Share

Sebuah Perjanjian

Penulis: Jannah Zein
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-30 11:27:22

Bab 3) Sebuah Perjanjian

Athar tidak menjawab, malah beranjak menuju meja nakas, menarik laci di bawahnya dan mengambil sebuah map. 

"Kamu baca ini, Aira," ujar Athar datar.

Aira mengangguk. Dia membuka map dengan hati berdebar-debar.

"Jadi kamu ingin kita bercerai setelah aku menemukan orang lain sebagai tambatan hati. Perjanjian macam apa ini?" Tubuh Aira seketika gemetar. Hampir saja map yang dipegangnya jatuh. Sudah sebegitu tak berhargakah dirinya, sehingga Athar sama sekali tak ada itikad untuk berjuang mempertahankan pernikahan ini. Ini pernikahan, sesuatu yang suci, bukan lelucon!

Aira menggeleng keras. Dadanya penuh sesak. Sakit hatinya bagaikan di tusuk-tusuk, merasa terhina.

Athar menatap iba gadis itu. "Aku pikir ini adalah yang terbaik. Kalau kamu memang ingin berpisah dariku, silahkan tanda tangan. Jika kamu tanda tangan, maka saat itu juga jatuh talakku atas dirimu," ujar Athar.

"Kamu tidak sungguh-sungguh dengan pernikahan ini, Athar?" Aira memberanikan diri menatap suaminya.

"Aku hanya ingin realistis, Aira. Aku tidak pernah merendahkan dirimu atau menganggapmu sebagai pengantin pengganti, tetapi untuk melanjutkan rumah tangga ini kurasa akan sulit. Kamu tidak mencintaiku, begitupun juga sebaliknya. Bahkan aku mencintai adikmu. Sesulit ini, Aira. Aku mohon mengertilah." Suara lelaki itu terdengar memelas, bernada keputusasaan.

"Katakan apa yang menjadi keinginanmu. Aku akan berusaha memenuhinya." Lelaki itu tersentak seketika, saat menyadari butiran air bening jatuh dari sudut mata gadis itu. Athar mengulurkan tangan mengusap pipi yang basah.

"Aku tidak bermaksud menyakitimu, Aira. Aku hanya ingin memberi solusi."

"Aku sangat mengerti," sahut Aira mengibaskan tangan lelaki itu dari pipinya. Dia sangat benci di kasihani. "Kupikir memang kita tidak perlu berharap terlalu banyak dari pernikahan ini. Ini bukan pernikahan yang kamu inginkan, kan?"

"Aku hanya berusaha mencari jalan tengah, Aira. Aku tidak mau memaksamu untuk menjalani pernikahan ini dan juga memaksa diriku sendiri. Keberadaan Kiara saja kita belum tahu. Entah dimana dia sekarang." Athar menghela nafas. 

Sesak rasanya mengingat sikap Kiara yang kabur begitu saja, setelah ia berpura-pura jatuh bangkrut. Oh, sampai sebegitu takutkah Kiara jatuh miskin, sehingga tega mengorbankan dirinya dan rencana pernikahan mereka yang sudah fix 100%?

"Kamu sangat mencintai Kiara?" cicit Aira.

"Sejujurnya iya, walaupun dia sudah menyakitiku. Rasanya sesakit ini, Aira." Athar memejamkan mata sejenak, menarik tangan gadis itu lalu mencium punggung tangannya dengan lembut. 

"Aku berharap kita bisa menjadi sahabat yang baik. Aku harap kamu bisa mendapatkan lelaki yang jauh lebih baik dariku. Jikalau kamu sudah menemukannya, segeralah tanda tangan surat perjanjian ini dan kamu bebas detik itu juga."

Aira menatap nanar kalimat demi kalimat yang tertera di lembaran kertas itu. Hatinya luar biasa perih. Namun Aira tidak punya pilihan kecuali menurut. Athar betul. Mereka tidak mungkin memaksakan diri untuk menjalani pernikahan ini seperti orang normal. 

Gadis itu segera beranjak menuju tas besarnya yang teronggok di salah satu sudut ruang, kemudian memasukkan map itu ke dalamnya.

"Ini seperti pernikahan kontrak saja." Aira bermonolong.

