Share

Keinginan

Penulis: SHAL SYALA
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-08 16:16:55

Rumah yang dulu begitu sederhana saat ini sudah tampak direnovasi menjadi lebih mewah meski tak merubah tata ruangnya. Ingatan masa lalu Shofi mulai berhamburan saat dirinya begitu bahagia pernah tinggal di rumah itu.

"Ayo, masuk, Dek." Alya lekas menggandeng tangan Shofia untuk masuk ke rumah kemudian segera disambut wanita bergamis hitam dengan senyum yang teduh menatap keduanya.

"Assalamualaikum, Tante Heni," sapa Shofi pada wanita bernama Heni itu.

"Walaikumsalam," jawab Heni dengan senyum mengembang. "Bagaimana kabar kamu, Nak?" tanya Heni yang tak lain ibu dari Alya. Wanita mulia yang pernah ikut merawat Shofi saat masih anak-anak.

"Alhamdulillah baik, Tante," jawabnya setelah mencium punggung tangan Heni.

"Kamu akhirnya kembali, kita semua sangat menanti kehadiran kamu, Shofi," ucap Heni dengan tatapan yang masih sama seperti dulu, masih lembut dan menenangkan.

Seluruh keluarga kemudian masuk ke dalam rumah saling bercengkeramah melepas rindu pada Shofia. Gadis sembilan belas tahun yang memiliki kecantikan yang sungguh menawan itu secara visual terlihat lebih dewasa dari umurnya. Shofi merasa sangat bersyukur saat kembali ke rumah keluarga ini karena masih disambut dengan hangat.

"Dek, mulai sekarang kamu tidurnya di kamar kamu ini, ya." Alya menuju salah satu kamar lalu membuka pintunya.

Shofi yang mengekor di belakang menghentikan langkah tepat di depan pintu kamar. Ia melihat sekilas dalam kamar yang tak jauh berbeda dengan terakhir ia meninggalkannya. Hanya seprei dan cat temboknya saja yang sudah berubah. Letak perabotan masih di tempat yang sama. Tiba-tiba saja ia teringat pemilik sebenarnya kamar itu.

"Kenapa, Dek?" tanya Alya.

"Kamar ini milik, Kak Rafa, Kak," ucap Shofi. Bayangan pemuda tampan yang ia panggil dengan sebutan 'Kakak' itu kembali melintas di benaknya.

Rafa Ardian Putra yang tak lain adik dari Alya. Sosok pemuda yang memiliki wajah rupawan, berkulit putih, postur tubuh tinggi, tapi tak terlalu berisi dengan rambut pendek yang selalu tersisir rapi itu, masih melekat di ingatan Shofi meski bertahun-tahun tak lagi bertemu.

Alya tersenyum sambil mengajak Shofi masuk ke dalam kamar. "Rafa jarang pulang, Dek. Dia sudah punya rumah sendiri. Kamar ini selalu Kakak bersihin buat kamu nanti kalau pas pulang. Hari ini," ucap Alya dengan senyum meyakinkan.

"Kak Rafa, sudah nikah, Kak?" Shofi lebih terlihat ingin tahu mengenai Rafa.

"Belum, Dek. Kakak kamu itu susah banget disuruh nikah. Padahal sudah sering kakak jodohin sama anak relasinya, Kak Akbar. Tapi nggak ada yang cocok," ujar Alya.

Shofi hanya mengangguk samar, entah kenapa tiba-tiba ia merasa rindu dengan pemuda itu. Entah bagaimana sekarang tampilan dari seorang Rafa Ardian Putra yang dulu selalu melindungi dari orang lain yang mengolok jati dirinya, pemuda yang selalu mengantar jemputnya ke sekolah untuk beberapa waktu, sebelum kemudian pemuda itu pergi dan tak lagi kembali untuk waktu yang lama karena menempuh pendidikan di negeri orang.

"Nanti aku kabarin Kak Rafa kalau kamu sudah pulang, pasti dia seneng," kata Alya. "Kakak tinggal, ya. Kamu bisa istirahat dulu." Alya kemudian berlalu setelah mengusap pucuk kepala Shofia.

Setelah kepergian Alya, Shofi duduk di pinggir ranjang, matanya menyapu seluruh sudut kamar hingga berhenti pada sebuah bingkai foto yang tergantung di dinding. Ia berdiri lalu menghampiri foto itu.

