Daniel mendengus pelan. Ia menutup pintu kamar Alvaro, lalu ikut duduk bersama adiknya. "Andai saja aku punya wewenang besar di rumah ini, mungkin aku bisa menunda keberangkatanmu," ucap Daniel menepuk bahu Alvaro. "Aku benar-benar berat meninggalkannya sendiri dalam kesedihan dan kesusahannya," ucap Alvaro lagi. Daniel memicingkan mata menatap adiknya dari samping. "Jadi, kau seperti ini karena kekasihmu? Bukan karena kakakmu ini yang baru bertemu denganmu beberapa hari?" ucap Daniel heran membuat Alvaro tersenyum samar. "Aku juga merindukanmu, Kak," ucap Alvaro beralih memeluk Daniel dan berakhir memanggilnya Kak. Membuat Daniel sedikit heran mendengarnya. "Wah, sebuah kejutan bagiku, kau mau memanggilku Kak. Apa aku sedang bermimpi?" ledek Daniel membuat Alvaro segera melepas pelukannya. "Sudahlah. Aku tak mau mendengar suara Kakek berteriak memanggilku lagi," ucap Alvaro berdiri dan menarik kopernya. Daniel tersenyum menatap adiknya. Lalu mereka pergi ke Bandara.Sanjaya be
Tin... Tin... Tin.Terdengar bunyi klakson bersahutan, membuat Daniel sedikit terkejut karenanya. Gara-gara memperhatikan gadis itu, hingga Daniel tidak sadar jika lampu merah sudah berganti hijau. Daniel bernafas lega. Ia merasa sedikit tenang hatinya hanya dengan melihat pemandangan sederhana itu. Entah kenapa, senyum gadis tadi menularkan senyum di wajahnya. Hingga saat ia tiba di kantor. Daniel berjalan lebih ringan dari sebelumnya ia keluar dari rumah. Dan semua berkat gadis dengan senyum manis berhati malaikat yang membuat kagum padanya. __________Daniel memasuki ruang rapat, di mana semua orang telah menunggu kehadirannya. Dan pertama yang ia lihat adalah Ayahnya dengan senyum menyebalkan yang ia berikan tadi dari rumah. Daniel menghela napas lalu duduk di samping sang Kakek."Baik, rapat hari ini kita mulai," ucap Sanjaya menatap semua orang yang hadir dalam ruangan itu. Starlight hotel dan Resort adalah sebuah perusahaan yang didirikan bersama para Saudara dan keluarga
"Saya minta maaf, Bu. Saya benar-benar minta maaf. Pagi ini Bus sangat sesak dan berjalan sangat lama," jawab Selena menunduk takut. "Saya tidak mau mendengar alasan apapun! Saya tidak suka dengan orang yang tidak disiplin waktu! Kau bisa putuskan sekarang. jika kau tidak bisa bekerja dengan baik, kau bisa mundur dan akan digantikan orang lain!" ucap Monika dengan menatap tajam ke arah Selena. Selena segera mengangkat kepalanya dan menggeleng menatap atasannya itu. "Maafkan saya, Bu. Besok saya akan berangkat lebih pagi dan tepat waktu!" jawab Selena tegas. Terdengar dengusan kasar dari atasan Selena yang ia lihat seperti guru matematikanya dulu yang killer saat sekolah menengah atas."Aku beri kesempatan sekali lagi. Jika besok kau terlambat, tidak perlu kukatakan kalau kau di pecat, kau harus sadar diri untuk angkat kaki dari hotel ini!" ucap Monika tegas menatap tajam ke arah Selena. Selena memejamkan mata dengan sedikit terkejut, ia hanya mengangguk cepat dan segera masuk ke
Selena menghela napas lelah. Ia sudah membersihkan sepuluh kamar dalam waktu tiga jam tanpa henti dan tanpa istirahat. Ia mengusap keringat yang membasahi keningnya. "Kalau saja kau di sini, Al. Kau pasti sudah membawakanku air minum dan sandwich coklat untukku," gumam Selena sembari berdiri melamun di pantry. Ia sedang mengisi botolnya dengan air minum. Kemudian mengulas senyum karena mengingat tentang Alvaro. "Airnya sudah penuh!" seru seseorang memperingati Selena. Membuat gadis itu terkejut dan menyadari bahwa airnya sudah tumpah dari botolnya karena terlalu penuh. "Aahh! Maafkan saya, saya sudah lalai!" pekik Selena kaget. Ia mendapati seorang pria yang berhadapan dengannya. Selena tertegun sejenak, melihat pria tampan di depannya. "Kau baik-baik saja?" tanya pria itu. "A, ... Ya, aku baik-baik saja," ucap Selena terbata dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Selena kembali terkejut, saat merasakan tangannya diusap kain lembut dari pria di depannya. "Apa yang kau, ..
