Share

Bab 6

"Aku tidak suka melihatmu sedih. Karena, hal itu juga membuat sakit hatiku. Aku ingin kau terus tersenyum cantik seperti tadi," ucap Alvaro membuat Selena kembali tersenyum.

Sungguh Alvaro merasa tidak tega untuk mengatakan hal yang sesungguhnya.

"Asal kau selalu ada di sisiku, aku akan baik-baik saja. Dan akan terus baik-baik saja," jawab Selena menggenggam tangan Alvaro.

Namun, hal itu membuat Alvaro merasa sedikit tercubit hatinya. Bagaimana nantinya jika ia mengatakan bahwa akan pergi untuk beberapa tahun kedepan karena melanjutkan study ke luar negeri?

"Makanlah dulu. Kau pasti lapar, kan?" ucap Alvaro dan Selena mengangguk semangat. Selena terus memasang senyum. Bersama Alvaro, hatinya sedikit merasa terobati.

Andai tak ada Alvaro, mungkin saat ini ia masih menangisi hidupnya yang terlihat malang. Selena makan dengan senang. Sesekali ia menyuapi Alvaro dan begitupun sebaliknya.

Sepasang manusia itu terlihat sangat serasi. Bahkan di kampusnya mereka mendapat julukan sepasang merpati yang seakan tak pernah dipisahkan.

Mereka kembali dari kantin. Selena melihat Ibunya dari balik kaca jendela. Ia menghela nafas, karena ternyata Ibunya masih tidur dengan nyenyak.

"Kau pasti sangat lelah," ucap Alvaro meraih tangan Selena dan mengajaknya duduk.

"Ya, mungkin. Tapi aku harus kuat!" ucap Selena dengan terus memasang senyum menatap kekasihnya.

Alvaro tahu, Selena adalah gadis yang kuat. Bahkan ia sangat tahu jika kekasihnya hanya sedang berusaha kuat. Ia memeluk Selena kembali. Membuat gadis itu sedikit heran karenanya.

"Berjanjilah, setelah ini, kau akan terus bahagia. Meski aku tak ada di sisimu," ucap Alvaro yang sekejap menghilangkan senyum di wajah Selena.

Selena bergegas melepas pelukan Alvaro. Ia menatap curiga pada kekasihnya. Sedang Alvaro masih berusaha menghindari bertemu mata dengannya.

"Aku... Aku akan pergi. Kakekku, menyuruhku tinggal bersamanya di sana. Minggu depan aku berangkat," ucap Alvaro dengan memejamkan mata erat. Merasa tak kuat menyampaikan hal menyedihkan ini bagi Selena.

Alvaro sedikit merasa bersalah, karena tidak mengatakan bahwa ia akan melanjutkan study di luar negeri. Ia terlanjur mengatakan bahwa dirinya adalah anak orang biasa yang sudah tak punya orang tua. Akan aneh rasanya jika ia mengatakan bahwa ia akan melanjutkan study ke sana.

Selena kembali meneteskan air mata. Baru beberapa waktu lalu ia sudah menghapus air mata itu karena kehadiran Alvaro. Kini ia kembali menangis karena mendengar apa yang diucapkan kekasihnya itu.

"Kau, ... Kau juga akan pergi?" lirih Selena yang membuatnya semakin terisak tangis.

Alvaro merasakan sesak dalam hatinya. Sungguh ia tak tega melihat air mata Selena.

"Aku janji, aku akan sering menghubungimu. Asalkan, kamu mau menungguku," ucap Alvaro. Selena menatap ke dalam manik mata Alvaro.

"Sampai kapan? Kapan kau akan kembali?" tanya Selena.

"Itu, ..." Bibir Alvaro kelu. Ia tak bisa menjawabnya.

"Aku pikir, hubungan kita akan berlangsung selamanya. Aku pikir, aku akan terus bersamamu dan kau akan selalu menemaniku. Aku pikir, ..." ucap Selena terbata sembari sesenggukan merasakan sesak dalam hatinya.

Alvaro segera merengkuh Selena dalam pelukannya. Ia pun merasa sakit jika harus berpisah dengan Selena. Dua tahun, waktu yang tak sebentar untuk mereka lalui bersama. Rasanya, mereka sudah saling membutuhkan satu sama lain.

Selama ini hubungan mereka baik-baik saja. Meski hanya perdebatan kecil yang terjadi, tapi tak pernah dari antara keduanya terjadi perpisahan.

"Aku janji akan selalu menghubungimu. Berjanjilah kau akan menungguku," ucap Alvaro kembali, sambil mengusap rambut panjang Selena.

"Tak bisakah kau tetap di sini saja?" tanya Selena.

