Bab 4) Hadiah Pernikahan
Tak ada yang istimewa dengan menu sarapan pagi ini, hanya roti ditemani segelas susu hangat. Aira mengambil roti dan mengolesinya dengan selai nanas, lalu memberikannya kepada Athar"Terima kasih, Sayang." Lelaki itu tersenyum manis sekali yang dibalas Aira dengan sebuah anggukan.
Sandiwara yang sungguh sempurna. Berpura-pura saling jatuh cinta agar jangan ada pertanyaan soal hubungan yang tengah mereka jalani. Tidak perlu seisi rumah apalagi perusahaan tahu yang sebenarnya terjadi, cukup mereka berdua saja.
Athar memakan rotinya dengan cepat, kemudian meneguk susu hingga isi gelas tandas.
"Aku berangkat dulu ya, Sayang. Nicko sudah menungguku di luar," pamit lelaki itu.
"Kok buru-buru sih? Mommy masih ingin ngobrol sama kamu. Kalian kan baru menikah. Banyak yang harus Mommy bicarakan sama kamu," keluh Rani. Dia bahkan mengangkat sebelah tangannya demi mencegah Athar yang sudah beranjak dari kursi tempat duduknya.
"Kita bisa mengobrol lain kali, Mom. Aku harus profesional. Seorang pemimpin harus memberikan contoh yang baik kepada bawahannya." Athar menggeleng. Dia tidak mau ada banyak drama di hari pertama bekerja setelah menikah dengan Aira. Sudah cukup drama pernikahannya menguras energi dan tentu perasaannya
Athar meraih tangan perempuan yang telah melahirkannya itu, menciumnya dengan takzim. Keduanya pun lantas berpelukan.
Rani menghela nafas menatap kepergian Athar, sosok yang akhirnya menghilang di balik pintu ruang makan.
"Bagaimana perasaanmu sekarang, Aira?" tanya Rani tiba-tiba.
"Perasaan yang mana, Mom?" Aira tergagap. Gadis itu mengerutkan kening.
"Setelah menikah dengan Athar. Mommy tahu kamu menyembunyikan semuanya dari Mommy dan Mommy tahu Athar itu masih mencintai Kiara. Maafkan Athar ya, Nak," ujar Rani meraih tangan gadis itu.
"Resiko menjadi istri pengganti, Mom," lirih Aira.
"Kalian sudah menikah, berarti kamu adalah yang terbaik untuk Athar. Mommy berharap kamu bisa membuat Athar jatuh cinta kepadamu."
"Aku tidak yakin, Mom." Aira tersenyum pahit. Seketika otaknya mengingat perjanjian pernikahannya dengan Athar.
"Yakinlah, Aira. Ini hanya soal waktu. Athar pasti akan bisa menghapus nama Kiara di hatinya."
"Aku justru takut tidak bisa memenuhi ekspektasi Mommy."
Tak ingin terjebak dengan pembicaraan yang hanya akan membuat hatinya sedih, Aira berinisiatif untuk membereskan sisa sarapan mereka. Piring dan gelas ia tumpuk menjadi satu. Dia bermaksud akan membawanya ke tempat pencucian piring.
"Biarkan Mbak Nana yang akan mengerjakannya. Kemarilah Aira, ikut Mommy." Rani melambaikan tangan. Posisinya saat ini sudah berada di depan pintu ruang makan.
Aira mendekat, mengiringi langkah-langkah Rani yang ternyata menuju kamar pribadinya.
"Ada apa, Mom?" tanya Aira hati-hati setelah Rani menyuruhnya duduk di sisi pembaringannya.
Rani menarik laci dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berbentuk segi empat yang sangat cantik.
"Mommy belum sempat memberikan hadiah pernikahan untukmu, Aira. Terimalah." Rani meletakkan benda itu di pangkuan Aira.
"Bukankah sebenarnya ini untuk Kiara?" bantah Aira. Tiba-tiba perasaannya tidak enak. Aira menatap Rani dengan tatapan penuh pertanyaan.
Rani menggeleng. "Itu tidak benar, Aira. Siapapun yang menjadi menantu Mommy, maka dia lah yang berhak atas hadiah ini. Mommy sengaja merancangnya untuk siapapun perempuan yang menjadi menantu Mommy. Semoga kamu juga suka ya."
"Ya ampun, Mom. Pakai repot-repot segala."
"Tidak, Sayang. Kamu pantas menerima ini. Kamu wanita cantik dan berhati baik. Mommy menyayangimu." Tangan Rani terulur mengusap kepala gadis itu. Tangan itu kemudian turun mengelus-elus bahunya menciptakan kehangatan di tubuh Aira.
