Laura sedang berada di sebuah toko barang antik yang dulu sering ia jumpai bersama ibunya.Melihat kondisi toko yang sedang ramai, Laura berinisiatif untuk berpura-pura memilih barang-barang antik terlebih dahulu.Melihat banyak gelas yang menggemaskan dan menarik, tentu ia sangat ingin membelinya. Apalagi ibu Laura juga suka mengoleksi barang seperti ini.Laura kembali mengalihkan pandangannya ke meja khusus pembayaran dan melihat apakah masih ada pembeli lain di sana atau tidak. Dan ternyata sudah kosong, alias sudah tidak ada siapa-siapa lagi selain dia dan si pemilik toko.Laura memberanikan diri untuk mendekat ke arahnya. Kedua tangan saling mengepal erat di depan tubuh.Meski mereka sudah kenal sangat lama, tapi Laura juga sedikit segan untuk menyapa karena entah berapa lama mereka sudah tidak bertemu lagi."Laura? Kau Laura, 'kan? Putrinya Bu Manda."Si pemilik toko mulai mengenali wanita di hadapannya. "I---iya, Pak," balas Laura gugup sambi berusaha untuk tersenyum."Ada kep
Leon bangun dari duduknya dan hendak meninggalkan Vincent.Dengan santainya Vincent mematikan sumbu rokok pada tanah rumput di taman tersebut.Leon melirik Vincent dengan tajam."Jangan lakukan itu lagi karena bisa merusak taman ini," ujar Leon yang langsung tegas dalam sekejap. Kedua telapak tangannya dimasukkan ke dalam saku celana.Akhir-akhir ini Leon terlihat sangat sensitif jika membahas soal pasangan. Padahal dulu sebelum mengenal Laura, dia tak pernah mau menanggapi serius tentang dunia percintaan.Vincent tersenyum tipis. Ia kagum pada Leon yang sejak dulu selalu berani menegurnya jika salah. Walaupun terkadang Vincent juga sering melanggar dan tidak mau mendengarkan nasihat Leon."Baiklah, aku akan segera kembali ke apartemenku. Lain kali mungkin aku akan datang ke sini lagi," seru Vincent yang juga langsung bangun dari duduknya.Kemudian ia berjalan cepat menyusuli dan melewati Leon. ***Launa dan Devano tengah asik berbelanja di sebuah mall yang paling terkenal dengan kem
"Aku khawatir jika alam seindah ini bisa hancur karena dipandangi oleh manusia sepertimu."Sontak suara seorang pria yang tidak asing di telinga berhasil memaksa Laura untuk membuka matanya.Laura yang kaget langsung berdiri dan menghadap ke belakang."Devano, sedang apa kau di sini? Apa masih belum puas kau menyakitiku?" tanya Laura.Devano malah tertawa kecil."Apa kau bilang? Menyakitimu? Cih!!""Memangnya sejak awal siapa yang memulainya duluan? Bukankah kau yang selingkuh dengan pria brengsek itu?"Mendengar sebutan 'Pria Brengsek', Laura langsung paham siapa yang dimaksud oleh Devano."Berhentilah menghina Leon! Dia tidak salah apa-apa. Kau boleh menuduhku telah berselingkuh atau apa pun itu, tapi jangan pernah bawa-bawa Leon dalam hal ini.""Astaga ... sepertinya ada yang marah saat nama selingkuhannya dicemari oleh mulutku," ujar Devano menyinggung Laura.Dengan langkah perlahan, Devano maju mendekati Laura sambil mendorong pundak wanita itu sedikit demi sedikit.Laura yang ti
Mendengar ucapan Leon, tentu Harry sangat terkejut. Bagaimana bisa mereka menyudahi suatu hubungan dalam waktu singkat. Bahkan dia sendiri sampai tidak tau akan hal itu."Tapi bukankah kalian sudah bertunangan?" tanya Harry lagi.Damian, Felix, dan Galen hanya mendengarkan percakapan mereka saja."Memangnya kenapa jika sudah bertunangan? Apakah sepasang tunangan tidak boleh berpisah?" balas Leon yang malah berbalik tanya.Sontak jawaban sang kakak membuat Harry terdiam. Apa yang Leon katakan tidaklah salah. Berapa lama pun sebuah hubungan dibangun, sebesar apa pun cinta di dalamnya, tetap saja akan ada kata perpisahan sebagai akhir dari pertemuan.Leon sudah tak ada nafsu makan lagi dan hendak lekas pergi menuju kantor.Saat ia sedang mengeluarkan mobil dari halaman rumah, tiba-tiba ia berpapasan dengan sebuah truk besar yang sedang menurunkan banyak barang ke sebuah rumah yang berada tepat di sebelah kediamannya.Awalnya Leon tak peduli siapa yang baru saja pindahan. Tapi tiba-tiba A
