<span;>Ivan tak ikut dalam obrolan ketiga perempuan itu. Dia hanya duduk diam di antara mereka sambil sesekali tersenyum sebagai tanda kalau dia ikut mendengarkan canda mereka. Ivan pun berusaha untuk tidak merasa jenuh. Dia memusatkan perhatiannya pada Lusy yang duduk di hadapannya. Lusy pun tersenyum. Dia tahu jika mata suami sahabatnya itu terpusat padanya. Lalu dengan bahasa tubuhnya dia segera berusaha menggoda Ivan yang memang sudah tertarik pada kemolekan tubuhnya.
<span;>Ivan yang mengerti bahasa tubuh Lusy itu pun tersenyum penuh arti. Dia menikmati setiap gerakan yang Lusy buat lewat pandangan matanya. Namun begitu, Ivan tetap pandai menjaga sikap. Dia harus tetap terlihat sebagai seorang yang baik, terutama di depan Riska. Sebab dia harus selalu tampil sebagai laki-laki yang sempurna. Tak boleh ada seorang pun yang tahu keburukannya. Termasuk Riska, sahabat istrinya.<span;>"Wah, minumannya sudah habis. Biar aku buatkan lagi," kat<span;>"Kok, main hp terus? Sudah malam, Mas Ivan tidak tidur?" tanya Fara yang malam itu melihat Ivan asyik dengan ponselnya sambil duduk santai di dekat jendela kamar. <span;>"Aku bukan anak kecil yang diwajibkan tidur sore, kan?" Ivan balik bertanya tanpa menoleh. <span;>"Ini sudah jam sepuluh. Sudah malam, mas," kata Fara lagi sambil masuk ke dalam selimut hangatnya. <span;>"Jam sepuluh itu masih sore. Sudahlah jangan cerewet, Fara. Jangan bilang kalau kamu minta dikeloni. Seperti anak kecil saja," gerutu Ivan tanpa mengalihkan mata dari ponselnya. <span;>"Siapa yang minta dikeloni?" Fara menyahut cepat. <span;>"Malam ini aku sedang tidak ingin. Jadi sebaiknya kamu tidur saja," kata Ivan lagi hingga Fara pun menoleh cepat padanya. <span;>"Aku tidak minta itu, mas!" <span;>"Oh ya? Baguslah kalau begitu. Karena malam ini aku tidak bisa. Aku mau ketemu
<span;>Dentuman alunan musik terdengar menghentak keras memenuhi ruangan. Suasana riuh dan ceria seolah mengajak semua yang hadir di sana untuk bersemangat. Ruangan yang dipadati oleh para pengunjung itu pun jadi terasa hidup. Malam tak hening di sini. Malam begitu hingar bingar. Mereka seolah merubahnya menjadi siang, hingga mereka tak lagi merasa jika sesungguhnya malam adalah waktunya bagi tubuh mereka untuk beristirahat. <span;>Ivan berjalan pelan menghampiri seorang perempuan cantik yang sedang duduk sendirian menunggunya. Dan ketika melihat kedatangannya, perempuan itu pun tersenyum dan berdiri menyambutnya. Lalu segera dia memeluk Ivan dan bersandar manja di dadanya. <span;>"Kenapa lama? Aku sudah satu jam menunggu di sini," kata perempuan yang adalah Lusy, melontarkan sedikit protes. <span;>Ivan pun melihat pada jam tangannya. "Ini baru tengah malam, cantik. Aku datang tepat waktu," katanya sambil mendaratkan sebuah
<span;>Minggu siang itu Fara baru saja selesai memasak. Dia belajar memasak makanan kesukaan Ivan dari ibu mertuanya. Sebab orang bilang, istri yang pintar memasak itu akan disayang suami. Meski pun Fara ragu jika Ivan akan mencintainya jika dia bisa menyuguhkan makanan kesukaan suaminya itu. Tapi tak ada salahnya mencoba. Toh, hati Ivan bukan terbuat dari batu, kan? Jadi sekeras-keras hati suaminya itu, Fara yakin dia masih bisa untuk melunakkannya. Apa lagi selama ini Ivan selalu meminta Fara untuk membuatkan sarapan dan kopi untuknya. Jadi jika di hari Minggu seperti ini Fara menyajikan makan siang, mungkin saja Ivan akan senang dan bisa melihat kesungguhan Fara untuk menjadi seorang istri yang baik. <span;>Selesai memasak, Fara pun bergegas ke kamar untuk mandi. Sebab Fara merasa badannya lengket oleh keringat dan juga bau bumbu masakan. Dan ketika dia masuk ke dalam kamar, dilihatnya Ivan sedang duduk santai di dekat jendela sambil memainkan ponselnya. F
