Beranda / Rumah Tangga / Bukan Pembantu Gratisan / Tinggal Di Rumah Bu Sarti

Share

Tinggal Di Rumah Bu Sarti

Penulis: Henny_Hutabarat
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-23 17:16:29

"Yati ...Yati ...."

Aku sudah setengah sadar, ketika mendengar ada suara yang memanggil namaku. Kurasakan juga, sebuah tangan lembut membelai rambut. Dengan mata yang masih berat, aku memaksa mataku terbuka.

"Bu ... aku di mana?" ucapku berbisik, setengah memicingkan mata karena silau.

Kuedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Aku bingung dengan suasana yang masih asing, lalu mencoba untuk duduk di pinggiran kasur, dengan dibantu oleh Bu Sarti.

“Kamu istirahat dulu, Nak, kamu lagi di rumah Ibu. Sementara kamu di sini dulu,” ucapnya ramah sambil menyunggingkan senyum.

"Ini ada teh dan bubur, kamu makanlah dulu tadi kamu pucat sekali," ucap Bu Sarti penuh dengan kasih sayang.

Aku teringat belum ada satu makanan pun yang masuk ke dalam lambung. Karena kalau aku kedapatan makan sebelum acara arisan selesai, Bu Anik pasti sudah berteriak dengan sadis dan brutal.

Segala caci maki lepas bebas dari mulutnya untukku.

Walau dengan rasa malu, aku menghabiskan semangkuk bubur ayam dan teh hangat. Bu Sarti tak lepas memandangku dengan mimik wajah yang sulit aku ungkapkan. Mungkin ada semacam rasa iba saat melihat diri ini makan dengan lahap. Tanpa dikomando, aku melihat air matanya menganak sungai di netra indah Bu Sarti. Tak lama jatuh ke pipinya.

“Maaf, Bu. Saya lapar sekali.” Dengan tertunduk, aku mengucapkan kata-kata itu.

“Tidak apa, Yati. Apa kamu mau tambah lagi?” tanyanya menawarkan.

"Sudah cukup Bu, terima kasih," ucapku pelan dan tetap bersikap sopan.

Setelah lama kami terdiam dalam pikiran masing-masing, aku memecah keheningan yang bisa membuatku canggung.

"Bu ... maaf, saya jadi merepotkan Ibu," ucapku kembali dengan wajah sungkan

"Tidak apa-apa, Yati, Ibu kasihan sama kamu, bukankah kita sebagai umat manusia harus saling tolong menolong. Sungguh, malang sekali nasibmu, Nak,” ucap Bu Sarti lembut.

Air mataku jatuh tanpa permisi. Luapan emosi kesedihan meluap sudah. Begitu banyak kepedihan yang aku alami selama ini. Bertahan tetap dalam keadaan waras saja itu sudah cukup.

Bu Sarti memelukku penuh dengan kasih sayang, membuat tangisan semakin pecah. Karena selama ini batinku sangat tersiksa. Satu perlakuan lembut, bisa membuat diri ini terhanyut dan terenyuh.

"Sudah jangan nangis lagi, kamu istirahat saja, Ibu mau keluar sebentar. Yati, Ibu tinggal, ya, di rumah ada Nadya putri Ibu, dan Mbok Darmi. Kalau ada apa-apa panggil Mbok Darmi saja," ucap Bu Sarti sambil tersenyum.

"Baik, terima kasih, Bu" ucapku sopan, dan membalas senyumnya.

Bu Sarti pun keluar kamar membiarkanku untuk istirahat.

***

Sinar mentari pagi masuk dari celah jendela sehingga membuat sedikit silau. Aku membuka mata, lalu pandangan mencari keberadaan jam dinding, tetapi tidak ditemukan. Aku pun segera beranjak dari tempat tidur untuk keluar kamar, mencari keberadaan Bu Sarti ternyata beliau lagi masak di dapur ditemani Mbok Darmi.

"Maaf Bu, saya bangun kesiangan," ucapku sungkan, segera aku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai, aku melihat sekeliling mencari objek yang bisa dikerjakan.

"Yati ... sudah tidak apa-apa, kamu istirahat saja dulu," ucap Bu Sarti

"Tidak, Bu, saya harus membantu Ibu," ucapku tak enak hati.

Kebiasaan setiap hari untuk bekerja di rumah mertua, membuatku sungkan berada di sini kalau tidak melakukan apa-apa. Segera kuambil sapu yang terletak di ujung dapur. Melihatku tetap kukuh, lalu Bu Sarti pun memberikan tugas yang gampang saja.

