Setelah selesai dengan mengukur satu persatu badan anak panti, Shofi dan Tika terlihat begitu lega. Apalagi Tika, ia terlihat begitu senang sebab Shofi sangat membantu. Tanpa banyak pertanyaan, Shofi bisa cepat memahami dan melaksanakan apa yang di instruksikan Tika hingga pekerjaannya menjadi lebih cepat selesai. Tak lama, Shofi pun segera meminta izin untuk menemui Nimas yang telah menunggunya dan Kartika sama sekali tak keberatan akan hal tersebut . Usaiberpamitan dengan ibu panti, Kartika beserta timnya pamit lebih dulu. Sedangkan Shofi lekas menemui Nimas dan Bu nYai Fatimah."Maaf jadi merepotkan Umi dan Nimas," ujar Shofi lalu duduk di sebelah Nimas. Ia lekas menggeser duduknya ketika Bu Nyai memberi isyarat agar dirinya duduk di samping wanita itu."Kamu sehat, Nak?" tanya Bu Nyai Fatimah sambil mengusap kepala Shofi."Alh
Suasana seketika berubah menegang dan yang paling dilanda keterkejutan luar biasa adalah Shofi. Wanita itu menutup mulutnya yang menganga melihat sang suami mendapat pelukan hangat dari seorang wanita tepat di hadapannya."Aku merindukanmu," ucap Tiara yang semakin mengeratkan pelukannya."Apa yang kamu lakukan, Ra!" Rafa mencoba melepaskan diri dan sedikit mendorong tubuh Tiara hingga pelukannya terlepas. Ditengah rasa terkejutnya, ia melempar sorot mata penuh peringatan pada Tiara yang malah mengulas senyum. Rafa menelan ludah sebelum memberanikan diri menoleh pada sang istri di sampingnya."Dek ... ini tidak seperti yang---""Aaah ... aku melupakan sesuatu di sini, ya?" Tiara sengaja menyela ucapan Rafa. Ia menyibakkan rambut bergelombangnya ke belakang telinga sebelum perlahan mendekat ke arah Shofi. "Kamu masih mengingatku 'ka
Beberapa hari setelah kejadian pertemuan dengan Tiara, dengan berbagai alasan yang tidak mencurigakan, Rafa tak mengizinkan Shofi pergi ke restoran ketika wanita itu merengek untuk ikut guna menghindari kemungkinan buruk bertemu kembali dengan Tiara. Beruntung Shofi menurut dan bertepatan dengan dirinya mengerjakan busana muslim milik anak panti membuat Shofi menjadi sibuk di rumah. Rafa juga memberi dukungan penuh, salah satunya dengan menyiapkan mesin jahit beserta peralatan yang lain.Pagi ini usai mengantar kepergian Rafa, Shofi melanjutkan kegiatannya di depan jahit. Ia tengah menjahit kerudung anak panti yang minggu depan akan dipakai dalam acara yang digelar di panti asuhan tersebut. Sofi terlihat begitu bersemangat, senyum terus terulas di bibirnya.Bel rumah yang berbunyi menghentikan kegiatan Shofi. Ia hendak beranjak membuka pintu, tapi ia urungkan ketika Yayuk datang lebih dulu dari dapur. 