"Hah?! Kau ini bicara apa, Lily? Mana mungkin dia menyukaiku. Kenal saja tidak. kau ini ada-ada saja," elak Selena menanggapi ucapan temannya itu. "Sudah kubilang. Kau ini terlalu cantik, Selena. Tidak ada yang tidak menyukaimu," ucap Lily menyusul Selena berjalan lebih dulu. "Sudahlah. Tak usah berbicara hal-hal aneh seperti itu. Sebaiknya, kita kembali bekerja," ucap Selena dengan senyum cantiknya."Aku berani bertaruh, pria tadi pasti menyukaimu," ujar Lily keras kepala. Selena hanya menggelengkan kepala menanggapi ocehan temannya itu. **********Daniel masuk ke dalam ruangannya. Ia mulai bingung dan merasa cemas. Sandy yang duduk di sofa ruangan Daniel menatal curiga ke arahnya. "Kau kenapa?" tanya Sandy penasaran. Daniel hanya melirik sekilas ke arah Sandy. Kemudian duduk dengan menghela napas panjang. "San. Sepertinya aku telah membuat masalah," gumam Daniel yang masih terdengar jelas oleh Sandy. "Masalah? Masalah apa?" tanya Sandy curiga. "Sepertinya, nanti sore aku tidak
"Al!" pekik Selena. Seorang pria bertubuh tinggi dengan pakaian kasualnya berjalan ke arahnya. Lalu, menurunkan kacamata yang bertengger di kepala."Maaf, anda berbicara dengan saya?" tanya pria itu membuat Selena terdiam. Pria itu bukan Alvaro. Hanya seseorang yang terlihat mirip sepertinya. "Maaf, sepertinya saya salah orang," ucap Selena membungkukkan badan. Pria itu tersenyum sembari mengulurkan tangannya. "Sekalian saja kita berkenalan. Siapa namamu, Nona Cantik," tanya pria itu. Namun, seseorang di balik tembok mengepalkan tangan menyaksikan hal itu. Selena hanya tersenyum lalu pergi meninggalkan pria itu tanpa berkata apapun. Membuat seseorang di balik tembok itu bernapas lega.Selena kembali ke pantry dan tersenyum. Lalu meminum minuman coklat itu. "Siapapun kamu, terima kasih untuk coklatnya. I like it," ucap Selena sembari menengok kanan kiri lagi.Seseorang tersenyum dibalik tembok yang tak terlihat oleh Selena. Ia tersenyum mendengar ucapan Selena yang mengucap terima k
Selena menghentikan langkah, saat ia hendak keluar. Ia berbalik dan menghadap Daniel."Sebenarnya apa maumu?!!!" pekik Selena geram. "Tidak usah berteriak! Orang-orang akan mendengar dan mengira di sini sedang terjadi sesuatu, nona," ucap Daniel memperingatkan. Seketika Selena menatap sekelilingnya. Ia merasa di bodohi. Mana mungkin hotel berbintang lima ini, apalagi suite room akan terdengar dari luar. Yang jelas setiap kamar di hotel ini kedap suara. "Jangan membuatku marah, Tuan! Berikan aku hukuman, tapi tidak dengan itu!" ucap Selena dingin dan sedikit memelas. "Aku tak benar-benar menikahimu, Nona. Hanya kontrak untuk beberapa bulan saja," sambung Daniel membuat Selena kembali menatap pria di depannya. "Anda jangan gila, Pak! Apa kau pikir, pernikahan itu sebuah permainan?!""Lalu? Apa kau mau sebuah pernikahan sungguhan? Oke, tidak masalah bagiku," jawab Daniel enteng dengan mengedikkan bahunya. Dan hal itu sukses membuat Selena semakin menganga tidak percaya."Maaf! Aku t
Alvaro menarik napas panjang. Ia menghirup udara sebanyak-banyaknya di tempat yang sudah beberapa kali ia pijakkan kakinya di sana. Namun, kali ini ia berada di negeri orang sendirian. Tanpa ada seseorang yang ia kenal, tanpa kakaknya, tanpa kakeknya yang selalu ia mintai sesuatu jika ia kurang sesuatu. Ah, sebenarnya ia tak benar-benar sendiri. Karena kakeknya itu sudah mengutus dua pengawal serta satu asisten rumah tangga untuk merawat rumahnya yang akan ia jadikan tempat tinggal selama ia melanjutkan study di sini.Hari pertama ia berada di negeri orang, ia ingin berjalan-jalan sendiri sekitar komplek rumahnya. Mungkin, karena ini hari libur bagi semua orang yang bekerja dan belajar. Yah, ini weekend semua orang sehingga pagi ini masih terasa sepi.Alvaro juga tak mengijinkan dua pengawalnya, karena ia ingin berjalan-jalan sendiri. Cekrek! Cekrek! Cekrek!Alvaro memotret beberapa tempat bagus yang akan ia tunjukkan pada Selena. Sedari ia turun dari pesawat memang belum mengabari