Malam pertama yang biasanya dihabiskan oleh sepasang pengantin baru dengan penuh kemesraan tidak berlaku bagi Athar dan Aira. Athar memilih tidur di sofa dan Aira di pembaringan. Lelaki itu menepati janjinya dengan tidak menyentuh Aira sedikitpun.

Malam semakin larut. Meskipun terasa kurang nyaman, tapi nyatanya lelaki itu bisa tertidur dengan pulas. Aira memiringkan tubuhnya. Dari ranjang tempatnya berbaring, ia mengamati lelaki itu. Gurat lelah begitu kentara di wajahnya. Aira menghembuskan nafasnya. Bukan hanya dia, lelaki itu pun juga dalam keadaan tidak baik-baik saja. Takdir begitu kejam menjungkirbalikkan hidup mereka. 

*****

Aira menghabiskan waktu tiga hari di hotel dengan berselancar di dunia maya. Sementara Athar pun juga melakukan hal yang sama. Bedanya lelaki itu sibuk melakukan beberapa pekerjaan. Memang ini adalah masa cutinya, tetapi tetap saja lelaki itu terlihat sibuk, bahkan berkali-kali menghubungi asisten pribadi dan sekretarisnya. Hanya raganya yang berada di kamar hotel. Namun otaknya berada di kantor.

Pagi ini setelah sarapan, mereka check out dari hotel. Tak ada pembicaraan di antara mereka. Aira memilih memainkan ponsel dan Athar menyetir mobil. 

Perjalanan dari hotel menuju kediaman Athar dan Rani memakan waktu sekitar satu jam lebih. Gadis itu berdecak kagum saat mobil memasuki pekarangan rumah yang sangat luas. Tidak pernah ia melihat halaman rumah seluas itu. Rumah di hadapannya itu pun sangat megah, mirip istana kecil.

"Selamat datang di rumah ini, Aira. Turunlah." Suara lelaki itu membuyarkan lamunan Aira. Aira turun dari mobil. Athar bersikap sangat manis dengan membukakan pintu mobil untuknya.

Seorang wanita setengah baya berlari kecil menghampiri mereka.

"Pagi sekali kalian datang. Mommy tidak menyangka. Mommy pikir kalian masih betah berada di kamar hotel. Maklum...." Rani tak melanjutkan ucapannya, melainkan mencium kedua belah pipi Aira. 

Rani merangkul gadis itu, membawanya masuk ke dalam rumah. Aira berdecak kagum dengan pemandangan di sekelilingnya. Ruang tamu yang sangat luas penuh dengan barang-barang mewah. Seumur hidup ia tidak pernah masuk ke ruangan seindah ini.

"Semoga kamu bisa betah di rumah ini, Aira," ujar Rani.

Langkah mereka tak berhenti di ruang tamu. Rani menunjukkan kepada Aira seluruh ruangan yang ada di rumah ini, sampai akhirnya Athar berinisiatif untuk membawa Aira ke dalam kamarnya.

"Kamu terlihat lelah. Istirahatlah. Ini adalah kamarku." Athar menutup pintu kamarnya, lalu menunjuk tempat tidur.

"Kita tidur di kamar yang sama?" Aira menatap bingung lelaki itu.

"Akan sangat kentara jika kita terang-terangan tidur di kamar yang berbeda. Tapi kamu tenang saja. Kamu akan tidur di kamarku dan aku tidur di ruang kerja. Antara kamar tidur dan ruang kerja dipisahkan oleh pintu penghubung." Athar menunjuk sebuah pintu di ruangan ini.

"Aku sudah membuatmu repot. Tidak seharusnya kamu melakukan hal sejauh ini," ucap Aira.

"Kita sama-sama direpotkan dengan pernikahan ini. Anggap saja kita berbagi kerepotan bersama." Lelaki itu tertawa hambar. Tangannya terulur. Dia menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Aira. 

"Tak perlu merasa tidak enak. Laki-laki bisa tidur di mana saja. Lagi pula pekerjaanku cukup banyak, bahkan sebelum ini pun aku seringkali tertidur di ruang kerja. No problem," imbuhnya.

"Bagaimana, Aira? Are you oke?" Athar menatap lekat gadis itu.