"Aku nggak akan berhenti sebelum aku mendapatkan milikku kembali!"Teriakan Tiara menghentikan langkah Rafa yang akan keluar dari kamar. Ia kemudian menoleh. "Kau hanya melakukan hal yang sia-sia.""Jika memang aku tidak bisa memilikimu maka wanita manapun tidak boleh memilikimu!""Apapun yang terjadi dan sampai kapanpun aku tetap akan mempertahankan dia sebagai istriku." Rafa kemudian berbalik dan meneruskan langkah keluar dari kamar.Langkahnya ia percepat menuju lift dan berhenti ketika menunggu pintu lift terbuka. Ketika pintu lift terbuka, Rafa yang hendak memasuki lift tertahan ketika netranya menangkap bayangan Ikhsan yang berada di dalam lift dan hendak keluar."Pak Rafa?"Rafa mengangguk samar dengan ekspresi datar menanggapi sapaan pemuda berkemeja kotak-kotak itu. Sama sekali tak berniat menyapa kembali. Ketika Ikhsan bergerak keluar lift bersamaan itu pula Rafa memasuki benda ters
Langit sudah menggelap, heningnya suasana kamar hotel mewah itu terusik oleh suara racauan dari seorang wanita dengan tampilan yang sungguh memprihatinkan. Rambut panjang berwarna coklat itu terburai menutupi sebagian wajah cantiknya. Tubuhnya lunglai terbaring diatas ranjang dengan kesadaran yang sebentar hilang sebentar kembali akibat pengaruh alkohol yang cukup banyak dikonsumsinya."Dia membenciku ... apa yang harus aku lakukan?" Wanita itu kembali menangis dan meracau tak jelas membuat dua orang yang berada di samping ranjang menoleh dan saling pandang dengan tatapan prihatin.Susan dan Dion hanya mampu menghela nafas melihat kondisi Tiara. Mendapat cerita dari Rafa, Dion dan Susan segera menyusul Tiara yang sudah pasti kacau seperti saat ini. Mengingat Tiara tak memiliki siapapun di kota ini membuat mereka khawatir."Kita harus gimana?" tanya Susan pada Dion yang tampak ber
Malam yang semakin larut tak membuat Shofi memejamkan mata. Wanita itu masih terjaga ketika bayangan sang suami yang bergandengan mesra dengan Tiara terus menari-nari di kepalanya. Bayangan itu ia ciptakan sendiri ketika rasa takut semakin menggelayutinya. Berbagai dugaan juga bermunculan hingga menambah gelisah. Mungkinkah sang suami berani bermain api di belakangnya? Mungkinkah Rafa tega membohonginya? Juga ... apa mungkin karma dari perbuatan masa lalu sang ibu kini harus ia alami?Perlahan Shofi menoleh pada Rafa yang sudah tertidur pulas di sampingnya. Ia pandangi wajah tampan itu dengan seksama. Entah sejak kapan laki-laki itu telah menyelinap dan masuk begitu saja pada dasar hatinya yang terdalam. Bersemayam di dalam sana hingga menimbulkan debaran kebahagiaan juga kekhawatiran.Shofi memejamkan mata berusaha menekan rasa sakit dan sesak yang menghimpit dadanya ketika membayangka
"Shofi."Tiara menegakkan tubuhnya, memindai Shofi yang menatapnya tanpa berkedip. Namun, yang menyita perhatian Tiara adalah mata Shofi yang basah. Tiara menoleh pada Nana bermaksud meminta penjelasan atas situasi yang terjadi sebelum dirinya datang hingga suasana tiba-tiba terasa mencekam."Nah, kebetulan sekali Kak Tiara datang." Nana menatap sinis pada Shofi. "Kau bisa menanyakan kebenaran yang ada pada Kak Tiara," cetus Nana. "Kau bisa bertanya bagaimana selama ini Kak Rafa sangat mencintai Kak Tiara!"Tiara terkesiap ditempatnya, tak menyangka jika dirinya menjadi topik pembahasan Nana hingga Shofi menangis. Suara isakan tangis Shofi yang lolos membuat Tiara memusatkan pandangannya pada wanita tersebut dan tatapan keduanya beradu ketika Shofi mendongak menatapnya."Katakan saja, Kak! Tidak usah ditahan. Aku paling benci jika menyangkut ora
Langit telah berubah gelap dengan indahnya kerlip bintang yang beradu dengan keindahan bulan. Suara adzan Isya yang berkumandang mengiringi langkah dari wanita berpasmina pink yang tengah larut dalam kesedihan yang amat dalam. Shofi berjalan kaki dari area pemakan hingga kini berada di jalan perumahan miliknya. Matanya sembab, namun sudah tak ada air mata. Mungkin telah terkuras habis di makam sang mama ketika meratapi kesedihan. Langkahnya pelan dengan tatapan kosong menapaki jalan berpaving tersebut."Mbak Shofi?"Pekikan dari seseorang wanita yang berlari ke arahnya membuat Shofi berhenti."Mbak Shofi, kenapa jalan sendirian?" Yayuk yang sejak tadi menunggu terlihat cemas.Shofi tak lekas menjawab, ia memperhatikan sekitar dan baru menyadari jika dirinya telah berada di depan rumahnya. Ia mendongak menatap bangunan tinggi yang beberapa bulan