공유

50. Kebanyakan Nonton Drakor

작가: SayaNi
last update 최신 업데이트: 2025-05-31 21:55:02

Ryota tidak bergerak dari kursinya.

“Elara,” ucapnya tenang. “Pindahkan ke R. Mundurkan perlahan.”

“Masih mau saya lanjut?” tanya Elara ragu.

“Ya, kalau kau masih mau kuliah,” jawab Ryota datar.

Bisa nyetir jadi syarat kuliah?

Dengan canggung, Elara memindahkan tuas transmisi ke posisi R. Di layar, jalur mundur otomatis muncul, dibantu sensor. Ia menarik napas, berusaha mengatur laju.

“Pelan,” kata Ryota. “Lepas rem. Jangan panik.”

Mobil mulai mundur perlahan.

Duk!

Bunyi benturan kembali terdengar, kali ini dari belakang.

Elara menoleh. “Itu... suara apa tadi?”

“Bumper belakang,” jawab Ryota santai. “Kau baru saja menabrak mobilku yang lain.”

Elara panik, menutup wajah dengan kedua tangannya “Tapi saya... saya tidak injak gas.”

“Ya, dan juga tidak mengatur setir.”

Elara melirik mobil pertama yang ditabraknya, lalu mobil kedua. “Apakah kamu akan menuntut ganti rugi?” tanya Elara cemas.

“Haruskah aku meminta ganti rugi?” tanya Ryota balik.

Elara menelan ludah, “Saya tidak tahu, kamu
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
잠긴 챕터

최신 챕터

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   58. Close Protection

    Setelah dua jam belajar mengemudi yang melelahkan, Rowena mengajak Elara ke sebuah mal. Belanja.Mal itu besar. Megah. Terlalu megah untuk standar Elara. Rowena berjalan di sampingnya, sesekali melirik tablet tipis di tangannya yang menampilkan daftar belanjaan. Bukan daftar barang-barang mewah—tidak ada perhiasan, tas kulit, atau sepatu hak tinggi. Yang dibutuhkan Elara hanyalah pakaian baru. Kostum untuk menjadi mahasiswa biasa bulan depan. Sederhana, biasa saja, tidak menarik perhatian.Mereka berhenti di depan sebuah departemen store yang diklaim sebagai lini "casual", meski harga-harganya tetap saja tidak masuk akal. Elara berhenti di depan rak kemeja wanita. Tangannya meraih satu potong, model longgar, lengan panjang, polos, warnanya kalem. Persis seperti yang dia pikir cocok untuk kuliah.Ia membalik label harganya. Tujuh ratus ribu.Elara mengernyit, memastikan lagi apakah yang dipegangnya benar-benar kain katun tipis yang dijahit sederhana.Ia meletakkannya kembali ke rak g

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   57. Tradisi

    Pagi itu, di kantor pusat perusahaan Ryota. Bianca sudah berdiri di depan ruang kerja Ryota saat pria itu tiba. Wanita itu membungkuk sopan, memegang tablet yang penuh dengan jadwal dan memo. "Selamat pagi, Pak Ryota." Ryota hanya mengangguk kecil, memasuki ruangannya tanpa sepatah kata. Bianca mengikuti di belakang, melangkah cepat tanpa suara. Setelah pintu tertutup rapat, Bianca berdiri tegak, wajahnya tenang—terlatih untuk tidak menunjukkan emosi sekecil apa pun. "Ada rapat board jam sepuluh, kemudian makan siang dengan Direktur Utama Kyojin Corp. Dokumen kontraknya sudah saya siapkan di meja Anda." Bianca berhenti berbicara, menunggu perintah berikutnya. Ryota hanya duduk di sana, di balik meja besar kokoh berwarna hitam itu, tangannya membuka satu map. Hening beberapa saat. Lalu tiba-tiba, tanpa mengalihkan pandangan dari dokumen di tangannya, Ryota bersuara, "Bianca." Wanita itu menegakkan punggung lebih lurus, refleks. "Ya, Pak?" "Kau punya suami?" Pertanyaannya

