แชร์

18. Arre Baba

ผู้เขียน: SayaNi
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-05-08 01:52:35

Ryota menyesap minumannya pelan, lalu berdiri. Langkahnya tenang seperti biasa, tapi pikirannya tiba-tiba menjadi gaduh. Ucapan Elara terngiang di telinganya:

“Jika Anda berjanji untuk berhenti minum miras… dan melakukan hal haram yang lain.”

“Haram?” gumamnya, menatap gelas wine yang masih berembun ditangannya. Ia mendekatkannya ke bibir, meneguk habis isinya hingga tak tersisa. Matanya tetap tertuju ke wanita di depannya.

Wanita itu mulai bergerak. Perlahan menurunkan tali gaunnya, memperlihatkan kulit halus dan lekuk tubuh yang selama ini menjadi jualannya. Matanya tajam, menatap Ryota penuh undangan. Tatapannya turun, memperhatikan bagian tengah tubuh pria itu, siap menyantap.

Ia menelan ludah pelan. Jantungnya berdetak lebih cepat. Ini bukan klien biasa. Pria ini… terlalu memikat.

Aroma maskulin yang samar. Ada dominasi alami dari cara Ryota berdiri. Membuat wanita itu tak hanya ingin melayani, tapi menyerah. Ia bisa membayangkan tangan kekar itu menggenggam rambutnya, membawan
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   19. resiko pekerjaan

    Daris baru tiba di rumah sakit pukul sembilan malam. Arka sudah terlelap, setelah tangisnya mereda karena kelelahan memanggil ibunya yang tak kunjung kembali. Di dalam ruang rawat, Bu Rahayu berdiri dengan wajah kusut dan mata yang menyimpan amarah.“Tadi siang Elara datang,” ujar Rahayu tajam. “Penampilannya... bukan seperti Elara yang kita kenal. Bajunya mahal dan sombong sekali. Seperti sedang pamer hidup baru.”Daris mengerutkan alis, berdiri di samping tempat tidur Arka yang terlelap. Ia tidak langsung menanggapi, hanya menatap anaknya sesaat sebelum bertanya, namun nada suaranya terdengar mencibir, “Dia punya uang?”“Jelas,” desis Rahayu sembari berjalan mendekat ke arah Daris. “Empat hari menghilang, lalu muncul dengan gaya seperti itu? Kalau bukan karena pria tua kaya, lalu siapa yang menampungnya?”Daris mendengus pelan, senyum tipis muncul di sudut bibirnya, karena keyakinannya terasa dibenarkan. “Cepat sekali dia dapat sandaran baru. Menantu pilihan Mama memang tahu cara be

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-05-09
  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   20. Ahjussi yang meresahkan.

    Erol menatap layar ponselnya sesaat setelah sambungan dengan Elara terputus. Ia memasukkan ponsel ke saku celananya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Ryota. Nalurinya tetap terjaga—siaga penuh menjaga tuannya, siap menghadang bahaya sekecil apa pun yang mungkin mengintai pria itu.Ryota berdiri tak jauh darinya, mengenakan helm proyek dan kemeja lengan panjang yang tergulung rapi hingga siku. Meski tak mengucapkan sepatah kata pun, aura dominannya menjadikannya pusat perhatian. Di depannya, seorang ahli lingkungan tengah memaparkan penjelasan dengan nada kaku dan formal. Sementara itu, Tania—manajer CSR muda—nyaris tak berkedip menatap Ryota. Ryota menunjuk salah satu titik di peta yang tengah mereka lihat bersama. “Kalau digeser lima puluh meter ke timur?”Ahli lingkungan mengangguk. “Dari sisi teknis dan ekologi, lebih aman. Dampak sosial juga lebih kecil.”Pak kepala desa setempat, angkat bicara. “Tapi warga Dusun Hulu kena genangan kalau debit air naik. Rumah mereka belum d

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-05-09
  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   1. Kotor

    “Elara! Kenapa lantai ruang makan masih kotor?!” Suara itu memecah pagi seperti sirene. Elara Maheswari tersentak, tangannya yang tengah mengaduk sayur hampir menjatuhkan sendok. Jantungnya berdegup kencang. Bukan karena takut, tapi karena sudah terlalu sering dibentak seperti itu, dan tetap saja tubuhnya belum kebal. Rahayu berdiri di ambang pintu dapur. Wajah wanita paruh baya itu masam, matanya menyapu ruangan seolah mencari celah kesalahan. “Baru saja Elara pel, Ma,” sahut Elara pelan. “Jangan banyak alasan!” potong Rahayu tajam. “Ini juga, kenapa masaknya lama? Kau mau bikin suamimu dan adik-adiknya telat ke kantor dan kampus, hah?” Elara menunduk. “S-sebentar lagi, Ma…” Tanpa diminta, tangannya langsung bergerak lebih cepat. Menyendok nasi, mengaduk tumisan, memeriksa ayam di penggorengan. Semuanya dilakukan dengan napas yang tersengal. Sejak dini hari ia belum berhenti. Menyapu, mencuci, menyiapkan sarapan. Dan sekarang, dimarahi seolah ia belum melakukan apa-apa.

