Share

Bab 4

Author: kajede10
last update Last Updated: 2022-10-17 20:28:56

Ponsel Aris bergetar, laki-laki itu langsung meronggoh saku celananya. Menatap nama di layar beberapa detik, sebelum akhirnya ia menekan tombol hijau, tanda menerima panggilan tersebut.

“Apa yang sedang kau lakukan, lama sekali menjawab panggilan mami.” baru saja menempelkan ponselnya ke telinga, laki-laki itu sudah mendengar ocehan maminya.

“Ada apa mi?” tanya Aris pelan.

“Kenapa kamu bertanya ada apa? Hari ini kamu ada janji temu dengan anak teman papi!” pekik Gina karena Aris melupakan janjinya.

Aris mengela nafas kasar, sungguh ia hampir lupa bahwa ada janji temu malam ini. “Ahh, baiklah,” sahut laki-laki itu secepatnya, Aris buru-buru mematikan sambungan telepon karena tak mau mendengar ocehan marah maminya.

Berkali-kali Aris harus bertemu dengan perempuan-perempuan pilihan maminya, berharap ada satu perempuan yang cocok dengannya sehingga mereka bisa menikah secepatnya.

Namun sayangnya pertemuan itu tidak pernah berlanjut, menurut Aris masih belum ada satu pun perempuan yang bisa membuatnya berpaling dari Anya.

Aris melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan kanan, ia harus pergi secepatnya sebelum mami marah karena ia terlambat. “Aku pergi dulu ya, nanti kita bertemu lagi di sini,” ujarnya sambil tersenyum getir.

*

“Masih restoran yang sama?” tanya Aris ketika sudah berpakaian rapi malam ini.

Gina yang sibuk dengan majalah keluaran terbaru tak mau menolehkan kepalanya pada sang anak, wanita itu hanya berdeham sebagai jawaban.

Tak butuh waktu lama untuk Aris sampai di tempat tujuan, laki-laki itu masuk ke salah satu restoran mewah yang sangat terkenal untuk orang-orang berduit sepertinya.

Kali ini pertemuannya dengan seorang perempuan berambut pirang, nampaknya perempuan itu sudah menunggu kehadiran Aris.

Tanpa banyak berbasa-basi, Aris langsung duduk di depan perempuan itu, “Aris?” tanya perempuan itu ragu, tampak terkejut dengan kehadiran Aris yang tiba-tiba.

Aris menganggukkan kepalanya pelan, meskipun tidak tahu siapa nama lawan bicaranya, Aris sama sekali tidak minat untuk bertanya.

“Disa,” ujar perempuan itu memperkenalkan diri.

Tangannya melayang di udara, namun masih tidak ada tanda-tanda bahwa Aris akan menjabat tangannya, hal itu membuat Disa merasa sangat canggung.

“Jadi, apa alasan kamu untuk menikah dengan saya?” tanya Disa memulai percakapan.

Aris diam sejenak, ia bahkan sama sekali tidak berpikir untuk menikah dengan perempuan di hadapannya ini.

Sebelum menjawab, Aris menampilkan senyuman tipis di wajahnya, “Saya tidak ada alasan untuk menikah denganmu,” ujarnya santai.

Kalimat Aris barusan melukai harga diri Disa, senyuman di wajah Disa tiba-tiba luntur setelah jawaban yang diberikan oleh laki-laki itu.

“I don’t really want to get married.”

“Saya di sini karena mami,” lanjutnya lagi.

Perempuan itu terkejut dengan jawaban Aris, ia mengangguk pelan, mencoba memahami jawaban frontal laki-laki itu.

“Haven’t moved on with that girl?” celetukan tiba-tiba dari Disa berhasil mengambil alih atensi Aris sepenuhnya.

“Saya tidak harus menjawab pertanyaan kamu kan?!” melihat dari intonasi suara Aris, sepertinya laki-laki itu tidak senang dengan pertanyaan Disa.

