Share

29. Bertemu mantan adik ipar

Author: SayaNi
last update Last Updated: 2025-05-14 01:31:17

Di sisa masa tenang Elara, Ryota menyibukkan dirinya secara brutal. Ia memerintahkan Bianca untuk menyusun jadwal rapat yang padat dari pagi hingga larut malam, nyaris tanpa jeda. Ia menelaah laporan keuangan perusahaan sedetail mungkin—bahkan hingga ke rincian yang seharusnya bisa didelegasikan.

Bukan hanya dirinya yang stress, seluruh bawahannya juga ikut stress karena terpaksa ikutan lembur, dan tak satu pun dari mereka berani mengeluh.

Semua demi satu hal, mengalihkan pikirannya dari, aroma, suara erangan dan sentuhan Elara.

Hingga tanpa terasa, lima hari berlalu.

Pagi ini, Elara sudah kembali menyiapkan sarapan untuk Anya. Roti gandum yang dicetak dengan bentuk kelinci dan beruang. Ada sedikit olesan krim telur dan alpukat di atasnya, membentuk pipi dan senyum kecil.

Anya duduk di kursi tinggi, menyanyikan lagu anak-anak yang tidak jelas nadanya. Matanya berbinar saat Elara meletakkan roti-rendah-karbohidrat versi kelinci dan beruang itu di hadapannya.

Di sebelah piring mungil b
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   36. Kebosanan Daris

    Elara segera menangkap momen itu sebagai celah untuk kabur. “Ayo, Anya. Kita pergi sekarang. Nanti terlambat.”Tanpa menoleh lagi, Elara menggandeng Anya pergi—meninggalkan Ryota yang masih diam menahan nyeri. Mata pria itu menyipit menatap punggung dua perempuan yang kini menjauh—yang satu mungil dan penuh energi, yang satu lagi… terlalu banyak kejutan dalam tubuh lemahnya."Kualat?" gumamnya, mengulang kata yang tadi dilontarkan Anya dengan tawa polosnya.Alis Ryota terangkat.Dari mana putrinya tahu kosa kata seperti itu?Sementara di sudut ruang makan, Rowena masih tetap berdiri tenang. Diam. Tapi bukan tanpa peran.Tanpa suara, hanya dengan tatapan singkat dan isyarat halus, ia telah mengirim perintah kepada para pelayan dan pengasuh Anya untuk segera pergi meninggalkan ruangan sebelum tangan Ryota menahan kepala Anya, bahkan sebelum tuannya itu mendekati Elara.Instingnya sebagai kepala pelayan terlalu terlatih untuk mengabaikan gelagat tuannya. Lima belas tahun ia mengabdi p

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   35. Ryota Kualat

    Elara yang terkejut mendorong dadanya, tapi Ryota segera menangkap pergelangan tangannya, menguncinya di atas kepala. Ciumannya menjadi semakin dalam, dan menuntut. Napas Elara terputus-putus, lidah mereka berpaut dalam tarikan emosi yang tak terbendung. Tangan Ryota mulai menjelajahi tubuhnya, lalu dengan sengaja menuntun tangan kirinya turun… menyentuh sesuatu di balik selimut yang menyelimuti mereka.Ryota terus menciumnya, mengaburkan kesadarannya. Tapi dari apa yang dirasakan tangannya… itu keras, dan berdenyut, seolah hidup dalam genggamannya. Benda sebesar ini? Pantas saja… rasanya begitu menyakitkan. Mati! "Kalau kau sudah selesai menyapanya… dia akan masuk," bisik Ryota di sela ciumannya, napasnya membakar kulit Elara.“T-tidak… tunggu. Itu…” suara Elara bergetar.“Berdoa dulu?” bisik Ryota, lalu melafalkan doa pendek itu dengan lancar. Suaranya tenang, kontras dengan gejolak yang bergemuruh di antara mereka.Sebelum Elara sempat merespons, Ryota membalik tubuhnya dengan

