebrang telepon.

"Menampung mu? Mimpi saja. Kamu sudah mnimbulkan masalah besar dan kini ingin melibatkan aku? Tidak bisa!"

"Gama, ingat ya aku masih kekasihmu. Jika kamu berani mencampakkan aku, jangan salahkan jika namamu ikut aku seret juga." Ancam Helena membuat Gama semakin marah.

"Bawa saja namaku jika kamu berani. Urusi hidupmu sendiri, kita putus!" Telepon langsung dimatikan oleh Gama.

"Apa katanya?" tanya Om Gandi cemas. "Dia mengancammu?"

"Iya, dia ingin aku menampungnya. Tapi aku tidak mau terlibat urusan apapun dengan Helena. Dan aku mengatakan putus." Jawab Gama mendesah kesal.

Raut penuh kelegaan terlihat di wajah orang tua Gama.

"Baguslah, mama senang kamu sudah mengakhiri hubungan dengan wanita itu. Sekarang lebih baik kita pikiran bagaimana cara mendekati Aruna lagi." Kata Tante Lisa mulai tenang.

Disisi lain, Helena berteriak kesal karena masalahnya tidak selesai-selesai.

Niat awal ingin tinggal di apartemen yang sempat dibelikan Om Johan, tapi sekarang apartemen bukan lagi milik pria itu. Alhasil Aruna turun dengan perasaan dongkol.

Sempat menghubungi teman dekatnya namun semua menolak membantu Aruna. Mereka malu memiliki teman yang dicap sebagai pembohong dan wanita simpanan.

Dan orang terakhir yang dihubungi adalah Gama, kekasihnya. Berharap Gama mau menampungnya untuk sementara waktu. Tapi jawaban Gama malah membuatnya semakin kesal.

"Gama, sialannn... "

"Dalam keadaan seperti ini kamu malah memutuskan aku."

Helena bingung, cemas dan kesal. Tidak ada tempat untuknya berlindung.

"Sebenarnya siapa pelaku penyebar foto dan video itu?" Pikirnya mencoba menerka-nerka. "Pen joki skripsi? Tidak mungkin. Aku tidak ada masalah apapun dengannya. Lalu siapa?"

Dalam keadaan sudah kacau, Helena terpaksa mencari penginapan untuk dirinya beristirahat sementara. Tubuhnya sudah lelah, pikirkan sudah tidak karuan.

Ketika dirinya hendak bangkit dari kursi taman. Sebuah notifikasi muncul saat bateri ponselnya sudah sekarat.

"Kemanapun kamu pergi, saya akan cari. Dasar pelakor!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Kecemburuan Jeff

    Meski terlihat janggal dengan jawaban yang Aruna berikan, Jeff mengangguk saja. Ia tak mau terlalu memaksa gadis ini, takut Aruna malah menjauhinya. Bagi Jeff, rencana Aruna terkesan sempurna. Semua alur kejadian sesuai dengan prediksinya. Namun perihal semua diketahui oleh Aruna karena pemberitahuan Charlotte jelas menyisakan tanda tanya besar bagi Jeff. Secara logika, tidak mungkin Charlotte mau membuka rahasianya sendiri terlebih pada Aruna yang dianggap musuh. Lama mengenal Charlotte, membuat Jeff paham bagaimanapun sifat Charlotte sebenarnya. Tapi baiklah, lagi dan lagi Jeff memilih tidak bertanya lebih jauh. Dia hanya berharap, apapun yang dipikirkan Aruna atau yang dikahwatirkan gadis ini, dia bisa selalu dilibatkan. Cukup jelas bukan keinginan Jeff? Dari sini saja bisa ditebak jika sedari awal Jeff memiliki ketertarikan pada Aruna. Gadis yang selama ini dia cinta adalah Aruna. Namun untuk sekarang bukan waktu yang tepat bagi Jeff mengungkapkan perasaannya. Terlebih setelah

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Rencana Aruna

    "Aku tidak mengira kamu bisa membuat rencana sedetail ini. Bisa menebak apa yang Charlotte rencanakan, menyiapkan salinan rekaman CCTV, bahkan menghubungi Carl. Sejujurnya aku penasaran, bagaimana kamu bisa terpikir seperti ini, Ru?" Bukan tanpa alasan Jeff bertanya seperti ini, tingkah laku Aruna mendadak berubah h-3 jam sebelum acara ulang tahun mamanya dimulai. Aruna yang sebelumnya tampak ceria, menyapa papa, mama dan beberapa kerabat lainnya, setelah itu menarik Jeff ke tempat sepi. Ia pikir, Aruna ingin menghirup udara segar setelah menyapa orang-orang di dalam. Namun siapa sangka gadis ini malah mengatakan sesuatu yang cukup membuat Jeff terkejut. "Charlotte pasti akan datang." ujar Aruna dengan wajah sedikit tegang. Jeff mengerutkan keningnya. "Tidak mungkin, mama hanya mengundang Om Saddam dan Daisy, adik Charlotte, yang memang memiliki hubungan baik dengan mama." jawabnya cukup yakin, mengingat ia sudah memeriksa daftar undangan yang akan hadir malam ini. "Dia akan datan

