Dengan kaki gemetaran Mila melangkah memasuki rumah paranormal tersebut.Krieet. Bunyi suara pintu ketika di buka menambah keseraman suasana. Jantung Mila berdebar lebih kencang, buliran keringat memenuhi keningnya.Di tengah ruangan, paranormal tersebut menatap Mila tajam."Ganti pakaianmu, pakai kain ini,” ujarnya sambil menyerahkan sebuah jarit batik.Mila menuruti semua Perintah sang paranormal tersebut. Dinikmatinya tubuh Mila sepuasnya. Seminggu berlalu. Mila menjadi budak nafsu paranormal tersebut. Batin Mila tersiksa, tetapi tidak bisa menolak. Air matanya menetes setiap paranormal tersebut menuntaskan nafsu bejatnya.Kesempatan untuk kabur selalu terbuka, tetapi mental Mila tidak cukup berani untuk keluar rumah paranormal tersebut yang ada selalu dihantui rasa ketakutan. Namun, dia sangat tersiksa menjadi budak nafsu sang paranormal.Penyesalan menghantui perasaan Mila. Dia rindu kedua anaknya, Rana dan Radit yang selama ini tidak dipedulikannya. Selama ini, yang ada di pik
Yati memutuskan untuk pergi ke masjid membawa dagangan kuenya. Dia membagi-bagikan penganan manis itu kepada orang-orang yang sedang kerja bakti membersihkan tempat ibadah itu. Kemudian Yati pun pulang ke rumah Bu Sarti."Wah, laris, Kak, jualannya?” ucap Nadya menghampiri."Nih, Nadya, ada kue, yuk, dimakan,” ucap Yati tanpa menjawab pertanyaan Nadya."Loh, kok, nggak dijual semua? Tadikan Yati udah meninggalkan beberapa dan itu udah cukup," ucap Bu Sarti menimpali."Iya, Bu. Nggak apa-apa, sisa sedikit, nih," jawabnya sambil tersenyum miris.Yati menyembunyikan kejadian tadi pagi karena lagi malas membahas semua masalah itu.🌸🌸🌸🌸🌸Bu Anik tertawa terbahak-bahak merasa puas dengan kejadian tadi."Syukurin, kau, Yati, jadi nggak laku, kan, jualanmu, aku nggak akan membiarkanmu hidup tenang,” ucapnya sembari melipat tangan di dada dan tersenyum licik penuh kemenangan. “Bi, buatkan kopi!" teriak Bu Anik memanggil pembantunya.“Iya, Nyonya,” jawab wanita muda tersebut.Bu Anik me
Setelah kedua orang tua Kak Mila datang, Yati pamit dan kembali ke rumah Bu Sarti.Sebelum pulang kedua orang tua Kak Mila menghampiri untuk mengucapkan terima kasih. Tidak lupa mereka meminta maaf atas perlakuan Kak Mila selama ini kepadaku. Kejiwaan Kak Mila benar-benar terganggu bahkan melihat Ayah kandungnya dia menjerit ketakutan. Setelah itu tertawa tanpa sebab lalu menangis. Kak Mila terpaksa menjadi penghuni rumah sakit jiwa karena kalau sudah mengamuk cukup membahayakan orang di sekitarnya.🌼🌼🌼🌼Hari-hariku berjalan seperti biasa lagi, berjualan kue melalui online dan aku sudah menyelesaikan kursus memasak kue. Alhamdulillah sudah mulai banyak yang order.Sedikit demi sedikit aku sudah mulai bisa menabung.“Yati ... Yati,” panggil Bu Anik saat aku melewati depan rumahnya.Mau apa lagi, sih, Ibu ini ..., ucapku dalam hati.“Bisa masuk sebentar, Yati,” ucap Bu Anik dengan lembut.Aku kaget tumben sekali berbicara lembut seperti itu, biasanya kasar dan ketus."Ada apa, Bu?"