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-01
  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   2. Dikira Pembantu

    “Tidak mungkin…” gumam Elara, nyaris tak terdengar. Ia mencondongkan tubuh, mencoba melihat lebih jelas ke arah mobil hitam di seberangnya. Kaca film yang gelap memang menyamarkan. Siapa wanita itu? Kenapa ada di sana? Jantung Elara berdegup kencang. Ia belum bisa mengalihkan pandangannya saat lampu hijau menyala di sisi mobil itu. Mobil Daris perlahan bergerak maju. Elara hanya bisa menatap saat kendaraan itu menjauh. Haruskah ia mengejar? Haruskah ia tahu lebih jauh? Belum sempat ia mengambil keputusan, ponselnya bergetar di saku jaket. Getaran itu terasa seperti cengkeraman yang menariknya kembali ke kenyataan. Ia tak perlu melihat layar. Sudah tahu siapa yang menelepon. Ibu mertuanya. “Elara! Ke mana saja?! Belanja kok lama? Jangan-jangan kau malah keluyuran dulu?!” Suara itu menghantam seperti tamparan. Kasar. Langsung. Tanpa jeda. Tanpa peduli. “Elara… udah di jalan, Ma,” jawabnya pelan. Tapi Rahayu tidak berhenti mengomel. Suaranya terus mengalir di telinga

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-01
  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   3. Hilang

    Elara seketika mematung mendengarnya. Lidahnya terasa kelu untuk menjawab. Ia tidak sengaja melirik ke arah ibu mertuanya yang sekarang berwajah masam dan mendelik ke arahnya. “Bukannya dia Elara? Menantu Bu Rahayu?” kata salah satu tamu yang lain. Wanita yang tadi menyapanya itu tampak salah tingkah. “Oh! Maaf ya, aku salah mengira,” katanya. “Aku nggak tahu kalau kamu Elara.” Elara memaksakan seulas senyum tipis. “Nggak apa-apa, Bu.” Untuk sejenak, suasana terasa sangat canggung. “Kamu nggak kerja?” Kemudian, pertanyaan itu meluncur dengan nada ringan, sekadar berbasa-basi. Elara hampir membuka mulutnya untuk menjawab, tapi ibu Rahayu sudah lebih dulu menimpali. “Elara ini memang di rumah saja. Tanggung jawab Daris yang cari uang sebagai kepala keluarga.” Tamu itu terkekeh. “Wah, iya juga. Apalagi kalau suaminya sukses, buat apa repot-repot kerja?” Obrolan berlanjut dengan canda tawa, sementara Elara hanya bisa diam, menyelesaikan tugasnya sebelum kembali ke

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-01
  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   4. Pria Misterius yang Menakutkan

    Elara hanya diam, terlalu terkejut karena tiba-tiba dicecar. “Ibu, kenapa tante itu marah-marah?” tanya Arka ketakutan. Bu Rina mencoba menenangkan, "Bu Amanda, tolong tenang dulu—" "Tidak, Bu Rina! Wanita miskin ini berani-beraninya menyentuh Anya!" Amanda—wali Anya itu—kembali menyerang Elara dengan kasar. "Aku tahu maksudmu! Kau mau menjilat keluarga kaya biar dapat imbalan, kan?" Alih-alih membalas, Elara memilih menenangkan mental putranya dari orang dewasa yang berteriak kepada ibunya. Ia menatap Arka dengan lembut. "Arka, tante itu menjadi seperti itu karena sakit dan tidak mau minum obatnya. Ssst, ayo kita pergi," bisiknya pada Arka. Arka menatapnya dengan tatapan penuh mengerti. Jika dia sakit, maka dia harus minum obat. Kalau tidak, akan menjadi orang dewasa yang gila seperti tantenya Anya. Di sisi lain, meski hanya sekilas, Elara sempat melihat Anya tertawa karena ucapannya barusan. Ketika Elara berbalik untuk pergi, langkahnya mendadak berhenti dan mundur b

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-01
  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   5. Pelakor