"Kalau kamu tetap maksa, ayo sini bantuin Ibu masak."

Wangi masakan Bu Sarti begitu menggoda selera. Aku mengaduk sup ayam kampung buatan Bu Sarti yang sebentar lagi siap di sajikan.

"Yati, Ibu bisa minta tolong buatkan sambal buat sup ini? Mbok Darmi tangannya sudah tidak kuat mengulek sambal apalagi tangan Ibu," ucap Bu Sarti

"Baik, Bu," ucapku penuh semangat.

Aku mengambil beberapa bawang, cabai merah, rawit merah, lalu dengan cekatan aku memotong bahan-bahan tadi di atas talenan lalu diulek. Ada perasaan mual yang menjalar di tubuhku, Aroma bawang sangat mengganggu.

Aku meneruskan tugas menghancurkan bawang dan cabai agar menjadi sebuah sambal yang siap dinikmati bersama sup ayam kampung. Akan tetapi, tiba-tiba perasaan mual yang sangat hebat menghampiri. Setengah berlari, aku menuju ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perut. Bu Sarti yang sedari tadi memperhatikanku, tampak khawatir.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Pembantu Gratisan   Ending

    Sepanjang perjalanan ke kantor, Nadya tidak hentinya mengulum senyum, rencana yang telah dia buat sepertinya berhasil, dia sengaja mengcopy sepenggal bait puisi milik sang pujangga yang ternama, lalu di akhir puisi Nadya sengaja memberi inisial nama I M, agar Atun mengira itu Ibrahim, dan sengaja juga dia menyuruh Atun ke kamarnya untuk mengambil flashdisk agar Atun melihat puisi tersebut seolah-olah tanpa sengaja, semua sudah Nadya atur sedemikian rupa. Sudah berulang kali Nadya menangkap basah Atun sedang menatap dalam pada Ibrahim, awalnya dia merasakan ada yang aneh pada diri Atun, perasaan Nadya tidak enak jika melihat gelagat Atun, sampai pada akhirnya Nadya melihat sendiri Atun memandang Ibrahim cukup lama, sengaja dia tidak menegur karena belum memiliki bukti yang cukup kuat. Pernah suatu malam, Atun sengaja membuatkan Ibrahim teh dan hendak mengantarkan ke ruangan kerja Ibrahim, tapi karena kemunculan Yati secara tiba-tiba, Atun berkilah jika ingin membuatkan Yati teh, deng

  • Bukan Pembantu Gratisan   Rahasia Nadya

    Pak Long berjalan pilu meninggalkan ruang keluarga, begitu juga dengan Ibrahim masuk ke dalam kamarnya setelah Pak Long pergi. Tinggallah Yati dan Atun di ruangan keluarga ini, Yati masih menatap tidak percaya dengan segala ucapan Atun yang menurutnya begitu pedas. "Yati, maafkan aku, aku juga punya perasaan, aku juga punya hati, semua diluar kendaliku, maafkan aku, tidak bermaksud membuat kamu kecewa dengan semua ucapanku," Atun memeluk Yati, berharap sahabatnya itu mengerti. "Minta maaflah sama Pak Long, Atun. Ucapanmu sungguh membuatnya sangat terluka, kamu boleh menolak, tapi tidak menghina seperti itu, ingat Atun, sebelum dihargai orang, belajarlah menghargai orang lain.""Baik Yati, aku akan minta maaf, lagian pria tua itu sungguh tidak tau diri, kalau suka sama orang ya lihat dulu siapa orangnya, kalau Juli, Rima atau Leni sih wajar, sederajat mereka." "Apa maksudmu, Atun?" Yati semakin tidak mengerti dengan sikap sahabatnya ini, semakin tinggi hati saja. "Aku kan teman se

  • Bukan Pembantu Gratisan   Perkataan Setajam Silet

    Saat Atun lagi bersantai dan memainkan ponselnya di atas kasur, sebuah pesan masuk melalui benda pipih yang sedang Atun mainkan, dengan tidak sabaran wanita itu melihat isi pesan yang masuk. "Atun sayang, coba kirimkan foto Yati, dan besok jam tiga sore kamu saya tunggu di cafe kemarin, kamu ceritakan jadwal dan kegiatan Yati, biar saya bisa atur rencana untuk membunuhnya, setelah itu, besok saya ingin lagi kita melakukan seperti tadi, siapkan stamina." Antara senang dan benci Atun menerima pesan dari Nazil, senang karena ada yang ingin membantunya melenyapkan Yati, dan benci karena pria itu ingin kembali mencicipi tubuhnya. Bukankah untuk mencapai sesuatu, harus ada perjuangan dan pengorbanan. Atun kembali tersenyum, karena dia merasa ini bagian dari tugas, biar saja pria bejat itu mencicipi tubuhnya sesuka hatinya, yang penting tujuannya tercapai, setelah berhasil menjadi istri Ibrahim, cukup mudah bagi Atun melenyapkan Nazil, karena telah mempunyai uang yang banyak, Atun memili