Restoran bernuansa remang-remang semakin meningkatkan rasa canggung di antara dua manusia yang baru pertama kali bertemu ini.

Dari pada mendapatkan jawaban yang membuat sakit hati, mereka berdua lebih memilih untuk menikmati hidangan yang telah disajikan di atas meja.

Disa memberanikan diri untuk menatap wajah tampan dari anak teman papanya, sungguh wajah tampan Aris benar-benar membuat Disa jatuh cinta pada pandangan pertama, namun sikap dan cara bicaranya membuat Disa mengurungkan diri untuk menjadi calon istirnya.

Dari jawaban-jawaban Aris tadi, ia yakin seratus persen bahwa dirinya sudah ditolak mentah-mentah. Padahal Disa sudah memberikan effort yang sangat besar untuk pertemuan ini.

Disa jadi penasaran dengan siapa gadis yang berhasil membuat Aris jatuh cinta sampai seperti ini, rasanya benar-benar tidak ada celah untuk merebut perhatian laki-laki di hadapannya ini.

Merasa sudah cukup dengan pertemuan hari ini, Aris beranjak dari tempat duduknya, menawarkan tumpangan untuk mengantar Disa pulang.

Dengan senang hati Disa menerima tawaran itu, meskipun tidak merasa tertarik dengan perempuan ini, namun sebagai laki-laki Aris merasa bertanggung jawab untuk mengantar Disa pulang dengan keadaan selamat.

Di dalam mobil, keadaannya benar-benar sangat sepi, tidak ada satu pun yang berinisiatif untuk memecahkan keheningan.

“Boleh memutar lagu?” tanya Disa sambil menolehkan pandangannya pada Aris.

Mendapati anggukan sebagai jawaban, Disa tersenyum lebar, tangannya dengan cepat memencet tombol-tombol untuk menghubungkan playlist lagunya.

Meskipun keduanya tidak mengeluarkan suara, namun setidaknya ada suara musik yang menemani perjalanan mereka.

Aris menghentikan mobilnya tepat di depan rumah mewah milik keluarga Disa, “Terima kasih,” ujar Disa sebelum keluar dari mobil.

Sama seperti tadi, Aris tidak melakukan banyak interaksi, laki-laki itu menganggukkan kepalanya tanpa menjawab suara.

Kepergian Aris yang memilih langsung pulang dari pada mampir bertemu orang tuanya membuat Disa merasa sedih, namun sedikit senang karena akhirnya bisa bertemu secara langsung dengan laki-laki tampan yang sejak dulu hanya bisa ia lihat dari foto saja.

*

Gina dan sang suami sudah menunggu kedatangan putra semata wayangnya itu, mendengar suara mobil Aris membuat dua orang itu berpura-pura tidak peduli.

Memasuki area rumahnya, Aris menatap kedua orang tuanya yang sedang duduk di sofa, seolah memang sudah menunggu kepulangannya sejak tadi.

Aris yakin betul pasti maminya ingin bertanya bagaimana pertemuan dirinya dengan Disa, namun wanita itu sangat menanamkan rasa gengsi yang membuatnya tidak mau bertanya lebih dulu.

“Tidak usah berharap banyak, perempuan itu bukan tipe Aris,” ujarnya menatap pada kedua orang tuanya.

Gina kembali memperlihatkan wajahnya yang seolah tidak peduli, padahal dalam hati sudah memaki-maki nama anaknya karena kelewat kesal.

Merasa tidak ada lagi yang perlu ia jelaskan, Aris memilih untuk melangkahkan kakinya menaiki satu per satu anak tangga menuju kamar.

“Mau sampai kapan kita harus menunggu?” keluh Gina pada suaminya.

Tidak tahu harus berbuat apa, Rendi mengelus pundak sang istri, “Sabar ya mi,” ujarnya menenangkan.

“Sabar bagaimana loh maksudnya, punya anak satu bukannya cepet-cepet menikah malah menunggu yang tidak pasti!” ketusnya karena kesal.