<span;>Hari-hari berlalu. Tak ada perubahan yang terjadi dalam rumah tangga Fara dan Ivan. Fara tetap berperan jadi istri yang baik, sedangkan Ivan tetap bersikap acuh pada Fara, istrinya. Dan semua itu tetap jadi rahasia mereka berdua. Tak ada yang tahu, termasuk Lusy yang kini menjalin hubungan lebih dekat dengan Ivan. Yang Lusy tahu hanyalah Ivan mendua, membagi hati dengannya. Tapi Lusy tak tahu jika selama ini pernikahan Fara dan Ivan seperti sebuah sandiwara. Pernikahan hampa yang berdiri di atas kertas, tanpa berdasarkan cinta. <span;>Jika Ivan tak setia, itu Lusy tahu. Tapi jika Ivan tak memiliki cinta untuk Fara, itu Lusy tak pernah tahu. Karena itulah dia sering merasa cemburu pada Fara. Terutama disaat Ivan sedang berada di rumah, jauh dari sisinya. Namun begitu, Lusy tetap memegang janjinya untuk merahasiakan tentang hubungan gelapnya bersama Ivan dari Fara. Sebab Lusy memang ingin merebut Ivan secara diam-diam. Membuat Fara cemburu berarti mengam
<span;>Fiona berjalan menuruni tangga. Ketika melewati ruang tengah, langkahnya terhenti. Suara Ivan yang sedang asyik teleponan dengan seseorang menarik perhatiannya. Ivan terdengar sedang berbicara dengan suara yang lembut dan gaya yang sedikit romantis. Kening Fiona pun berkerut bingung. dengan siapakah kakaknya itu bicara? Bukankah Fara, istrinya, sedang berada di dapur? Lantas dengan siapakah dia bicara semesra itu? <span;>Fiona berdiri mendengarkan dari balik pintu. Bukan berniat ingin medengarkan, tapi pembicaraan Ivan yang entah dengan siapa itu memang benar-benar menarik perhatiannya. perempuan muda itu pun asyik mencuri dengar dengan kening yang berkerut. <span;>Ketika Ivan menutup pembicaraan di telepon, Fiona segera bertanya dengan perasaan bingung. "Mas, bicara dengan siapa?" <span;>Ivan yang tak mengetahui keberadaan Fiona di dekatnya pun terlonjak kaget. Dia cepat menoleh dengan wajah yang terkejut, seperti s
<span;>"Apa kegiatanmu hari ini, Van?" tanya Bu Elsa pada Ivan. <span;>Ketika itu mereka sedang makan siang bersama. Pak Arifin, Bu Elsa, Fiona, Ivan dan Fara duduk mengitari meja makan yang cukup besar. sebagian hidangan makan siang itu Fara yang memasaknya tadi. Memang disetiap hari Minggu Fara selalu menyempatkan diri untuk memasak. Dia ingin agar Ivan bisa menikmati hasil masakannya meskipun hanya seminggu sekali saja. <span;>Ivan yang mendengar pertanyaan ibunya itu pun langsung mengangkat wajahnya dan menatap ibunya dengan sedikit terkejut. <span;>"Huh? Kegiatan saya? Memangnya ada apa, ma?" <span;>"Tidak ada apa-apa. Hanya saja mama perhatikan selama ini kamu tdak pernah mengajak Fara jalan-jalan. Ini kan hari MInggu, kalau kamu tdak ada kegiatan, kenapa tidak kamu ajak Fara jalan-jalan, Van?" Usul dari Bu Elsa mengejutkan Ivan, hingga putranya itu terkesiap menatapnya. <span;>"Jal
<span;>Mereka memasuki gedung mal yang siang itu cukup ramai oleh pengunjung. Tapi mereka hanya berputar-putar tak ada tujuan. Ivan asyik berjalan sendirian di depan, sementara Fara mengikutinya dari belakang. Seperti orang bingung, gerutu Fara dalam hati. <span;>"Mas," panggil Fara sambil menjejerkan langkahnya dengan Ivan. <span;>"Ya." sahut Ivan menoleh sekilas. <span;>"Ngapain kita cuma berputar-putar seperti ini dari tadi? Aku lelah. Kakiku sakit," rengek Fara. <span;>Ivan pun menghentikan langkahnya dan menatap Fara. "Kita disuruh mama jalan-jalan, kan?" sahutnya dengan ekspresi wajah yang menyebalkan. <span;>"Tapi tidak harus berputar-putar seperti ini kan, mas?" ucap Fara kesal. <span;>"Jadi kamu maunya gimana? Kamu mau belanja? Ya sudah, kamu beli saja apa yang kamu mau. Kamu boleh belanja sebanyak-banyaknya, asal jangan ngambek dan merengek seperti ini," kata I
<span;>"Ada apa, Lusy? Kenapa kamu bicara seperti itu?" tanya Ivan sambil terus melangkah menjauh dari tolet. <span;>"Aku cemburu," sahut Lusy di seberang telepon. <span;>"Jangan begitu dong, sayang. Bagaimanapun juga Fara itu adalah istriku. Lagi pula selama ini aku kan lebih banyak menyisihkan waktuku untukmu," bujuk Ivan lembut. <span;>"Tapi aku selalu merasa cemburu tiap kali mas sedang bersama Fara." Terdengar suara Lusy yang seperti merajuk. <span;>"Tidak usah cemburu. Kamu tetap kesayanganku." Ivan merayu hingga di seberang sana terdengar Lusy tertawa merdu. <span;>"Betulkah aku kesayangan Mas Ivan?" Lusy memancing sebuah rayuan. <span;>"Ya, tentu saja. Kalau bukan kesayangan, mana mungkin aku lebih memilih melewati malam bersamamu dari pada bersama Fara?" <span;>Lusy pun kembali tertawa merdu. Ivan membayangkan betapa cantiknya wajah Lusy jika s