"Terima kasih, Mom." Aira membuka kotak itu dengan tangan gemetar. Mulutnya langsung membentuk huruf O melihat benda-benda yang seumur hidup tidak pernah ia lihat. Seuntai kalung dengan liontin berlian, dua buah gelang dengan model berbeda, dua cincin dan sepasang giwang.
Gadis itu buru-buru menutup kotak itu, lantas menatap sang ibu mertua. "Aku tidak tahu harus berkata apa lagi, Mom. Mommy sudah terlalu baik untukku. Bolehkah aku menganggap Mommy sebagai ibu kandungku, pengganti Mama Alia?"
"Tentunya, Sayang. Bagi Mommy, kamu bukan cuma menantu tetapi putriku sendiri."
Kedua perempuan itu berpelukan. Aira merasakan degup jantungnya berdebar kian hebat, seirama dengan degup jantung Rani. Bermenit-menit waktu berlalu dan mereka tenggelam dalam suasana haru.
*****"Bener-bener keterlaluan kamu, Athar. Kamu tega sekali menipuku. Dimana cintamu?!" maki Kiara dalam hati. Matanya nanar menatap layar ponsel yang tengah menampilkan adegan demi adegan, video perkawinan Athar dengan Aira.
Seharusnya dialah yang menjadi pengantin wanitanya, tetapi ternyata justru kakaknya yang ketiban durian runtuh, menikah dengan Athar Shail Huzaifa yang selama setahun belakangan menjadi kekasihnya bahkan calon suaminya. Benar-benar sial!
Perempuan muda bertubuh tinggi semampai bak model itu sangat geram. Dia menutup video dengan sentuhan kasar, kemudian menggulir layar, menuju mesin pencarian G****e, mengunjungi website resmi Berkah Bumi Group. Kiara kembali shock mendapati prestasi dan pencapaian gemilang yang diraih oleh perusahaan itu. Berkah Bumi Group tak terindikasi bangkrut. Fix, Athar menipunya habis-habisan.
Spontan Kiara memijat pelipisnya. Buat apa lelaki itu melakukan hal ini kepadanya? Menyingkirkan dirinya secara tidak langsung dan kemudian menikahi Aira, sang kakak tiri yang sebenarnya merupakan rival abadinya di rumah.
"Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus segera ke kantor Athar dan meluruskan semuanya. Aku tidak mau kehilangan pewaris Bumi Berkah Group. Athar adalah tambang emasku." Kiara buru-buru mematikan ponsel, kemudian bangkit dari tempat duduk tanpa menyentuh sedikitpun sarapan di depannya, sehingga membuat lelaki yang bernama Alvino yang duduk di hadapannya itu terkejut.
"Ada apa, Kiara? Kamu terlihat gelisah dan seperti buru-buru sekali. Mau ke mana?" tegur Alvino.
"Aku harus ke kantor Athar. Ini tidak boleh dibiarkan. Aku tidak mau akhirnya Aira yang berbahagia di atas penderitaanku. Athar kurang ajar. Berani sekali ia menipuku!" sengit Kiara.
Sontak saja Alvino berdiri. Secepat kilat tangannya mencengkram lengan Kiara.
"Apa katamu?! Athar sudah menipumu? Bukankah kamu sendiri yang meninggalkan Athar dengan datang kepadaku? Kamu tidak bisa pergi begitu saja, Kiara," tegas Alvino.
Alvino menggeram. Lelaki itu tak terima. Baru saja seminggu yang lalu Kiara datang kepadanya, meminta perlindungan karena gadis itu tidak mau menikah dengan Athar.
Tidakkah Kiara berpikir bahwa langkahnya untuk menyembunyikan Kiara memiliki risiko yang sangat besar? Bisa saja anak buah Athar atau Hendra menemukannya. Dia akan terseret ke jalur hukum dengan tuduhan menculik calon istri atau anak gadis orang. Kenapa Kiara tidak pernah menghargai semua pengorbanannya?
"Alvino, please. Jangan menyulitkanku. Aku punya alasan sendiri kenapa kemarin aku tidak mau menikah dengan Athar. Kami memang memiliki sedikit masalah dan sekarang aku akan meluruskannya." Kiara berontak, berusaha melepaskan diri dari kungkungan lelaki itu.
"Lalu aku ini kamu anggap apa, Kiara?" Lelaki itu sedikit membentak.