"Mami jadi takut nanti anak kita malah melakukan penyimpangan karena tidak kunjung bertemu dengan Anya." Gina terlihat sangat khwatir, terlebih pergaulan jaman sekarang yang membuat Gina semakin takut. 

Rendi merasa salah memberikan jawaban, kini malah dirinya yang kena semprot amukan sang istri,

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Pasangan Impian    Bab 15

    Di dalam mobil, Aruna hanya diam saja, tak memberitahu apa-apa pada orang tuanya, Yuda dan Rania juga tidak mempertanyakannya setelah melihat wajah Aruna yang berbeda dari sebelumnya. Sampai di rumah, Aruna duduk di ruang tengah, sembari menunggu orang tuanya yang masih berada di garasi rumah. Rania dan Yuda yang baru saja hendak ke kamarnya, melihat Aruna yang sudah duduk dengan wajah yang cukup sulit untuk dideskripsikan maksudnya. "Kenapa nak?" tanya Rania mendekati putrinya. Aruna terdiam sebentar, "Apa maksud sebenarnya dari pertemuan tadi, bunda?" tanya Aruna tanpa pikir panjang. Rania menantap bingung, tidak paham dengan maksud ucapan anaknya. "Kamu kenapa sayang?" ulang Rania menanyakan keadaan anaknya. "Laki-laki tadi, mengatakan bahwa dia tidak akan menolaknya! Apa maksudnya itu? Apa yang tidak kalian beritahu padaku?" teriak Aruna lantang. Rania menghela nafasnya kasar, ternyata Aruna sudah mengetahui rencana mereka sebelumnya. Bukan maksud mereka untuk menutupinya da

  • Bukan Pasangan Impian    Bab 14

    Waktu berlalu begitu cepat, kini saatnya Aruna bertemu dengan anak dari sahabat orang tuanya. Dengan pakaian sederhana namun nampak sangat elegan, Aruna mengoleskan bedak tipis serta liptint berwarna kemerahan untuk menutupi wajah pucatnya. Ia memperhatikan dirinya sendiri di depan cermin, memuji kecantikan paripurna yang diciptakan oleh Tuhan untuknya. "Tok.. tok.. tok.." Aruna tahu betul siapa yang berada di balik pintu kamarnya, tentu saja itu tanda bahwa Aruna harus segera keluar agar tidak terlambat. Saat membuka pintu, tatapan terpesona dari kedua orang tuanya membuat Aruna merasa malu. Mereka berdua sangat takjub melihat kecantikan anaknya yang sangat manis ini. "Cantik sekali anak bunda," puji Rania tulus. Kini mata Aruna menatap sang ayah yang diam saja, seolah masih belum mampu merangkai kata untuk menunjukkan bahwa anaknya benar-benar sangat cantik. "Ayo ayah dan bunda antar," ujar Yuda saat melihat jam tangan yang melingakar di pergalangannya sudah menunjukkan pukul

  • Bukan Pasangan Impian    Bab 13

    "Kosongkan jadwal hari minggu!" suruh Gina saat Aris sudah duduk di meja makan. Jujur saja ada keinginan untuk membantah ucapan sang mami, namun Aris tidak ingin membuat keributan pagi ini. Ia hanya menganggukkan kepalanya patuh, menuruti ucapan Gina yang tidak akan pernah menerima penolakan. "Kali ini, Aris harus bertemu dengan siapa?" tanya laki-laki itu penasaran. Gina tidak menjawab, membiarkan Aris menarka-nerka sendiri, perempuan mana lagi yang harus ia temui. "Tidak usah dipikirkan, nanti juga kamu tahu sendiri!" ujar Rendi saat melihat wajah kusut putranya. "Aris sama sekali tidak memikirkannya," sahutnya bohong. "Baiklah sudah-sudah, lebih baik cepat habiskan sarapannya, kamu ada meeting penting kan hari ini." Gina menghidangkan banyak makanan untuk mengisi perut mereka di pagi hari. Pertemuan Aruna dan Aris tidak boleh ditunda-tunda, mengingat keadaan Aruna yang selalu berubah-ubah. Mereka berusaha agar pertemuan anaknya bisa segera berlangsung. Sehingga minggu siang,