    Pagi harinya, Ryota Kenneth duduk di belakang meja besar berbahan kayu mahal, ruang kerjanya luas dan minimalis, didominasi warna monokrom. Tangannya yang kokoh membolak-balik beberapa dokumen, matanya tajam membaca angka-angka di layar laptopnya. Bagi Ryota Kenneth yang memiliki Ryota Energy Corp., sebuah perusahaan energi terbarukan dan distribusi listrik, efisiensi adalah segalanya. Ketukan di pintu besar yang menghubungkan ruangannya dengan ruang sekretaris sedikit mengusik konsentrasinya. Erol, asistennya, masuk dengan langkah mantap. Di tangannya, sebuah tablet menyala, menampilkan informasi yang telah ia kumpulkan. "Ini informasi yang Anda minta," kata Erol sambil menekan layar, memperbesar foto yang muncul. "Elara Maheswari, istri dari Daris Hamit. Mereka memiliki seorang anak dari pernikahan Daris sebelumnya,” terangnya kemudian. Sebelah alis Ryota terangkat ketika meneliti wajah Daris di layar. Ada sesuatu yang mengusik ingatannya. "Dia adalah Daris Hamit dari As

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-01
  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   6.KDRT

    Daris pulang ke rumahnya, setelah menghabiskan dua malam bersama Vanessa. Ia langsung melepas jasnya dan melemparkannya ke sofa dengan asal. Elara, yang masih duduk di lantai menemani Arka membaca ensiklopedia anak, mendongak sesaat. Bau parfum asing samar tercium saat Daris melewati mereka. Tapi Elara tidak bertanya. Seperti biasa, ia memilih diam. Daris membuka kancing atas kemejanya, lalu menoleh ke arah Elara dengan ekspresi datar. “Ambil tas pakaian kotorku di mobil.” Elara meletakkan buku di pangkuannya, bersiap bangkit. Tapi sebelum ia sempat bergerak, Arka sudah lebih dulu berbicara. “Kenapa Ibu yang ambil?” protes bocah kecil itu dengan wajah cemberut. Elara terkejut. Biasanya Arka tidak pernah berkata seperti itu. Anak itu hanya berusia empat tahun, tapi kini matanya menatap ayahnya dengan ketidaksetujuan. Daris menghentikan langkahnya, lalu menoleh tajam ke arah putranya. “Apa?” desisnya. “Ibu capek...” lanjutnya lirih, tangannya menggenggam ujung bajunya send

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-25

บทล่าสุด

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   20. Ahjussi yang meresahkan.

    Erol menatap layar ponselnya sesaat setelah sambungan dengan Elara terputus. Ia memasukkan ponsel ke saku celananya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Ryota. Nalurinya tetap terjaga—siaga penuh menjaga tuannya, siap menghadang bahaya sekecil apa pun yang mungkin mengintai pria itu.Ryota berdiri tak jauh darinya, mengenakan helm proyek dan kemeja lengan panjang yang tergulung rapi hingga siku. Meski tak mengucapkan sepatah kata pun, aura dominannya menjadikannya pusat perhatian. Di depannya, seorang ahli lingkungan tengah memaparkan penjelasan dengan nada kaku dan formal. Sementara itu, Tania—manajer CSR muda—nyaris tak berkedip menatap Ryota. Ryota menunjuk salah satu titik di peta yang tengah mereka lihat bersama. “Kalau digeser lima puluh meter ke timur?”Ahli lingkungan mengangguk. “Dari sisi teknis dan ekologi, lebih aman. Dampak sosial juga lebih kecil.”Pak kepala desa setempat, angkat bicara. “Tapi warga Dusun Hulu kena genangan kalau debit air naik. Rumah mereka belum d

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   19. resiko pekerjaan

    Daris baru tiba di rumah sakit pukul sembilan malam. Arka sudah terlelap, setelah tangisnya mereda karena kelelahan memanggil ibunya yang tak kunjung kembali. Di dalam ruang rawat, Bu Rahayu berdiri dengan wajah kusut dan mata yang menyimpan amarah.“Tadi siang Elara datang,” ujar Rahayu tajam. “Penampilannya... bukan seperti Elara yang kita kenal. Bajunya mahal dan sombong sekali. Seperti sedang pamer hidup baru.”Daris mengerutkan alis, berdiri di samping tempat tidur Arka yang terlelap. Ia tidak langsung menanggapi, hanya menatap anaknya sesaat sebelum bertanya, namun nada suaranya terdengar mencibir, “Dia punya uang?”“Jelas,” desis Rahayu sembari berjalan mendekat ke arah Daris. “Empat hari menghilang, lalu muncul dengan gaya seperti itu? Kalau bukan karena pria tua kaya, lalu siapa yang menampungnya?”Daris mendengus pelan, senyum tipis muncul di sudut bibirnya, karena keyakinannya terasa dibenarkan. “Cepat sekali dia dapat sandaran baru. Menantu pilihan Mama memang tahu cara be