"Baiklah. Aku mengerti." Aira menyeret tas besarnya. Athar menunjukkan sebuah almari dan menyuruh Aira memasukkan semua barang-barangnya.

Sesudah itu, Athar pun menghilang di balik pintu penghubung. Entah apa yang ia lakukan di sana.

Aira membuka tas dan segera memindahkan isinya ke dalam lemari. Sepasang matanya yang indah mengerjap mendapati map berwarna biru. Map berisi selembar kertas tempat nasibnya di gantungkan. Aira tersenyum miris.

    

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Pengantin Pengganti   Tak Ada Kesempurnaan Yang Sempurna

    Bab 132) Tak Ada Kesempurnaan Yang Sempurna"Sayang, sudahlah. Mama sudah bahagia di sana. Mama pasti melihat dari atas sana dan tersenyum pada cucunya. Jangan bersedih, Sayang." Athar mengusap-usaha pundak istrinya, kemudian mengajaknya berdiri.Tubuh Aira masih saja gemetar saat Athar membimbingnya menjauhi areal pemakaman. Mereka harus segera melanjutkan perjalanan menuju rumah Hendra. Perjalanan masih memakan waktu sekitar satu jam lagi. Aira kembali duduk di sisi Hendra yang tengah menyetir. Sementara Lina duduk di jok belakang sembari memangku Alia.Sepanjang perjalanan, pikiran Aira melayang tak karuan. Inilah yang membuat ia malas dan jarang mengunjungi makam itu. Bukan karena tak rindu. Setiap kali ia mengunjungi makam ibundanya, setiap kali juga luka itu kembali menganga. Luka masa kecilnya yang menyaksikan ibunya terbujur kaku dan dimasukkan ke liang lahat. Saat itu dia hanya seorang gadis kecil berumur 9 tahun yang tak mengerti kenapa ibunya tiba-tiba meninggal dunia, pad

  • Bukan Pengantin Pengganti   Lambang Kerinduanku Kepada Mama

    Bab 131) Lambang Kerinduanku Kepada MamaBeberapa hari di rumah Albana serasa begitu lama bagi Aira. Meskipun Athar selalu meluangkan waktu untuk membersamainya di sela-sela aktivitas kerjanya yang padat, tetapi Aira benar-benar tak nyaman. Kalimat demi kalimat terus berkelanjutan keluar dari mulut Albana soal status Alia, putrinya. Wanita itu benar-benar kesal, karena yang ada di otak kakeknya hanya urusan warisan dan Diamond Group, seolah-olah tidak ada hal yang menjadi prioritas selain itu. Rasa-rasanya putrinya cuma dijadikan alat bagi sang kakek untuk mengekalkan kekuasaan pada kerajaan bisnisnya."Apakah dia menganggap kelahiran anakku hanya sebagai pengisi kursi pewaris Diamond Group kedepannya? Sebegitu murah harganya," gumam Aira dalam hati. Dia benar-benar tak habis pikir. Setelah mendiang ibu dan dirinya, kini giliran putrinya yang baru lahir itu yang di nobatkan Albana sebagai pewaris Diamond Group. Diam-diam ia mengepalkan tangan. Untuk hal yang satu ini, cara pandang A

  • Bukan Pengantin Pengganti   Bukti Keajaiban Cinta

    Bab 130) Bukti Keajaiban Cinta[Ini ada hadiah kecil dari Kakek. Kenapa tidak memberi kabar, cucuku? Padahal bayi itu akan menjadi salah satu pewaris Diamond Group selanjutnya. Kamu masih marah dengan Kakek?!]Aira hanya tersenyum tipis, memandang baris demi baris kalimat yang ditulis oleh kakeknya. Pesan itu terasa menohok, tapi Aira memiliki pengendalian diri yang cukup kuat. Dia berusaha untuk tidak terpancing. Tanpa membalas pesan itu, Aira langsung menutup aplikasi pesan instan, kemudian beralih menuju aplikasi m-banking. Wanita muda itu ternganga saat melihat nominal yang dikirim oleh Albana. Tak main-main. Hadiah kecil yang disebut oleh kakeknya itu adalah dana sebesar satu miliar.Mungkin itu memang hadiah kecil, karena uang satu miliar bukan apa-apa bagi lelaki tua itu. Diamond Group memiliki cabang hingga ke pelosok negeri ini. Diamond Group bukan perusahaan perbankan biasa, tetapi perusahaan perbankan raksasa yang basisnya menyaingi perusahaan perbankan plat merah di negeri