Bab 5) Kedatangan Kiara"Kamu? Apa urusannya denganmu?" tuding Kiara dengan sepasang netranya. Dia sangat terkejut, meskipun itu tak menyurutkan niatnya untuk melepaskan diri dari kungkungan Alvino. Kiara lelah. Dia sudah tak punya waktu lagi untuk melayani Alvino dengan segala argumentasinya.Hanya perlu sekali sentakan menggunakan sikunya untuk memukul dada lelaki itu, Alvino mengaduh dan pelukannya pun terlepas. Kiara berlari kecil menuju kamarnya, mengambil tas kemudian segera pergi dari apartemen itu, tidak peduli dengan teriakan Alvino yang memanggil-manggil namanya. Kiara masuk ke dalam lift dan segera menutupnya. Dia bermaksud turun ke lantai dasar dan dengan menggunakan ponselnya, Kiara memesan taksi yang akan ia gunakan untuk menuju gedung pusat berkah Bumi Group.Tidak lama berselang, taksi pesanannya datang. Kiara segera masuk ke dalam dan mobil pun meluncur. Sepanjang perjalanan, gadis itu masih tetap bermain ponsel. Dia mencermati beberapa data tentang perusahaan mili
Bab 6) Merebut Athar?"Athar!" Suara pekik tertahan disertai dengan benda yang jatuh ke lantai.Athar buru-buru melepas pelukannya terhadap Kiara. Dia pun terpekik melihat Aira yang berdiri gemetar dari jarak kurang lebih sepuluh langkah dari tempatnya sekarang."Aira...." Lelaki itu mendekat. Matanya memicing melihat sebuah kotak makanan yang tergeletak di lantai."Aira, ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Maaf." Lelaki itu menunduk, mengambil kotak makanan, lalu meraih tangan Aira, menggandengnya menuju sofa tempat Kiara duduk.Namun Kiara justru berdiri dan bertepuk tangan. "Bagus ya! Katanya kamu tidak mencintai Aira, tetapi kenapa perlakuanmu padanya begitu manis? Bahkan di saat kamu ketahuan memelukku, seakan-akan itu adalah sebuah kesalahan!" bentak Kiara. "Ya, tentu saja itu salah. Aira adalah istriku, bagaimanapun caranya kami menikah. Aku menghargai Aira sebagai wanita yang sudah kunikahi. Dan apa yang kita lakukan barusan adalah sebuah kesalahan," balas Athar.Tangannya
Bab 7) Ini Bukan Lelocun, Kiara!"Maaf," lirih Aira saat berhasil menegakkan tubuhnya kembali. Dia melepaskan diri dari tangan kokoh itu. Rasanya teramat malu menyadari dirinya berada di dalam pelukan seorang lelaki padahal ia telah bersuami, walaupun itu bukan berdasarkan kesengajaan. Namun tak dapat di sangkal, debaran di dadanya menyergap. Ini untuk pertama kalinya ia berada di pelukan seorang lelaki, lantaran sampai sejauh ini, Athar belum pernah menyentuhnya. Hubungan Aira dan Athar lebih mirip sepasang sahabat, bukan suami istri.Aira menghela nafas, mendorong tubuh tinggi besar itu kemudian segera menutup pintu lift. Aira memijat tombol yang akan membawanya menuju lantai dasar.Sementara itu, lelaki itu masih saja berdiri terpaku membayangkan wajah wanita yang barusan tanpa sengaja dipeluknya. Wajah wanita yang terasa begitu familiar. Dia merasa sangat mengenal sosok wanita yang barusan ia peluk, tapi dimana ia mengenalnya? Otaknya terus berusaha untuk mengingat-ingat."Pera
Bab 8) Siapa Dia?Mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi membuat nyali Aira menciut, sehingga akhirnya ia mengurangi kecepatan laju mobilnya. Apalagi ia baru beberapa hari ini kembali berurusan dengan mobil. Selama tinggal bersama papa dan mama tirinya, Aira jarang sekali menyetir sendirian. Waktunya habis untuk mengurusi rumah dan dapur, bahkan dia tidak sempat menginjakkan kaki di bangku perkuliahan, padahal papanya adalah orang berada.Entahlah, Aira juga tidak habis pikir. Laki-laki setengah tua itu mau saja menurut perkataan istri keduanya yang mengatakan bahwa Aira lebih cocok di rumah saja dan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi."Daripada suntuk, sebaiknya aku ke restoran Papa saja. Benar-benar ya, Kiara sudah merusak moodku. Apa haknya meminta Athar kembali kepadanya? Memangnya Athar itu barang?" Meskipun sembari menggerutu, matanya tetap awas menatap ke depan. Perjalanan menuju restoran papanya memakan waktu sekitar 30 menit.Alia Resto and Cafe. Itulah nama restoran papany
