Di suatu hari yang cerah, Laura terlihat sudah sangat rapi dengan gaun merah di atas lutut dan riasan wajah yang membuatnya semakin mempesona.Laura sama sekali tidak mengerti mengapa Angel mendadani dirinya seperti ini. Setiap kali Laura bertanya, Angel selalu menjawab, "Tidak tau, Nona. Ini adalah perintah."Sekarang Laura sedang berdiri di tengah-tengah sebuah taman besar yang sangat indah.Tidak hanya keindahan alami, bahkan dekorasi khusus pun ikut berperan dalam menghiasi.Laura sama sekali tidak ingat bahwa ini adalah hari perempuan sedunia. Ya, itu berarti Leon akan menyatakan perasaan padanya di hari ini juga.Sudah hampir lima menit Laura berdiri, ia pun merasa bosan dan memutuskan untuk jongkok saja. Ia bahkan tidak tahu siapa yang sedang dia tunggu."Semoga tidak ada yang lihat," kata Laura yang langsung jongkok di tempat dengan pakaian serta riasan mewah yang ia kenakan.Tapi tidak lama kemudian Leon datang dan berjalan santai menuju ke arah Laura. Spontan, Laura segera
"Leon, terima kasih untuk segalanya. Aku tak akan pernah melarangmu jika kamu ingin menganggap bahwa aku adalah wanita terburuk, wanita keji, atau apa pun itu.""Tidak, Laura. Aku tidak akan mungkin menganggapmu seperti apa yang baru saja kamu sebutkan. Justru aku salut pada kesetiaanmu terhadap pasangan.""Oh ya, satu lagi. Karena kemungkinan besar perpisahan ini akan menjadi selamanya dan kita tidak akan bertemu lagi, jadi aku hanya punya satu kesempatan untuk menyampaikan sebuah permintaanku padamu. Apa kamu keberatan untuk memenuhinya?""Tidak, Leon. Tidak! Aku berjanji akan memenuhinya untukmu. Karena selama ini kamu sudah sangat baik padaku," balas Laura dengan penuh keyakinan."Baiklah. Aku ingin kamu terus menjadi Laura yang aku kenal. Menjadi wanita yang selalu berbuat baik pada siapa pun, tidak boleh telat makan dan selalu menjaga kesehatan di mana pun kamu berada.""Hanya itu saja?" tanya Laura.Leon mengedipkan kedua matanya serentak. Menandakan bahwa tebakan Laura benar.
Di bawah gelapnya langit malam, Laura berjalan sendirian tanpa arah.Ia tidak tau ke mana harus membawa dirinya pergi. Bahkan tempat tinggal saja juga tidak punya.Laura merasa sangat lapar. Perutnya sudah berisik meminta makan. Sangat perih rasanya.Setiap kali melihat orang-orang lewat sambil membawa cemilan atau minuman, Laura merasa ingin sekali bisa membelinya. Tapi apalah daya dia yang bahkan uang di dalam dompetnya saja tinggal sedikit.Sambil berjalan, Laura terus memainkan kedua kakinya dengan menendang-nendang batu kecil yang ada di depan dia untuk menghilangkan kegalauan.Tiba-tiba batu itu mendarat di depan sebuah warung 24 jam yang masih terbuka lebar.Merasa sudah tak tahan, Laura memutuskan untuk membeli makanan di sana saja.Laura masuk ke warung tersebut dan melihat seorang anak laki-laki yang sedang berdiri di samping etalase.Laura memilih beberapa roti dari sebuah keranjang biru dan mengambil segelas air mineral dari dalam kulkas."Dek, Kakak beli ini," ucap Laura
Leon memainkan tepian gelas bir dengan jari telunjuknya.Bayang-bayang sudah mulai buram. Penglihatan tak sejelas biasanya."Satu botol lagi!" kata Leon pada seorang barista."Maaf, Tuan. Apakah Anda yakin? Malam ini Anda sudah minum terlalu banyak. Bahkan lebih banyak dari biasanya," kata barista yang sudah mengenal Leon lumayan lama.Leon tak menjawab dan malah melempar tatapan tajam padanya. Ia tidak bicara satu kata pun, tapi bisa membuat barista itu langsung ketakutan."Ba---baik, Tuan. Akan saya ambilkan," jawabnya gugup.Berselang beberapa menit, barista itu datang dan memberikan apa yang Leon pesan tadi."Ini, Tuan," jawabnya yang kemudian bergegas meninggalkan Leon sendirian.Dari kejauhan terlihat beberapa wanita muda yang tengah tertawa dan berbincang-bincang satu sama lain.Di antaranya ada yang masih sadar dan ada juga yang sudah setengah mabuk.Salah satu di antara mereka menoleh ke sana kemari. Entah apa yang sedang dia cari, sepertinya tidak ada.Melihat seorang pria y