  • Bukan Pengantin Pengganti   Berdamai Dengan Takdir

    Bab 129) Berdamai Dengan Takdir"Mom tahu apa yang kamu rasakan," ucap Rani dengan lembut. Berhubung Keano tidak kunjung memutar tubuhnya, akhirnya Rani lah yang berjalan memutar dan menghadap lelaki muda itu. Dia menatap Keano seolah ingin menembus di balik kelam hitam sorot mata putra angkatnya ini."Apa yang Mom ketahui tentang diriku?" tanya Keano lirih."Hati dan perasaanmu terhadap Aira."Keano seketika tersentak. "Apa yang Mom katakan? Jangan mengada-ada, Mom. Aira itu adikku dan kebetulan istri Athar, putra kandung Mom!""Tapi kamu mencintainya, bukan? Jujurlah pada Mommy....""Aku...." Suara Keano tertahan di tenggorokannya. Lidahnya terasa kelu untuk berucap.Namun wanita paruh baya itu begitu tenang. Dia malah menggenggam tangan Keano, seolah sedang mentransfer energi untuk menguatkan pemuda ini."Kamu tidak perlu sungkan sama Mommy. Mommy tak akan marah. Takdirlah yang mempertemukan kalian di saat kalian berdua sudah sama-sama dewasa. Tak apa, Nak. Hanya saja, satu hal itu

  • Bukan Pengantin Pengganti   Kelahiran Alia

    Bab 128) Kelahiran AliaAira memejamkan matanya sesaat. Dokter anestesi sudah memberikan suntik epidural beberapa saat yang lalu dan rasa nyeri perlahan mulai berkurang. Sekarang dia tinggal menunggu pembukaan lengkap, kemudian mengejan mengikuti instruksi dari dokter. Berhubung tidak ada masalah apapun dengan kandungannya, maka Aira memilih melahirkan secara normal dengan metode epidural.Namun meski sudah diberi suntikan penawar rasa sakit, tetap saja Aira merasa gugup dan takut. Wajar, karena adalah pengalaman pertamanya."Maaf, Sayang. Aku datang terlambat," sesal Athar. Dia mengusap keringat dingin yang membanjiri wajah Aira."Tak apa. Semuanya aman dan terkendali." Senyum Aira mengembang meski agak dipaksakan, sekedar menyamarkan rasa takut di hatinya. "Sebentar lagi kita akan bertemu dengannya. Dokter memperkirakan dia akan lahir beberapa jam lagi. Mana Mommy?""Sebentar lagi Mommy akan datang. Dia pasti akan sangat senang. Momen ini sudah lama dia tunggu." Lelaki itu membungku

  • Bukan Pengantin Pengganti   Impas

    Bab 127) ImpasWajah lelaki yang penuh keriput itu seketika berubah memerah. "Kamu pikir Kakek kurang kerjaan, sehingga mesti melakukan permainan anak kecil seperti itu?! Nggak level itu, Aira!""Meskipun aku baru mengenal Kakek, tapi bukan berarti aku tidak tahu bagaimana sifat Kakek. Aku memiliki sumber yang bisa dipercaya....""Kamu memata-matai kakekmu?" dengus Albana.Aira menggeleng. "Tidak," ralatnya."Terus.... Kenapa kamu menuduh Kakek ada bermain di balik semua yang sudah terjadi pada ibu tirimu yang brengsek itu? Masalah dia masuk rumah sakit jiwa, itu urusannya, bukan urusan Kakek. Mungkin itu karmanya karena sudah menyia-nyiakan anak tiri yang baik sepertimu," ujar Albana sinis."Stop, Kek. Berhenti bilang begitu.""Kalau bukan karma, apalagi namanya? Lagi pula kamu itu terlalu baik, Aira. Sudah tahu jika wanita itu pernah hampir saja membunuhmu, tapi kamu masih mau menolongnya!""Itu adalah masa lalu, Kek. Lagi pula, Papa sudah menceraikan Mama Kalina. Kurasa itu sudah i

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status