"Bu, waktu itu aku memang sudah menjalankan rencanaku dengan baik. Aku telah mengirim Laura ke rumah Leon. Aku yakin kehidupannya sangat bahagia di sana.""Tapi entah kenapa tiba-tiba Laura dan Leon sudah tidak tinggal bersama lagi. Bahkan waktu itu Laura juga datang ke bengkelnya Devano sambil menangis dan mengatakan bahwa ia telah menolak cinta Leon hanya demi pria bajingan itu.""Sepertinya Leon sudah sempat menyatakan perasaan padanya, tapi ia menolak."Launa menjelaskan dengan panjang lebar."Namun, sampai sekarang aku tak pernah lelah untuk menghasut Devano agar menunjukkan sikap busuknya di depan Laura. Semakin sering Devano menyakiti perasaan Laura, maka itu akan membuat Laura semakin yakin jika Devano bukanlah pria baik.""Waktu itu aku juga sempat bertemu dengan Laura yang tengah duduk melamun di tepi danau. Aku menyuruh Devano untuk mengganggunya agar Laura semakin benci pada pria itu. Tapi dengan penuh kebodohan, si Devano malah berniat untuk mencelakai dan berniat mendoro
Tok, tok, tok!!Leon mendengar suara ketukan pintu dari bilik kamar."Masuk!" ujar Leon tegas."Permisi, Tuan Leon. Di bawah ada Nona Laura yang datang dan sedang menunggu Tuan," jelas Angel."Apa!! Laura?" Leon tak percaya mendengarnya.Namun, seketika ketidakpercayaannya itu dipatahkan oleh anggukan Angel."Baiklah, saya akan segera turun."Saat sedang menuruni anak tangga, Leon memang melihat sosok wanita yang tengah menunggu dirinya."Laura," panggil Leon pelan.Wanita tersebut menoleh santai. Kemudian ia tersenyum melihat bahwa Leon sudah berada tepat dibelakangnya."Ada yang mau aku bicarakan padamu," ujar wanita itu.Sampai saat ini Leon masih tak curiga sama sekali. Ia belum sadar bahwa orang yang ada di hadapannya bukanlah Laura melainkan Launa. Benar, wanita yang akhir-akhir sedang ia cari untuk meminta pertanggung jawaban."Tapi aku tidak mau kita membicarakannya di sini karena takut di dengar oleh para pelayanmu," jelas Launa sambil melirik ke sana kemarin.Leon yang masi
Laura dan Vincent tengah menikmati kebersamaan di sebuah pasar malam yang tidak jauh dari kontrakan Laura.Saat dirinya sedang membereskan rumah, tiba-tiba Vincent datang dan mengajak Laura untuk menikmati udara malam di luar.Tentu Laura tak bisa menolak. Bagaimana pun juga semua Vincent sudah sangat berjasa untuknya."Kau mau makan apa?" tanya Vincent pada Laura."Terserah kau saja," balas Laura. Ya, balasan yang biasa dipakai oleh sejuta kaum hawa."Bagaimana kalau bakso saja. Apa kau suka bakso?" tanya Vincent lagi.Laura mengangguk kecil.Dengan segera Vincent menggandeng tangan Laura dan menuntunnya ke sebuah kedai bakso paling ramai yang ada di sana."Apa sebelumnya kau sudah pernah ke pasar malam?" tanya Laura basa-basi.Vincent menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis."Belum. Ini adalah pertama kalinya.""Orang kaya sepertimu pasti selalu makan di tempat ya mewah. Iya, 'kan? Apa kau tidak merasa risih jika makan di tempat sederhana seperti ini?" Laura sedikit ragu dan
Vincent mengantarkan Laura pulang ke kontrakannya."Jangan tidur terlalu malam," pesan Vincent sambil mengacak pelan rambut Laura."I---iya," jawabnya gugup.Tak ingin berlama-lama lagi, Vincent langsung bergegas untuk meninggalkan tempat."Baiklah, aku pergi dulu.""Hati-hati, Vincent. Jangan terlalu kencang bawa mobilnya." "Tenang saja, Nona Cantik," balas Vincent sambil meledek Laura.Setelah beberapa menit berlalu, kini ia sudah sampai di apartemennya dan bergegas meraih sebuah sofa untuk mengistirahatkan diri di atas sana.Vincent membuka jas yang dia pakai dan melemparkannya ke atas sofa yang sama.Kemudian ia duduk dengan mata terpejam, sambil mengingat semua moment yang lalui hari ini."Laura Zara. Gadis yang cukup menarik bagiku. Dia cantik, baik, tidak matre, bahkan dia juga lebih menarik dibandingkan gadis lain.""Entah siapa pria beruntung yang Laura maksud tadi, tapi yang jelas aku sangat iri padanya karena bisa mendapatkan hati Laura."Cring, cring ....Tiba-tiba dering