Yati mengendarai sepeda motor dengan hati yang berbunga-bunga, seperti biasa sebelum pulang Yati ke pasar dulu untuk membeli bahan untuk pesanan Bu Anik, padahal sebelumnya Yati merasa malas menerima orderan dari Bu Anik, tetapi karena suasana hatinya tengah bersukacita, semua dilakukan dengan hati riang dan gembira.Setelah mengubek-ubek pasar dan semua bahan udah lengkap, Yati berencana untuk segera pulang. Saat ingin menuju tempat parkir, Yati melewati toko kosmetik, wanita itu berhenti sebentar. Ada keraguan di hatinya untuk mampir, tetapi karena ingin tampil cantik dia mendekati pegawai kosmetik untuk bertanya.Setelah berbicara dengan pegawai wanita, Yati membeli lulur yang katanya bisa buat kulit lebih bersih dan cerah. Ia juga membeli satu paket perawatan krim malam dan siang yang iklannya sering muncul di TV. Yati merasa geli sendiri lihat tingkahnya. Dulu dia tidak memedulikan penampilan, tetapi saat ini, Yati selalu ingin tampil cantik.*****Bu Anik meminta pesanannya dia
"Assalamualaikum, Yati," ucap Bu Anik ketika sampai di depan pintu rumah Bu Sarti."Waalaikumsalam, Bu, silakan masuk.” Yati yang tengah berada di ruang tamu, melangkah keluar lalu membuka pintu."Yati, Ibu mau bayar pesanan waktu akikah anak Arjuna." Bu Anik tanpa basa-basi langsung bicara ke pokok permasalahan."Alhamdulillah, Bu.” Yati senang."Ibu nawar, ya, Yati, ini lima ratus ribu aja, ya.” Ia menyodorkan lima lembar uang pecahan seratus ribuan."Loh, Bu, ‘kan delapan ratus ribu seharusnya." Yati tak segera menerima uang begitu saja. "Itu, loh, Yati, kata Linda donatnya keras, nggak enak jadi minta diskon saja, lagian, kan, ituu anak Arjuna mantan suami kamu, masa nggak ada diskon?” Bu Anik pintar sekali berkelit."Maaf, nggak bisa, Bu harus tetap bayar delapan ratus ribu. Kalau kayak gini, saya rugi, Bu.” Yati menarik napas dalam, mencoba menyabarkan hati yang mulai panas."Yati, seharusnya kamu bersyukur Ibu sudah pesan di kamu daripada tidak ada yang pesan.” Dengan entengn
Allaahu Akbar, Allaahu AkbarAsyhadu allaa illaaha illallaah.Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah.Hayya 'alashshalaahHayya 'alalfalaah.Allaahu Akbar, Allaahu AkbarLaa ilaaha illallaahAsh-shalaatu khairum minan-nauumAzan Subuh telah berkumandang, menandakan seruan kepada umat muslim untuk segera melaksanakan kewajiban dua rakaatnya, sebelum memulai hari agar senantiasa mendapatkan perlindungan dari Sang Khalik. Yati segera bangun dan menuju kamar mandi untuk berwudu.Setelah menunaikan salat, Yati menyempatkan untuk membaca ayat suci Alquran dan berkirim doa untuk kedua orang tuannya yang telah tiada.Selesai melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim, Yati langsung menyelesaikan orderan kue yang telah dipesan kepadanya termasuk pesanan Ibrahim juga tentunya.***Waktu menunjukkan pukul 12.30 siang hari. Semua pesanan telah diantar kecuali punya Ibrahim. Yati memacu sepeda motornya dengan kecepatan normal padahal dia sedikit terlambat dari waktu yang dijanjikan untuk mengantar k
Yati berteriak histeris dengan mulut dibekap, bajunya dirobek paksa. Di saat bersamaan, suara teriakan Mbok Darmi terdengar dari kamar belakang.Yati menangis. Akankah dia bisa melihat matahari esok pagi. Terbayang wajah mendiang kedua orang tuanya, terbayang wajah Ibrahim dan khawatir apa yang terjadi dengan Bu Sarti dan Mbok Darmi.Pintu berhasil didobrak paksa warga. Para pelaku berlari ke arah belakang rumah. Listrik berhasil dinyalakan kembali oleh warga.Yati tergeletak syok, lemas, dan hampir kehabisan napas dengan apa yang terjadi beberapa warga menutupi tubuhnya dengan kain."Astagfirullah Alaziem..Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un,” ucap beberapa warga di ruang tamu.Yati mengumpulkan tenaga untuk bangkit dibantu oleh salah satu warga. Yati berjalan ke arah ruang tamu.Darah bersimbah, berasal dari tubuh Bu Sarti yang tergeletak tak berdaya."Ibuuu!" teriak Yati histeris.Yati mendekap tubuh Bu Sarti yang sudah terkulai lemas."Ibu, bangun, Bu.” Air mata sudah membasahi pi
Yati menangis pilu meratapi musibah demi musibah yang menimpanya. Teringat akan kebaikan Bu Sarti, malam sebelum kejadian entah mengapa dia ingin terus memeluk Bu Sarti ternyata itulah pelukan terakhir dari seorang ibu."Ibuuu ... Yati kangen Ibu," rintihnya sambil meringkuk menangis di tempat tidur.Bripda Anton mengetuk lalu masuk ke kamar Yati memastikannya baik-baik saja."Maaf, Bu Yati baik-baik saja?" Yati hanya menangis pilu"Apa perlu saya panggilkan perawat?" tanyanya lagi."Tidak perlu, Pak, saya baik-baik saja," ucap Yati menyeka air matanya yang tidak henti mengalir seolah-olah berlomba ingin keluar.Bripda Anton memberikan tisu kepada Yati untuk menyeka air matanya."Ada yang bisa saya bantu, Bu?” tanya Bripda Anton."Tidak ada, Pak,” ucap Yati sambil menggeleng lemah."Oh, baik, Bu, saya di depan, ya, Ibu Yati tidak perlu khawatir sekarang istirahat saja biar kondisinya cepat membaik,” ucap Bripda Anton prihatin."Pak apakah pelakunya sudah ditangkap?” tanya Yati."Belum