  • Bukan Pembantu Gratisan   Sebuah Rencana

    "Sebelumnya kenalan dulu, nama saya Nazil." "Kalau saya, Rahman." Kedua pria asing itu memperkenalkan diri pada Atun, begitu juga dengan Atun, walaupun merasa sedikit jijik, Atun menyambut uluran tangan kedua pria itu. "Sepertinya anda punya masalah," ucap Nazil, sorot matanya masih tajam memandang Atun, kadang pandangan itu berhenti di bagian aset Atun di bagian depan, rasa tidak nyaman menghampiri, tapi karena saat ini dia butuh partner untuk membantunya melenyapkan Yati, dia berusaha setenang mungkin. "Jika kalian berhasil melenyapkan wanita ini, imbalan begitu besar, dia istri dari pengusaha sukses, aku ingin kalian melenyapkan nyawa wanita itu." "Perkara yang mudah bagi kami untuk melenyapkan nyawa orang, tapi, semua itu tidak gratis dan butuh strategi yang matang, agar kita semua bisa lolos dari hukum." ucap Nazil, sepertinya pria berkulit tambun itu yang lebih dominan dari pada Rahman."Saya sudah bilang, akan ada imbalan yang gede, 50 juta ringgit? 100 juta ringgit? Semua

  • Bukan Pembantu Gratisan   Niat Jahat

    "Hari yang cerah, sedap betul jika berenang," ucap Atun sambil berjalan ke arah Yati dan Nadya."Yati, mari kita berenang, masih ingat tidak saat di kampung dulu, waktu kita masih sekolah dasar, berenang di empang milik Pak Salman, orang tua kita pasti marah saat itu," ucap Atun lagi mengenal masa kecil mereka. Nadya masih merasa kesal dengan sikap Atun yang suka seenaknya sendiri, sekarang malah santai, seolah tidak merasa bersalah. QAtun ini sedikit mengerti watak Yati, jika dia melakukan hal yang semena-mena, dia pasti mengingatkan kembali kisah mereka saat masih di kampung dulu, Yati orangnya tidak enakan, jadi, pasti mengurungkan niatnya untuk menegur Atun, sedangkan Nadya sudah sedikit muak melihat kelakuan Atun. Nadya merasa ada hal yang aneh pada diri Atun, tapi dia tidak tahu, tapi yang Pasti beberapa waktu terakhir ini, Nadya sudah merasakan kejanggalan pada sahabat kakaknya tersebut. "Kak Atun, tadi kamu kenapa membentak Leni? Padahal kamu yang salah, jangan seperti it

  • Bukan Pembantu Gratisan   Sifat Buruk

    "Tuan!""Tuan!"Atun berusaha mengejar Ibrahim sambil berusaha memanggilnya, tapi karena Ibrahim memakai headset tidak mendengar panggilan Atun. Atun berusaha berlari beriringan dengan Ibrahim, dengan begini saja dia sudah merasa bahagia, karena merasa seperti pasangan suami istri yang sedang berlari bersama. "Dik Atun, Abang datang," ucap Pa Long, Atun menoleh, sudah ada Pak Long yang berlari beriringan juga dengannya."Pak Long, ngapain kesini!" Atun memperlambat langkah kakinya. "Abang hendak menemani Dik Atun olahraga biar kita sama-sama sehat." Dasar lelaki tua yang genit, sok-sokan menyebut dirinya Abang. "Pak Long, tadi Tuan Ibrahim berpesan kalau Pak Long harus mencuci mobil kerjanya." "Oh, tenang Dik, semua mobil sudah bersih termasuk mobil Nyonya Yati, jadi, kita bisa lari bersama mencoba merajut kasih." Mata Pak Long berkedip sebelah ke arah Atun, kumisnya yang tebal membentuk sebuah lengkungan. Semakin sebal dan merasa jijik saja Atun melihat Pak Long ini. "Ya udah

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status