  • Bukan Pasangan Impian    Bab 12

    Aruna duduk di sofa menghadap kedua orang tuanya, ia tersenyum saat mendengar bahwa hutang keluarga mereka akan segera dilunaskan melalui bantuan dari sahabatnya. Namun mendengar bahwa orang tuanya akan membahas hal yang cukup serius, Aruna merasa sedikit gugup, ada ketakutan yang tersirat dari wajahnya yang menunduk saat ini. "Ada apa bunda?" tanya perempuan itu pelan. Rania terdiam sejenak, tidak tahu harus mengatakan apa, keberaniannya sudah lebih dulu memudar saat menyadari wajah Aruna yang nampak sangat sedih. Ia menatap sang suami, mengisyaratakan bahwa dirinya tidak cukup keberanian untuk mengatakannya pada anak mereka. "Aruna tahu kan, keluarga kita sedang dalam masalah," ujar Yuda sebagai kalimat pembuka. Tentu saja Aruna menyadari hal tersebut, belakangan ini kehidupan keluarga mereka sedang bermasalah, namun sebentar lagi mereka akan terbebas dari keterpurukan tersebut. "Iya," sahut perempuan itu masih menatap penuh tanda tanya pada dua orang dewasa itu. "Kam

  • Bukan Pasangan Impian    Bab 11

    Sejak kepulangannya dari bertemu Rania, kini Gina dan sang suami sedang membahas masalah tersebuh hingga tengah malam. "Mami kasihan dengan mereka, sebagai seorang sahabat mami merasa punya kewajiban untuk menolongnya," ujar wanita itu pada suaminya. "Bagaimana keadaan Aruna?" tanya pria itu membuka suara. Gina tidak merasa yakin, namun karena Rania tadi mengatakan bahwa keadaan putrinya sudah semakin membaik sekarang, hanya saja Aruna masih memerlukan bantuan obat-obatan dari psikiaternya. Entah dari mana, Rendi dengan wajah polosnya kembali bersuara yang berhasil membuat Gina menganga saat mendengarnya. "Bagaimana jika kita jodohkan saja anak kita dengan Aruna?" ujarnya dengan santai. Menurut pikirannya, karena keluarga mereka sudah dekat sejak dulu, jadi tidak ada salahnya untuk mempererat hubungan mereka dengan menjadi besan. "Kita juga bisa membantu perusahaan Yuda agar semakin berkembang, win-win solution." katanya enteng. Apa yang dikatakan oleh suaminya, membuat Gina i

  • Bukan Pasangan Impian    bab 10

    Dua wanita itu masih membahas perihal anak-anaknya yang sudah tumbuh dewasa. Mereka berdua kembali melayangkan ingatan pada momen masa lalu. Gina mengeluarkan ponselnya, menunjukkan foto Aruna saat kecil yang masih ia simpan. Membandingkannya dengan foto Aruna sekarang, "Gadis ini benar-benar tumbuh dengan penuh kasih, dia sangat manis dan cantik, persis seperti bundanya!" puji Gina serius. "Aris juga tumbuh dengan baik, wajah tampannya berhasil mengalahkan suamimu!" kata Rania membalas. Membahas Aris, membuat Gina menekuk wajahnya. Hanya dengan mendengar nama anaknya saja, wanita itu sudah kesal. "Jangan bahas dia! aku sedang kesal dengan anak itu," ujar Gina."Loh kenapa?" tanya Rania penasaran. Gina terdiam sejenak, ia sedang menyusun kalimat yang dapat memberikan alasan kenapa dirinya kesal dengan Aris. "Kamu tahu sendiri kan, sejak dulu aku selalu berharap bisa melihat putraku menikah secepatnya, Tapi anak itu malah memilih untuk menunggu kekasihnya," ujar Gina malas. "Loh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status