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   18. Arre Baba

    Ryota menyesap minumannya pelan, lalu berdiri. Langkahnya tenang seperti biasa, tapi pikirannya tiba-tiba menjadi gaduh. Ucapan Elara terngiang di telinganya:“Jika Anda berjanji untuk berhenti minum miras… dan melakukan hal haram yang lain.”“Haram?” gumamnya, menatap gelas wine yang masih berembun ditangannya. Ia mendekatkannya ke bibir, meneguk habis isinya hingga tak tersisa. Matanya tetap tertuju ke wanita di depannya.Wanita itu mulai bergerak. Perlahan menurunkan tali gaunnya, memperlihatkan kulit halus dan lekuk tubuh yang selama ini menjadi jualannya. Matanya tajam, menatap Ryota penuh undangan. Tatapannya turun, memperhatikan bagian tengah tubuh pria itu, siap menyantap. Ia menelan ludah pelan. Jantungnya berdetak lebih cepat. Ini bukan klien biasa. Pria ini… terlalu memikat.Aroma maskulin yang samar. Ada dominasi alami dari cara Ryota berdiri. Membuat wanita itu tak hanya ingin melayani, tapi menyerah. Ia bisa membayangkan tangan kekar itu menggenggam rambutnya, membawan

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   17. Tindak Pidana

    Elara mengangkat wajahnya perlahan. "Anda tahu," ucapnya pelan namun mantap, "memukul seseorang termasuk kekerasan fisik yang bisa dikenai sanksi pidana?"Rahayu mendelik. Wajahnya mengeras. “Apa maksudmu?”"Dengan hasil visum," lanjut Elara, nadanya nyaris seperti bisikan tajam, "saya bisa membawa ini ke jalur hukum. Ancamannya… lima tahun penjara."Warna di wajah Rahayu mendadak surut. Napasnya tersendat.Namun, Elara belum selesai. Ia tersenyum memberi peringatan halus.“Tentu saja, penjara bukan tempat nyaman untuk perempuan seusia Anda. Ruangan sempit, tempat tidur di lantai, makan...”Belum sempat kalimat itu selesai, ponsel di tangannya bergetar. Nama Ryota muncul di layar, dan Elara menoleh sejenak ke Arka.Arka masih tertidur pulas. Nafasnya tenang. Rahayu kini berdiri di sisi ranjang, tangannya mengusap rambut cucunya. Mungkin mencoba menenangkan dirinya dari menantu yang tiba-tiba berani mengancamnya.Elara menarik napas dan berjalan ke luar. Pintu kamar ditutup pelan, la

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   16. Arka Sakit

    Mobil berhenti perlahan di area parkir sekolah taman kanak-kanak. Sopir keluar lebih dulu, membuka pintu belakang dengan cekatan. Anya turun dengan langkah kecil dan tenang.Dari dalam mobil, Elara memperhatikan dengan diam. Tidak ada rengekan, tidak ada permintaan untuk ditemani. Anya berjalan tanpa banyak suara, wajahnya tenang, sedikit terlalu dewasa untuk anak seusianya. Elara turun belakangan, pandangannya mengikuti Anya yang berjalan masuk ke gedung sekolah. Gadis kecil itu bahkan tak menoleh.Pikiran Elara melayang, matanya menyapu halaman sekolah yang mulai ramai. Anak-anak berlarian menuju kelas masing-masing—ada yang tertawa lepas, ada yang menangis karena belum ingin berpisah. Sebagian digandeng ibunya, sebagian lagi dibopong pengasuh dengan tas bergambar kartun masih tergantung di pundak kecil mereka.Tapi tidak satu pun dari wajah-wajah mungil itu yang ia cari. Arka.Seharusnya, di jam seperti ini, Arka sudah berada di dalam kelas. Hati Elara berdegup tidak tenang. Ia m