Saat matahari terbit, Felix sedang merapikan kemejanya dan sudah siap berangkat ke kantor.Hari ini senyum tak menyertai wajah Felix. Ia benar-benar tidak tenang karena perasaan bersalah yang terus mengganggu tidurnya semalam.Saat Felix melangkah menuju pintu rumah, ia berpapasan dengan Leon yang hendak masuk ke rumah tersebut.Langkah Felix terhenti, ia melirik kakaknya yang baru pulang entah dari mana."Apa dia habis mabuk lagi?" tanya Felix dalam hati.Melihat Leon jalan tanpa menyapanya, Felix berbalik badan."Kak Leon telah kembali seperti dulu lagi. Dan semua ini adalah kesalahanku. Seharusnya kemarin aku membiarkan Kak Laura menerima perasaan Kak Leon lebih dulu, baru aku mengabarinya tentang keberadaan Devano," gumam batin Felix.Tidak mau mengganggu Leon, Felix kembali melanjutkan langkahnya menuju halaman rumah untuk menghampiri supir yang sudah menunggu dia.Di walking closed, Leon bercermin di depan kaca. Ia menatap dirinya sendiri dan memperhatikan wajahnya.Entah apa ya
Laura terus mencari resep makanan yang cocok untuk usaha baru yang akan ia jalankan."Daripada uang yang Vincent berikan menjadi sia-sia, lebih baik aku memutarnya untuk buka usaha kecil-kecilan saja," tutur batin Laura.Sudah lebih dari lima resep yang Laura tandai, tapi ia belum bisa menemukan yang paling cocok dengan kemampuannya. Ia mencari dan terus mencari tanpa kata lelah. Hingga di sebuah website ia menemuka tentang rekomendasi cara membuat nasi uduk.Laura menganggap bahwa memasak nasi uduk adalah hal yang tidak terlalu sulit dan kemungkinan ia bisa melakukannya, meskipun belum pernah sama sekali.Melihat bahan dan cara memasaknya, Laura terus menghafalkan satu per satu. Terkadang ia juga mencatatnya di sebuah buku kecil agar tidak lupa."Selesai," kata Laura sembari menutup buku tersebut.Mengingat bahwa ponsel yang masih ia gunakan itu adalah pemberian Leon, Laura berniat untuk mengembalikannya sekarang juga
Di bawah langit yang masih redup, Laura sudah tiba di lapak yang akan ia pakai untuk berjualan.Ia menempati sebuah lapak kosong di sebelah para pedagang lain yang juga mengais rejeki di tempat yang sama.Dengan penuh semangat Laura menyusun semua barang bawaan ke atas sebuah meja lipat yang ukurannya cukup besar. Kebetulan ia mendapatkan meja tersebut dari hasil pinjam ke salah satu tetangga baiknya.Setelah selesai menyusun semuanya dengan rapi, kini Laura duduk manis sembari mengamati para pengendara yang berlalu-lalang di hadapan dia.Meski belum ada satu pun yang datang, Laura tetap tidak mengeluh karena tau bahwa semuanya butuh proses dan tidak ada yang instan.Benar saja. Tak lama kemudian, datang beberapa pembeli yang membeli dagangan Laura.Hatinya begitu senang. Ia benar-benar sangat antusias melayani pembeli tersebut."Pagi-pagi sekali buka dagangannya, Neng," ucap salah seorang di antara mereka.Laura tersenyum kecil seraya menjelaskan bahwa dia terlalu bersemangat hingga
Suatu hari Laura sedang membuat banyak pesanan karena ada salah satu pelanggan dia yang memesan untuk sebuah acara. Tapi kali ini pesanan yang harus Laura tangani jauh lebih banyak dari yang dipesan oleh temannya Galen tempo hari.Bukan sesuatu hal yang mudah jika dilakukan hanya seorang diri. Hingga Tuhan mengirimkan bantuan untuk Laura dengan mendatangkan Vincent ke kontrakannya.Awalnya Vincent hanya ingin berkunjung saja dan melihat kondisi Laura terkini. Tapi menyadari bahwa ada wangi sedap dari dalam, Vincent menebak jika Laura sedang membuat masakan enak.Mendengar ketukan pintu, Laura mengecilkan api kompor terlebih dahulu dan melihat siapa yang datang."Vincent?" ucap Laura kaget.Vincent tersenyum lebar melihat wanita cantik yang menyambut kedatangannya. Apalagi dengan rambut diikat, membuat Laura terlihat jauh lebih mempesona karena berbeda dari biasanya."A---ada apa, ya?" gugup Laura. Ia bukannya tidak senang jika Vincent mengunjungi tempat tinggalnya. Hanya saja ia taku