Bocah kecil dengan senyum merekah dengan bibir belepotan penuh es krim coklat dan mata bening tanpa dosa dan beban, terbingkai di foto itu. Senyumnya tertahan saat melihat dirinya tujuh tahun yang lalu begitu imut, lucu dan menggemaskan.

Cukup lama bernostalgia dengan dirinya sendiri, Shofi kemudian segera mengambil tas yang berisikan baju-bajunya yang tidak terlalu banyak. Matanya melebar saat membuka lemari yang ternyata sudah penuh dengan baju-baju yang tertata rapi. Kemudian ia menutupnya kembali, mengurungkan niatnya untuk menata baju di sana, kemudian ia meletakkan tas di sudut ranjang. Mengambil mukenah dan peralatan mandinya lalu menuju kamar mandi.

***

Suasana malam kali ini terasa begitu ramai dan menyenangkan di kediaman Alya dan Akbar. Kembalinya Shofi membuat semua tampak bahagia. Dan yang paling terlihat bahagia adalah Akbar, laki-laki itu jarang menunjukkan senyum dan hanya wajah dingin yang selalu ditampilkan, tapi kali ini senyum berulang kali tersungging di bibir Akbar kala menatap Shofi.

“Ayo, Dek, tambah lagi dong ikannya,” pinta Alya.

"Sudah, Kak. Ini sudah cukup," tolak Shofi dengan sopan.

Heni terus tersenyum memandang Shofi. Rona bahagia terpancar di wajah wanita tua itu. Matanya yang selalu sendu termakan usia itu kali ini tampak berbinar. "Shofi ... kamu sungguh cantik, Nak," pujinya tiba-tiba dan membuat Shofi hanya tersenyum lalu menundukkan pandangannya.

Alya dan Akbar saling pandang mendengar pujian Heni. Keduanya seolah mempunyai dugaan yang sama, tapi memilih untuk diam.

"Oh, iya, Dek. Kakak, sudah memilihkan kamu untuk kuliah di kampus terbaik di kota ini. Biar kamu bisa belajar dengan baik di sana," tutur Akbar.

Shofi tak memberi tanggapan dan sesaat hanya diam, tak urung ia pun tersenyum mengangguk. "Aku ikut apa kata Kak Akbar saja," ucapnya.

"Kakak, memberi kamu pilihan untuk jurusan yang akan kamu pilih. Tapi, saran Kakak lebih baik kamu ambil jurusan Managemen Business."

"Mas ...." Alya tampak tak setuju dengan ucapan Akbar saat melihat raut wajah Shofi yang terlihat tak nyaman.

Akbar menoleh pada sang istri, ia memberi isyarat mengerti lalu menoleh kembali pada Shofi menanti jawaban gadis itu.

"Aku setuju, Kak. Aku ikut saran dari Kak Akbar."

...***...

Malam semakin larut dan seluruh penghuni rumah juga sudah memasuki kamar masing-masing. Suasana yang hening membuat Shofi tak bisa memejamkan mata. Jika di pesantren, hampir dua puluh empat jam selalu terdengar samar-samar para santriwati mengalunkan ayat-ayat suci Al Qur'an, hal itu seolah menjadi musik penghantar tidurnya. Dan kali ini keheningan membuatnya sulit terpejam.

Shofi pun memilih untuk mengambil air wudhu untuk sholat malam, ia keluar dari kamar karena tak ada kamar mandi di dalam kamarnya. Ia melewati salah satu kamar yang ia tahu adalah kamar Alya dan Akbar. Sayup-sayup terdengar percakapan sepasang suami istri itu. Bukan berniat menguping, hanya saja saat namanya disebut, ia menghentikan langkah.

"Kamu kenapa nggak ngasih pilihan Shofi untuk memilih sih, Mas?" tanya Alya. "Aku tahu dia terpaksa menyetujui tentang jurusan yang kamu ambil sepihak itu."

"Aku tidak memaksanya, Sayang. Di awal aku sudah memberinya pilihan, tapi Shofi dengan cepat menyetujui saran dariku. Salahku dimana?" tanya Akbar.

"Itu bukan pilihan ... aku melihat Shofi terpaksa menyetujui itu. Aku hanya tidak ingin memaksa dia lagi. Cukup kemarin kita memaksa dia untuk pulang. Dan sampai saat ini aku masih merasa bersalah untuk hal itu," sesal Alya. Wanita itu kemudian naik keatas ranjang seusai merapikan diri di depan meja rias.