Bab 9) Ancaman Hendra"Apa yang terjadi, Aira?" Hendra menatap wajah putrinya dalam-dalam. Gurat kesedihan jelas terlihat dari wajahnya yang jelita. Lelaki setengah baya itu berdiri menghampiri Aira yang hanya bisa tertunduk. Wanita muda itu memandangi gelang yang melingkar di lengannya. Gelang pemberian mommy Rani sebagai salah satu hadiah pernikahannya. Ah, untung saja gelang itu tidak rusak setelah aksi rebutan dengan Kiara barusan. Aira menghela nafas berat."Kiara tadi datang ke kantor Athar, Pa," adu Aira."Apa?" pekik Hendra sangat terkejut. Sampai saat ini putri tirinya itu belum menginjakkan kakinya kembali ke rumah mereka, tetapi dia sudah menyambangi kantor Athar yang sekarang sudah menjadi suaminya Aira."Kiara? Mama tidak salah dengar?" sela Kalina serius. Dia sama sekali tidak terkejut, karena barusan Kiara mengirimkan pesan di ponselnya dan mengabarkan soal itu."Betul, Ma. Dan tahukah Mama, apa yang putri kesayanganmu itu lakukan?" ujar Aira. Gadis itu bangkit dan ber
Bab 10) Layu Sebelum BerkembangAira mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia sudah tidak peduli dengan apapun. Hatinya sakit. Masih terngiang-ngiang ucapan mama Kalina yang memintanya untuk bercerai dari Athar, kemudian pertengkaran kedua orang tua itu. "Aku dan Athar bukan barang yang bisa kalian pisahkan seenaknya. Aku dan Athar sudah menikah dan aku harus melaksanakan amanah mommy Rani untuk menjaga pernikahanku. Kenapa sih Mama Kalina dan Kiara tidak mau mengerti? Kiara yang memutuskan untuk tidak mau menikah dengan Athar, tetapi kenapa setelah beberapa hari, mendadak dia datang lagi dan minta untuk kembali?"Aira merasa seperti dipermainkan oleh takdir. Hanya dalam beberapa hari hidupnya serasa jungkir balik. Tentu saja Aira tidak tahu alasan adik tirinya melakukan hal itu, karena gadis itu bukan sebangsa Kiara yang memandang seseorang dari materi. Dia menerima Athar apa adanya, tanpa syarat apapun, walaupun ada perjanjian di antara mereka. Mungkin saat ini ia belu
Bab 11) Permintaan Mommy Rani Wanita cantik berumur setengah baya itu keluar dari mobil setelah sang sopir membukakan pintu untuknya. Rani melangkah tergesa menuju pelataran rumah sakit. Sembari terus melangkah, ia memainkan ponsel, mencoba menghubungi sang putra. Rani mendesah kesal. Sudah beberapa kali ia melakukan, tapi hasilnya nihil. Demikian juga saat ia mencoba menghubungi Nicko, asisten pribadi Athar. Akhirnya ia menghubungi Anggita, sekretaris Athar yang juga merupakan keponakannya. "Ya, Tante." Suara merdu Anggita terdengar. "Gita, kamu sedang bersama Athar?" Rani balik bertanya. "Kami sedang meeting, Tante. Ponsel Athar dan Nicko memang sengaja dimatikan," beritahu Anggita. "Baiklah. Tante titip pesan ya. Kamu bilang sama Athar, istrinya mengalami kecelakaan dan sedang berada di rumah sakit Citra Medika," ujar wanita itu. "Mbak Aira?!" Terdengar pekik tertahan Anggita. "Iya, siapa lagi? Ya, sudah, Gita. Tante tutup dulu ya." Rani langsung memutus panggilan, lalu mem
Bab 12) Kedatangan Hendra dan Kalina"Kamu tidak perlu merasa tidak enak dengan Athar. Anggap saja kamu mewakili Athar untuk mengurus istrinya," ujar Rani santai, tak peduli dengan kebingungan lelaki muda di hadapannya."Ya beda dong, Mom. Athar kan suaminya Aira," protes Keano.Ingin rasanya Rani tertawa sekeras-kerasnya. Mulutnya pun hampir saja keceplosan. Namun wanita itu tetap menahan diri."Mommy tidak menerima penolakan, Keano. Kamu sudah Mommy anggap seperti anak sendiri. Tak ada yang bisa Mommy percaya untuk merawat Aira selain kamu. Sedangkan Athar malah sibuk dengan pekerjaannya," keluh wanita itu.Rani menarik tangan lelaki itu, membawanya melangkah menuju sofa. Mereka duduk berdampingan. Rani mulai menceritakan apa yang terjadi dengan rencana pernikahan Athar dengan Kiara yang berakhir dengan menikahnya Athar dengan Aira."Jadi Aira itu pengantin pengganti?" Keano memijat kepalanya."Buat Mommy, tak ada istilah pengantin pengganti, yang ada Aira memang sudah di takdirkan m