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   15. Hadiah Ulang Tahun

    Keesokan paginya di rumah Daris. Tangis Arka menggema di ruang tengah, suaranya serak karena menangis sejak bangun tidur. "Ibu.. Ibu Arka mana?" rengeknya keras, air mata bercucuran di pipinya yang kemerahan.Rahayu, yang biasanya jarang mengurus Arka, tampak kebingungan. Ia mencoba membujuk cucunya, tetapi gagal. "Arka, Ibu belum pulang," katanya.Di meja makan, tidak ada aroma nasi goreng hangat atau sup iga yang biasanya dibuat Elara. Tidak ada piring berisi telur dadar kecokelatan yang harum. Meja hanya diisi sebungkus roti tawar, selai stroberi, dan beberapa cangkir kosong yang belum sempat dicuci sejak malam sebelumnya.Daris, di sisi lain, sama sekali tidak terusik. Ia duduk di meja makan dengan sikap santai, sesekali mengecek ponselnya. Dinda dan Alia duduk di meja dengan wajah masam. Mereka sama sekali bukan orang yang menyayangi Elara. Tapi jika tidak ada Elara, tidak ada lagi yang memasak, mencuci, atau membersihkan rumah.“Kita ini di rumah apa di kos? Coba kalau Mas Dar

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   14. pergi dengan Om Om?

    Malam harinya, di rumah Daris. Biasanya ada teguran Rahayu kepada Elara di ruang makan. Namun, kali ini hanya ada suara kipas angin yang berputar malas di langit-langit.Di meja makan, semangkuk mie instan mengepul, diletakkan asal oleh Dinda. Ia duduk di bangku kayu dengan tangan terlipat di dada, wajahnya menunjukkan ketidakpuasan."Ini gara-gara Mama," gerutunya, tatapan tajamnya tertuju pada Rahayu.Rahayu, yang duduk di ujung meja, mendongak dengan alis terangkat. "Kok gara-gara Mama?"Dinda mendengus. "Kalau Mama nggak usir Mbak Elara, kita nggak perlu makan mie instan begini. Besok sarapan apa? Mau terus-terusan begini?"Rahayu mengibaskan tangannya dengan angkuh. "Halah, dia pasti kembali. Ke mana lagi dia akan pergi? Dia itu nggak punya siapa-siapa. Kalau sudah capek kelaparan di luar, pasti balik juga, merengek-rengek minta maaf."Alia, yang sedari tadi duduk di samping Dinda, menghela napas pelan. "Tapi kalau dia nggak balik?" tanyanya akhirnya, suaranya lebih pelan.Rahayu

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   13. Curiga

    Setibanya di depan lobi hotel, Erol turun lebih dulu, lalu membuka pintu untuk Elara."Ini kartu kamar Anda, dan ponsel baru untuk Anda," ujar Erol sambil menyerahkan sebuah kartu akses dan kantong berisi ponsel kepada Elara. "Hubungi saya kapan saja Anda memerlukan sesuatu. Selamat beristirahat."Tanpa menunggu respons, Erol berbalik dan masuk kembali ke mobilnya. Namun, sebelum mobil itu sempat bergerak, Elara mengetuk jendela dengan ragu.Erol menurunkan kaca dan menatapnya dengan ekspresi tak terbaca. "Ada hal lain yang Anda butuhkan?"Elara ragu dan malu dengan pertanyaannya sendiri. "Itu..., bagaimana cara masuk ke dalam?" suaranya begitu pelan. Ia takut penjaga pintu hotel yang berdiri megah itu akan mengusirnya. Sejenak, Erol hanya menatapnya, lalu tanpa banyak bicara, ia turun kembali dan berjalan mendahului Elara memasuki hotel. Penjaga pintu segera menyapa dan membukakan pintu untuk mereka. Elara mengikutinya, menundukkan kepala, merasa asing di tengah kemewahan lobi yan

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   12. Ganti Suami

    Ryota tertawa kecil, “Wanita bersuami? Bukankah pria yang Anda sebut suami itu telah mengusir Anda?” tebaknya "Jika bukan, mengapa Anda masih mengenakan pakaian semalam dan duduk di teras masjid?" sindir Ryota kemudian. Elara tertegun, dan menyilangkan tangannya, memeluk bahunya sendiri, lalu buru-buru mengendus bajunya. Apakah pakaiannya mulai berbau? Malu membanjiri dirinya. Pria itu masih mengingat pakaian yang dikenakannya saat mereka bertemu semalam.Elara menggenggam tangannya. Benar. Telah jatuh talak padanya. "Apakah tidak ada pekerjaan lain?" tanyanya pelan, hampir seperti harapan terakhir.Ryota menatapnya tajam. "Tidak ada.""Saya bisa menjadi asisten rumah tangga, atau pengasuh Anya. Mengapa Anda menawarkan pernikahan?" tanya Elara. "Karena Anya memerlukan seorang ibu yang selalu ada bersamanya setiap saat," jawab Ryota jujur apa adanya. Elara mengangguk pelan. “Kalau begitu...Saya bisa menjadi ibu... yang dibayar. Tidak harus menjadi istri Anda, Tuan.”Ryota menyanda

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status