"Aku harus menjadikannya orang besar agar tak selalu mendapat hinaan dari orang lain. Kelak, dia harus bisa memimpin perusahaan yang sudah menjadi haknya. Dengan seperti itu, aku bisa menunjukkan pada dunia bahwa Adikku orang yang hebat dan tak ada satu orang pun yang boleh menghina atau memandangnya sebelah mata lagi."

Diluar kamar, Shofi masih berdiam diri. Percakapan sepasang suami istri itu membuat hatinya gerimis. Ia pun melanjutkan kembali langkah menuju kamar mandi, mengambil wudhu lalu melaksanakan sholat malam dilanjutkan dengan Dzikir. Memohon ampunan atas segala dosa dosanya dan kedua orang tuanya. Memohon kekuatan untuk segala yang menyesakkan hatinya.

"Ya Allah, jagalah hati, ucapan dan sikap hamba agar tak melukai orang lain. Aamiin." Sepenggal doa itu menutup munajatnya pada Sang Khalik.

Tanpa melepas mukenah, Shofi mengambil tas lalu mengambil sebuah buku tebal di dalamnya. Gambar desain-desain baju muslim terdapat di buku itu. Ingatannya mengulang kembali perbincangan kedua kakaknya sesaat lalu. Jika merelakan apa yang ia inginkan membuat kakaknya bahagia, meski berat tapi ia bertekad akan melakukannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Orang Ketiga   Anugerah di Akhir

    Maaf untuk kali ini aku lama sekali Up nya. Seminggu terakhir aku sedang berduka jadi benar-benar nggak bisa nulis. Dan Alhamdulillah, hari ini bisa menyelesaikan bab terakhir dari kisah Rafa dan Shofi ini. Semoga kalian suka😘🤗***Kini Shofi disibukkan menjadi seorang mama muda yang merawat putri semata wayangnya yang kini telah menginjak usia delapan bulan. Nia tumbuh menjadi balita yang cantik, semakin hari wajah Nia bukan mirip kedua orang tuanya tapi lebih mirip pada almarhum neneknya---Monica Larasati. Tingkah balita itu sangat aktif, Nia sudah bisa berdiri sendiri meski belum berani melangkah terlalu jauh, lebih gesit ketika merangkak kesana kemari dan sudah mulai tidak mau digendong. Apalagi jika bermain dengan Rafa, balita itu pasti sering tertawa dan berceloteh sekenanya.Meski Nia sangat aktif, Shofi masih bisa membagi waktu untuk terus mengikuti kelas desain yang semakin ia tekuni. Mesin jahit yang sempat terabaikan beberapa bulan

  • Bukan Orang Ketiga   Bahagia

    Langit biru membentang indah tanpa onggokan awan putih sedikitpun di atas sana. Udara dingin sisa semalam telah berubah menghangat terkena terpaan sinar mentari pagi menyambut para tamu yang mulai berdatangan di kediaman Rafa dan Shofi. Sepasang orang tua baru itu tengah menggelar acara Aqiqah untuk sang putri yang hari ini genap berumur 40 hari.Suasana bahagia sungguh terasa sejak memasuki halaman rumah mewah tersebut. Apalagi di ruang tengah di mana Shofi bersama Alya dan Heni terus menyunggingkan senyum menikmati keindahan dan kecantikan dua malaikat kecil yang berada di box bayi yang tengah tertidur pulas.“Ellea sangat sehat, ya, Kak. Pipinya gembul banget,” puji Shofi pada bayi Alya. Ia masih terpaku memandangi Ellea yang baru berumur 1 bulan, tapi pipinya sudah mulai meluber. Benar-benar menggemaskan.“Dedek Nia nanti juga bakalan nyusul gendut kaya Kakak Ellea ya, Nak.” Alya mengusap lemb