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   34. Amanda vs Elara

    Amanda belum juga pulang, bahkan setelah Anya tertidur lelap di kamarnya. Rumah mulai lengang, hanya suara jam dinding dan langkah kaki pelan dari para pelayan yang masih berjaga.Di dapur, Elara berdiri dengan celemek, menyiapkan bahan untuk sarapan esok pagi. Sepotong daging tanpa lemak telah ia dicuci bersih dan ditiriskan oleh asisten rumah tangga. Tugas Elara hanya memastikan Anya makan makanan yang sehat dan sesuai alerginya. Ia tidak diizinkan menyentuh pekerjaan rumah tangga lainnya. Bahkan saat ia pernah mencoba mencuci pakaian miliknya sendiri, salah satu ART menangis, memohon agar Elara berhenti.Amanda bersandar di ambang pintu dapur, matanya memperhatikan tiap gerakan Elara seolah sedang menilai kinerja seorang pelayan rendahan.Lalu tanpa aba-aba, suara sinis itu meluncur seperti pisau.“Apa kau sudah tidur dengan Kak Ryo?”Tangan Elara terkejut, botol kecap asin yang tadi digenggamnya terlepas dan jatuh ke lantai. Elara tidak menoleh. Ia menerima botol kecap yang dipu

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   33. Mami Anya

    Daris berdehem, "Ehm," meminta kedua adiknya berhenti membicarakan Elara di depan Vanessa. Tapi kedua gadis itu tidak peduli. “Tasnya branded, sepatunya juga, mobilnya RR. Sopirnya nunggu di luar.” Nada Dinda datar, tapi cukup untuk membungkus meja makan dalam keheningan mendadak. “Mobilnya mas Daris jadi kayak kentang deh,” ledeknya kemudian. "Gaji chef bisa sebanyak itu?" sahut Alia. Vanessa tersenyum tipis, dengan ikut berbicara dengan lembut, “Tidak Alia, gaji chef, kalau profesional dan kerja di tempat bagus, bisa cukup tinggi. Tapi tetap saja, nggak sampai bisa beli mobil miliaran.” Ia menoleh pada Rahayu, seolah mengalihkan arah pembicaraan. “Kecuali dia punya bisnis sendiri, atau ada seseorang yang… sangat menghargai keahliannya.” Tiba-tiba Arka bersuara. “Anya ambil Ibu Arka.” Semua kepala menoleh. Vanessa ikut menoleh, alisnya terangkat. Alia mendekatkan wajahnya pada bocah itu. “Anya siapa, Ka?” “Teman sekolah,” jawab Arka pelan, lalu menunduk. "Sudah-sudah, ja

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   32. Tuduhan Lagi

    Setelah membersihkan diri dengan hati-hati, Elara menatap sekeliling kamar mandi, mencari handuk bersih. Matanya tertumbuk pada sebuah paper bag berwarna gelap yang tergeletak rapi tepat di bawah lipatan handuk. Ia menoleh curiga, lalu membuka perlahan.Di dalamnya, terlipat rapi, satu stel pakaian santai. Bahkan ada sebuah tube kecil bertuliskan soothing gel khusus untuk area intim, dan pakaian dalam baru yang masih tersegel.Elara menggigit bibirnya sendiri. Satu sisi ingin marah karena Ryota adalah monster kanibal. Tapi di sisi lain, ia merasa diperhatikan dalam diam.Dengan pelan, ia mengenakan pakaian-pakaian itu. Ia semula hanya berniat berbaring sejenak. Tubuhnya terasa lelah. Matanya berat. Lima menit saja, batinnya. Tapi tubuh berkata lain.Ding—dong.Elara tersentak. Suara bel itu membangunkannya, samar. Ia mengerjap beberapa kali, mencoba mengingat di mana ia berada.Pukul 13:30, tertera di jam digital di nakas. Ia terkejut. Ia bangkit, mengenakan jilbabnya, lalu berjalan

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   31. Pernah Membunuh Orang?

    “Tunggu, Tu..” Elara berusaha bicara, namun suara itu langsung ditelan oleh ciuman berikutnya.Ryota tak memberi celah.Ciumannya memaksa. Tubuhnya mendesak maju. Ia menggiring Elara mundur sambil terus menelanjanginya, pakaian yang dikenakannya copot satu demi satu di sela napas terengah.Punggung lutut Elara menyentuh ranjang.Seketika Ryota mendorongnya jatuh ke atas kasur, tubuhnya ikut menindih, satu tangan menyibak pahanya, yang lain mencengkeram kedua pergelangan tangan Elara di atas kepala. Tak ada cela untuk lari. Tak ada waktu untuk berpikir.“Diam dan nikmati saja,” bisik Ryota di telinganya, suaranya rendah dan berat. Ia membuka resleting celananya dengan satu tangan, lalu dalam satu gerakan cepat, masuk ke dalam Elara dengan desahan kasar.Ia membekap mulut Elara. Selain tidak memberi kebebasan pada kedua tangan Elara. Ia tidak memberikan akses untuk Elara berteriak. Elara melengkung. Tarikan napasnya terputus. Tubuh Ryota bergerak cepat, menghantam dalam irama brutal