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   56. Aneh

    Dengan gerakan canggung dan ragu, Elara melepaskan bathrobe yang masih membalut tubuhnya, menggantinya dengan piyama. Ia bisa merasakan tatapan Ryota—dingin, mengintimidasi, membuat setiap gerakannya terasa dinilai. Bahkan pakaian dalamnya pun terasa terlalu tipis di bawah tatapan itu. Begitu selesai berpakaian, Elara hendak melangkah sendiri, tapi Ryota sudah bergerak untuk mengangkatnya kembali. "Saya bisa jalan sendiri," tolak Elara. Ryota mengabaikan keberatan istrinya itu. Tangannya tetap meraih tubuh Elara, mengangkatnya tanpa sepatah kata pun, ia membawa Elara keluar dari kamar, kembali ke lantai tiga dengan lift. Ruang kerja pribadi Ryota. Sebuah ruangan yang tak pernah berniat untuk ramah pada siapa pun. Begitu Ryota membuka pintu, lampu temaram menyala otomatis, memantulkan cahaya tipis ke dinding-dinding ruangan yang didominasi warna gelap. Dingin. Memaksa siapa pun yang masuk untuk diam. Sebuah sofa malas besar berdiri di sudut ruangan, lebih lebar

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   55. Downtime

    Setelah mengumpulkan cukup tenaga, Elara bergerak sedikit, tangannya mencari kain di sisi sofa. "Saya mau pakai pakaian saya kembali," ucapnya pelan, napasnya masih berat. Ryota hanya melonggarkan sedikit pelukannya, tapi tidak melepaskan istrinya itu. "Nanti saja," katanya rendah, suaranya berat dan malas. " We're not done yet." Elara menegang, matanya melebar sedikit. "Lagi?" tanyanya, berbisik. Ryota tersenyum tipis, miringkan kepala sedikit mendekat ke wajah Elara. "Jika masih sakit," bisiknya. "you can use your pretty little mouth instead." (Gunakan saja mulut kecil cantikmu) Elara menarik napas pendek, lalu menggeleng kecil. "Tidak, lebih baik saya sekarat," gumamnya lemah, tapi suaranya tidak goyah. Ryota tertawa rendah, terhibur diam-diam melihat istrinya yang tetap teguh dengan keyakinannya. "Sesuai pilihanmu, Baby girl," bisiknya di telinga Elara, sebelum menarik tubuh mungil itu lebih erat lagi ke dalam dekapannya. Setelah menarik tubuh Elara lebih

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   54. Semakin Panas

    Ryota menunduk, menelusuri punggung Elara dengan bibirnya — panas, lembab, penuh klaim.Tubuh Elara gemetar di bawahnya, napasnya terputus-putus, tangan kecilnya mencengkeram kuat sandaran sofa.Tangan kiri Ryota menahan pinggang Elara, kuat, memastikan wanitanya itu tidak bisa bergerak.Tangan satunya membelai rambut Elara, lalu turun perlahan ke tengkuknya.Dengan gerakan kasar, Ryota menggenggam leher Elara.Elara mendongak sedikit, dan Ryota tersenyum tipis — dingin.Dalam satu hentakan brutal, tanpa peringatan, Ryota menekan pinggulnya ke Elara.Bahu mungilnya melengkung, punggungnya menegang refleks, seolah menahan sesuatu yang tak terlihat, dan dari bibirnya pecah suara, teriakan kecil. Tangan Ryota yang menggenggam leher Elara mengencang sedikit, menahan tubuh mungil itu tetap tunduk.Ryota menatap puas, menyaksikan setiap gerak kecil itu, ketakutan, kelelahan, tapi juga ketidakberdayaan.Elara menggigil hebat, air mata tipis menggenang di sudut matanya saat tubuhnya dipaksa

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   53. Waduh

    “Katakan, apa yang bisa dilakukan mulutmu selain mencium bibirku?” tanya Ryota sembari dengan tenang membersihkan sisa cairan di tangan Elara.Mata Elara terangkat sedikit, menatap Ryota dengan campuran takut dan bingung. ““M-membaca, makan pedas, mengaji…”Ryota diam, matanya mengunci wajah Elara.Elara menggeser pandangannya, dan menambahkan,“... berdoa.”Ryota duduk santai di sofa malas, lalu menarik pinggang istrinya itu, mendudukkannya di pangkuannya.Elara duduk menyamping, tubuhnya menghadap ke Ryota, kedua tangannya berpegangan pada bahu pria itu untuk menjaga keseimbangan.Mata Ryota menatap tajam ke arah Elara, membuat wanita itu menahan napas.“Apa kau masih ingin melakukan pembayaran?” bisiknya, suaranya dalam, rendah, nyaris seperti desisan.Ibu jarinya terangkat, menyusuri pelan garis rahang Elara, lalu berhenti di sudut bibirnya, mengusapnya dengan tekanan ringan — lebih menuntut daripada lembut.Elara menggeleng kecil, matanya gemetar, menatap Ryota ragu. mengamati set

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status