  • Bukan Orang Ketiga   Kamila Aghnia

    Semilir angin yang berembus menerbangkan gaun putih gading yang tengah dikenakan wanita cantik dengan perut buncit yang baru saja turun dari mobil bersama laki-laki yang menggunakan setelan jas berwarna senada. Keduanya hendak menghadiri sebuah acara pernikahan. Suasana mewah dan hangat langsung terasa ketika keduanya memasuki tempat acara ketika langsung disambut oleh suguhan tata ruang yang penuh dengan bunga-bunga beraneka rupa yang di dominasi warna putih. Bibir kedunya mengulas senyum ketika melihat sepasang pengantin yang berada di atas pelaminan melambaikan tangan padanya.“Kak Susan cantik banget, ya, Kak,” puji Shofi pada sang pengantin wanita. Ia melambaikan tangan pada Susan.Rafa hanya tersenyum tipis mendengar penuturan Shofi. Ia menoleh sekilas pada Susan di atas pelaminan lalu kembali menatap sang istri, tangannya terulur mengusap perut buncit Shofia yang sebentar lagi akan segera melahirkan. “Istriku p

  • Bukan Orang Ketiga   Kelahiran dan Kehilangan

    Rintihan dan desahan yang keluar dari mulut wanita yang tengah merasakan sakit di perut dan pinggangnya itu terdengar sungguh pilu dan menyayat hati. Sudah hampir satu jam Alya berada di rumah sakit dengan kondisi tak berdaya. Air matanya terus merembes keluar merasakan desakan hebat di punggungnya seolah tulang-tulangnya patah.Sedangkan Rafa yang sejak tadi berada di samping kakaknya tersebut berulang kali menyeka keningnya yang terus berembun. Pertama kalinya ia menunggui seorang yang akan melahirkan dan itu adalah kakaknya sendiri. Bukan tanpa alasan dirinya berada di ruangan yang mencekam baginya saat ini, karena ia sedang menggantikan tugas Akbar yang masih dalam perjalanan usai melakukan business trip di luar negeri. Melihat kondisi sang kakak, Rafa merasa tubuhnya tercabik dan ikut merasakan perih ketika mendengar rintihan Alya yang kesakitan."Dek, telfon Mas Akbar lagi. Sudah sampai mana? Mbak nggak kuat ini," pinta Alya dengan terbata. Wanita i

  • Bukan Orang Ketiga   Memaafkan

    "Bagaimana Adik saya dan kandungannya, Dok?" tanya Akbar. Laki-laki itu menghadang langkah Dokter Anggun yang baru saja menutup pintu kamar Shofi.Akbar yang mendapat kabar dari Alya segera menuju rumah Rafa sebab Shofi menolak untuk dibawa ke rumah sakit. Wanita itu terus menangis sambil menahan sakit di perut dan enggan bertemu banyak orang."Bu Shofi mengalami syok, Pak. Tekanan darahnya langsung turun bersamaan kram di perutnya disertai gerakan janin yang kuat. Untuk itu beliau mengalami sakit yang hebat di perutnya," tutur Dokter Anggun."Lalu bagaimana dengan janinnya, Dok?" tanya Alya yang tak kalah khawatir."Detak jantungnya normal, Bu. Namun, sebaiknya Bu Shofi segera dibawa kerumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Saya harus melakukan USG pada janinnya. Saya juga sudah berpesan pada Pak Rafa untuk lebih menjaga Bu Shofi, jika melihat reaksi Bu Shofi barusan, sepertinya beliau punya satu trauma terhadap sesuatu. Bu Sho

  • Bukan Orang Ketiga   Kabar Mengejutkan

    Malam semakin larut, udara semakin dingin menyelimuti bumi mengajak semua manusia untuk beristirahat dalam mimpi yang indah.Tak terkecuali Shofi, wanita itu tampak begitu lelap dalam tidurnya. Usapan di kepala yang diberikan sang suami membuat wanita itu terlihat semakin nyaman dan pulas. Rafa memang masih terjaga sebab dirinya tengah memikirkan kabar yang disampaikan Akbar sesaat lalu."Nico dan David tertangkap di pelabuhan sebelum melarikan diri. Polisi sudah lama mengincarnya dengan kasus pencucian uang dan aku juga telah membuat laporan perihal penyalahgunaan kepemilikan aset milik almarhum Ibunya Shofi," tutur Akbar. Laki-laki itu duduk di sofa berhadapan dengan Rafa di depannya."Katamu kau mengajukan dua kasus, Mas? lalu satu lagi kasus apa?" Rafa tampak menatap dalam pada Akbar. "Jangan bilang kau melaporkan tentang kejadian dulu," tebak Rafa."Itu rahasia yang tidak mungkin aku buka lagi. Kau pikir aku secerobo

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status