"Aku hanya punya Kakek sebagai orang tuaku. Tak mungkin aku membiarkan ia pergi sendiri," ucap Alvaro sambil memejamkan mata. Merasa kalau dirinya telah berbohong pada Selena.

Namun, Alvaro merasa tak sepenuhnya berbohong akan hal itu. Memang benar jika ia hanya merasa Kakeknya sebagai orang tuanya. Meski ada Ayahnya, ia sama sekali tak menganggapnya ada karena kelakuan Ayahnya sendiri.

"Entah, apa aku bisa menunggumu, Al," ucap Selena lirih membuat Alvaro segera melepas pelukan mereka.

"Please! Don't say that! I love you, Selena. Please! Tunggulah aku," pinta Alvaro pada Selena.

Selena menunduk dalam. Ia tak tahu harus berkata apa, nyatanya berita yang di sampaikan Alvaro begitu tiba-tiba dan sangat mengejutkannya.

*********

Lima hari berlalu sejak Alvaro menyampaikan pesan akan pergi ke luar negeri pada Selena. Sejak itu pula, setiap hari Alvaro menemani Selena di rumah sakit. Menemani berbincang, mengajak tertawa, serta selalu membelikan makanan untuk Selena dan juga Ibunya.

Selena senang Alvaro selalu memberi perhatian padanya. Dan perhatian itu tak pernah berubah selama dua tahun selama mereka bersama.

Namun, karena perhatiannya itulah yang membuat Selena semakin sedih. Karena sebentar lagi ia akan ditinggal pergi Alvaro.

"Sayang, coba lihat? Aku bawa apa? Burger kesukaanmu!" seru Alvaro membawa dua bungkus burger yang ia dapat dari tempat yang biasa ia kunjungi bersama Selena.

Selena tersenyum lebar meraih burger dari tangan Alvaro. Ia segera membuka bungkus itu dan memakannya bersama Alvaro.

"Enak kan?" tanya Alvaro antusias dan senang sekali melihat Selena melahap burger yang dibawakannya.

Selena mengangguk sambil terus mengunyah makanannya.

"Kalau nanti aku pergi, kamu juga harus makan selahap ini, Sel. Aku gak mau kamu nanti sibuk bekerja dan merawat Ibumu, tapi kau melupakan kebutuhan dan kesehatan dirimu sendiri," ucap Alvaro yang menghentikan kunyahan Selena.

Susah payah Selena untuk tidak mengingat tentang Alvaro yang akan pergi, namun, laki-laki itu kembali mengingatkannya.

Mata Selena memanas. Ia tak kuasa menahan air matanya lagi. Sedang Alvaro juga menunduk merasakan kesedihan, karena perpisahan itu sudah hampir di depan mata.

Selena meletakkan makannya di atas meja. Ia mengusap air matanya yang kembali luruh. Pun sama dengan Alvaro, meski ia terlihat biasa saja. Namun, sebenarnya ia pun sangat merasa terluka.

"Jika ini sangat berat bagimu, maka lepaskanlah aku. Aku tahu, mungkin kita memang tak bisa bersama," ucap Selena tertunduk dan menangis.

"No! Itu akan lebih menyakitkanku, Selena," ucap Alvaro menatap Selena.

"Dengarkan aku. Aku sangat mencintaimu, Selena. Aku tak mungkin melupakanmu, please, tunggulah aku. Aku pasti akan segera kembali," ucap Alvaro mantap menatap kedua manik mata Selena.

Selena terus menatap wajah kekasihnya itu. Ia pandangi sepuasnya, karena setelah ini mungkin ia tak bisa melihatnya lagi. Selena memejamkan matanya, membiarkan air mata itu jatuh membasahi pipi. Lalu tersenyum dan mengangguk menatap Alvaro.

"Aku juga mencintaimu. Ya, baiklah, aku akan menunggumu," jawab Selena dan Alvaro kembali memeluk Selena.

Perasaan lega itu menyelimuti hati Alvaro. Setidaknya, ia juga tahu bahwa Selena sudah jujur padanya.

Perlahan, Alvaro meraih Selena dalam pelukannya. Dan detik kemudian ia menyentuh bibir manis Selena, mengecupnya sebentar lalu kembali mengusap air mata kekasihnya.

"Aku akan segera pulang," lirihnya.

*********

Alvaro sudah siap dengan segala perlengkapannya. Namun, dirinya masih sangat ingin tetap tinggal di sini agar bisa selalu bersama Selena. Namun, apa boleh buat. Selama ini ia pun hidup dari Kakeknya.

"Kenapa dengan wajahmu itu?" tanya Daniel melihat adiknya terdiam di atas ranjangnya.

"Tak bisakah kau katakan pada Kakek? Bahwa aku tidak ingin ke luar negeri sekarang?" ucap Alvaro lirih.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status