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   30. Adu mulut

    “Ohh… cantik ya, pantas jadi ani-ani suami orang,” sahut yang lain sambil terkekeh kecil.Deg.Elara membeku sesaat. Mengapa dia yang jadi tersangka kejahatan? Bayangan yang mereka ucapkan seolah menggambarkan pria tua, dengan kulit keriput dan kendur, mungkin berkacamata tebal dan napas berat karena usia.Tapi Ryota… bukan seperti itu.Usianya memang 42 tahun, tapi posturnya tegak dengan bahunya yang lebar. Otot-otot di lengannya keras, tersembunyi di balik kemeja rapi yang selalu ia kenakan, kulitnya bersih tanpa keriput, tanpa noda atau gurat lelah. Tatapannya tajam, dan sikapnya membuat siapa pun terdiam dalam satu pandang. Bahkan saat pertama kali bertemu, ia mengira pria itu berusia tiga puluh. Tidak ada yang terlihat tua dari Ryota—kecuali dinginnya sikap yang membuat jantungnya berdebar karena takut. Ia mengepalkan jari. Tapi tak berkata apa-apa. Ia hanya menunduk, kembali melihat buku-buku di hadapannya. Namun, suara Dinda dan kedua temannya masih terdengar samar—samar, t

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   29. Bertemu mantan adik ipar

    Di sisa masa tenang Elara, Ryota menyibukkan dirinya secara brutal. Ia memerintahkan Bianca untuk menyusun jadwal rapat yang padat dari pagi hingga larut malam, nyaris tanpa jeda. Ia menelaah laporan keuangan perusahaan sedetail mungkin—bahkan hingga ke rincian yang seharusnya bisa didelegasikan.Bukan hanya dirinya yang stress, seluruh bawahannya juga ikut stress karena terpaksa ikutan lembur, dan tak satu pun dari mereka berani mengeluh.Semua demi satu hal, mengalihkan pikirannya dari, aroma, suara erangan dan sentuhan Elara. Hingga tanpa terasa, lima hari berlalu.Pagi ini, Elara sudah kembali menyiapkan sarapan untuk Anya. Roti gandum yang dicetak dengan bentuk kelinci dan beruang. Ada sedikit olesan krim telur dan alpukat di atasnya, membentuk pipi dan senyum kecil.Anya duduk di kursi tinggi, menyanyikan lagu anak-anak yang tidak jelas nadanya. Matanya berbinar saat Elara meletakkan roti-rendah-karbohidrat versi kelinci dan beruang itu di hadapannya.Di sebelah piring mungil b

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   28. Sakit

    Selesai membersihkan tubuhnya, Elara mengambil bathrobe yang terlipat rapi di lemari dinding. Kainnya terasa lembut saat disentuh—tidak sebanding dengan rasa perih di kulitnya yang masih memar.Ia memakainya perlahan, membungkus tubuhnya hati-hati. Ikat pinggangnya tidak diikat terlalu kencang, cukup agar bathrobe tidak terbuka. Setelah memastikan semuanya cukup nyaman, Elara melangkah keluar dari kamar mandi. Ia berjalan pelan, menjaga agar tidak menyentuh bagian tubuh yang masih nyeri.Kamar Ryota, tempat kejadian pekara ia hampir dimakan hidup-hidup, kini bersih sempurna. Seolah tak pernah terjadi apa-apa. Seprai putih sudah diganti, rapi tanpa satu pun kerutan. Pakaian yang tadi berserakan lenyap tanpa jejak, digantikan setelan tidur baru yang terlipat rapi di atas ranjang—lengkap dengan kerudung."Apa dia pikir aku akan tidur dengan kepala tertutup juga?" gumamnya pelan.Tawa kecil lolos tanpa sadar. Tapi langsung terhenti.Ia ingat lagi—Ryota adalah monster kanibal.Tubuhnya ma

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status