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Melewati Batas

    BRUGHH BRUGHH BRUGHHKembali Carl melayangkan pukulan, kali ini menghantam pundak dan perut Teo. "Jawab Teoo, jangan diam sajaa." Desak Carl. "Charlotte melewati batas. Mengatakan jika aku hanya seonggok sampah tanpa uluran tangan opa kalian. Jika saja orang tuaku tidak meninggal karena ditabrak mobil mama kalian, jelas opa tidak akan mau menampung hidupku selama belasan tahun lamanya. Bahkan sampai ikut mewarisi bisnis keluarga." Akhirnya Teo buka suara. Jawaban yang membuat Carl mendadak diam dan mundur beberapa langkah. Bahkan oma yang berniat memarahi Teo juga mengurungkan niatnya. "Aku tahu di antara kita tidak ada hubungan darah. Keberadaan ku di keluarga besar kita tidak pernah benar-benar dianggap. Termasuk mama, sejak awal tidak bisa menerima kehadiran ku, bukan?" ujar Teo beralih menatap oma yang berdiri di samping Carl. "Teo, bukan begitu... " "Tidak usah mengelak ma, aku tahu saat papa memberikan salah satu bisnis untuk aku kelola mama menentangnya. Mengatakan aku h

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Teo Albern

    Kamar dengan furnitur full berwarna maroon menjadi tempat yang sangat ingin ia tinggalkn. Bukan karena kotor atau bernilai murahan, namun karena penyedia kamar ini adalah sosok pria yang paling di benci. Charlotte menganggap, pria ini adalah penyebab utama kenapa dirinya menjadi hancur hingga terpuruk seperti ini. "Terima saja keputusan ini, Char. Ini memang sudah takdir yang tidak akan pernah bisa kamu ubah. Anak dalam perutmu, adalah anakku." Charlotte menatap pria di depannya, berdiri dengan sorot mata bahagia meski terlihat jelas bekas pukulan juga tertinggal di wajahnya. Itu adalah Teo yang baru kakaknya hajar habis-habisan di depan opa, oma dan Daisy. Teo Albern, usianya 30 tahun dan masih lajang. Meski tampan dan mapan, Teo tidak pernah masuk dalam kriteria pria idamannya. Alasan pertama, karena Teo adalah anak angkat kakeknya. Charlotte merasa tidak pantas saja menikah dengan orang yang notabene om sendiri. Alasan kedua, karena Teo memiliki tempramen buruk. Tidak segan bert

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Kemarahan Carl

    Seorang wanita meronta-ronta saat dirinya dipaksa masuk ke dalam rumah. Kedua tangannya terikat, dan mulutnya di tutup dengan kain. Cukup miris melihatnya namun ini yang terbaik untuk sementara waktu. "Letakkan disana!" Perintah Carl pada dua orang pria. "Astaga, Charlotte. Kalian apa cucuku sampai jadi seperti ini?" Teriak seorang wanita yang rambutnya telah memutih. Wanita itu bergegas menghampiri cucunya. "Oma boleh di dekatnya asal tidak membuka ikatannya. Biarkan Charlotte dalam keadaan seperti itu agar tidak mencelakai orang lain." kata Carl dengan nada tegas seolah tidak bisa dibantah. Wanita memang Charlotte, yang sengaja Carl perlakukan cukup kasar karena tidak tahan dengan sikap adiknya yang marah membabi buta. Oma mengangguk pelan, sudah sangat paham dengan sikap tegas Carl. "Astaga, kenapa dengan tanganmu, Carl?" Oma kembali terkejut mendapati tangan kanan Carl dibalut kain kasa. "Kak Charlotte tidak sengaja melukainya, Oma." Daisy yang menjawab, gadis itu terlihat

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Wanita Harus Tahu Malu, Charlotte!

    Tatapan Aruna masih terfokus pada Charlotte, kemudian mengatakan sesuatu yang membuat banyak orang mencari nama yang disebutnya. Termasuk Charlotte dan papanya. "Tidakkah kau ingin keluar dari tempat mu, Tuan Carl Deon Saddam?" Charlotte menoleh ke segala arah untuk mencari nama yang disebut Aruna. Wajahnya panik ketakutan, jelas dia tidak mengira akan secepat ini bertemu dengan kakaknya, Carl. "Aku disini, Charlotte!" Suara seorang pria terdengar dari atas tangga yang pegangannya dihiasi aneka bunga segar. "Kakak... " Daisy memanggilnya dengan suara lirih dan wajah berseri. "Carl, kenapa dia bisa disini?" Saddam, terlihat jelas raut wajah keterkejutan saat mendapati anak sulungnya berasa di mansion Keluarga William. "Kak Carl... " ucap Charlotte dengan nada suara gemetar. Wajah penuh keberaniannya mendadak redup, digantikan ekspresi ketakutan mendalam. Aruna dan Jeff tampak tenang dan tersenyum tipis menyambut kedatangan pria berbadan tegap di hadapan mereka."Maaf harus menyi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status