"MAS DEWA TOLONG!!!!"
Mendengar jeritan dari Bianca, Dewa bergegas menyusul memasuki ruang pribadinya. Ia lalu mengetuk pintu kamar mandi yang ada didalam ruangan itu."Bi… ada apa?" Teriak Dewa dari luar."Mas tolong…" Bianca juga ikut berteriak."Katakan ada apa?" Dewa bingung apa yang harus dilakukannya. Jika mendengar dari teriaknya, Bianca tidak merasa kesakitan.Bianca membuka pintu lalu menghambur ke pelukan Dewa. Dewa yang bingung bertambah bingung. Tubuh Bianca begitu erat memeluk tubuhnya, bahkan tangan wanita itu melingkari tubuhnya.Dewa merasa pakaiannya basah, Dewa mencoba melepas tubuh Bianca dari tubuhnya, namun, Bianca semakin mempereratnya. "Jangan dilepas, aku malu.""Ada apa sebenarnya?" Tanya Dewa penasaran, apalagi saat ini pakaiannya yang basah menembus hingga ke tubuhnya."Jangan marah, ya! Berjanjilah terlebih dahulu." Cicit Bianca di dekapan Dewa.BrakkBianca tertawa dalam hati, sepertinya dia harus sering-sering datang kesini. Kalau perlu Bianca akan kesini setiap hari untuk menyingkirkan kerikil kecil yang akan mengganggu rumah tangganya. Berkat kedatangan mama mertuanya Bianca juga mengetahui jika Dewa belum mempunyai seorang kekasih, wanita tadi murni sekretaris suaminya saja. Menurut informasi dari Maria, Dewa tidak pernah merespon perbuatan Viola diluar pekerjaan, Namun, Viola yang selalu mencari perhatian Dewa."Viola, jangan harap kamu bisa dekat-dekat Mas Dewa lagi." Batin Bianca.Bianca perlahan menjauh dari Dewa, wanita itu tidak merasa bersalah atau apa, Padahal tindakannya tadi cukup berani dengan menempelkan area sensitifnya ke kepala Dewa. Dewa sendiri juga diam, ia cukup kaget dengan tindakan Bianca. Dewa bahkan dengan jelas bisa merasakan sesuatu yang kenyal menempel di bagian kepalanya. Sesuatu yang seharusnya memiliki penutup yang
Bianca tidak kembali ke restoran, wanita itu mengunjungi Cantika setelah mendapatkan izin dari suaminya.Jika Bianca mempunyai restoran, Cantika mempunyai bengkel. Wanita itu sangat suka memodifikasi motor atau mobil miliknya sehingga mendirikan bengkel sendiri.Saat datang Bianca bisa melihat jika sahabatnya itu sedang sibuk membetulkan mobil milik pelanggannya.Bianca berjalan mendekati Cantika dengan sesekali membalas sapaan dari pegawai disana. Bengkel ini tidak terlalu besar, namun, Cantika mempunyai pegawai lebih dari 5 orang dan satu partner yang mendirikan bengkel ini.Semua yang bekerja disini mengenal Bianca tanpa terkecuali karena mereka memang sering menghabiskan waktu bersama. Kadang Cantika yang akan mampir ke restoran Bianca untuk sekedar bertemu, begitu pula sebaliknya."Tika." Panggil Bianca saat sudah dekat dengan posisi sahabatnya. Cantika saat ini sedang berada di bawah mobil, entah apa yang sedang dikerjakannya.
"Dia? Dia yang itu." Bianca mengangguk lalu meneguk minuman yang diberikan Cantika."Terus Dewa tahu lo ketemu sama dia?""Kayaknya sih nggak." Jawab Bianca tak yakin. Saat keluar dari minimarket Dewa sudah ada di depan. Bisa jadi saat Bianca sedang berbicara dengan pria itu Dewa melihatnya, tapi, kalau Dewa tahu, kenapa pria itu hanya diam saja."Kok nggak yakin gitu? Dia nggak macem-macem kan sama lo?" Cantika khawatir karena pria yang dimaksud oleh Bianca adalah pria yang sangat terobsesi pada sahabatnya itu.Bianca menggeleng, "Untungnya sih nggak! Walaupun dia macem-macem tinggal gue teriak aja." Bianca masih merasa bisa mengatasi pria yang sedikit gila itu. Baginya, dia bisa jauh lebih gila jika ada yang mengganggu kehidupannya."Mending lo cerita soal ini ke Mas Dewa." Usul Cantika.Bianca tampak berpikir sejenak dengan usulan Cantika, menimbang-nimbang apakah itu perlu dilakukan olehnya atau
"Saya."Sahutan dari belakang Dona membuat Bianca berdiri dari tempat duduknya.Bianca cukup terkejut dengan kedatangan pria itu yang tiba-tiba. Bianca memberikan kode agar Dona keluar dari ruangannya. Setelah memastikan pegawainya itu pergi Bianca baru menaruh penuh atensinya kepadanya.Langit memperlihatkan senyumannya seperti biasanya. Dari penglihatan Bianca, Langit tidak merasa ada yang salah dari kedatangan maupun sapaan pria itu kepadanya."Ngapain lo kesini?" Tanya Bianca ketus.Langit tertawa seolah pertanyaan Bianca sebuah lelucon. Puas tertawa Langit berjalan mendekati meja Bianca. "Mana pelukan buat gue?" Langit merentangkan kedua tangannya. Bianca memutar bola mata kesal. Hari ini begitu menguji kesabarannya. "Ada perlu apa lo kesini?" "Wow.. selow Bi." Sahut Langit, pria itu menurunkan tangannya, lalu ia taruh diatas meja kerja Bianca. Langit menatap mata Bianca intens, sepasang mata itu memberikan intimi
Tiga puluh menit sebelumnya…"Terimakasih Pak Dewangga, saya menunggu kabar baiknya."Dewa hanya mengangguk singkat. Dia melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Setelah melihat jam yang ternyata sudah hampir mendekati jam makan siang, Dewa segera mengambil ponsel dan mengirimkan pesan kepada Bianca agar wanita itu tidak datang ke kantornya."Maaf saya tidak bisa ikut makan bersama, saya sudah mempunyai janji lain." Dewa beranjak dari kursinya, lalu menatap sekretarisnya yang ikut berdiri."Viola, tolong temani mereka makan!" Titah Dewa tidak ingin dibantah. Viola yang hendak protes hanya bisa mengerucutkan bibirnya kesal."Tidak apa-apa Pak Dewa, lain kali kita masih bisa makan siang bersama. Terimakasih atas waktunya." Balas kliennya.Dewa mengangguk lalu pergi tanpa menoleh lagi ke arah Viola yang masih berharap bisa ikut dengannya.Dewa sebenarnya sudah sangat jengah denga
"Baiklah."Bianca menatap Dewa penuh kecewa, dia sangat berharap Dewa menjawab tidak. Kenyataan memang tak selalu sesuai dengan keinginan. Bianca menunduk lesu, berakhir sudah usahanya mencuri hati pria itu.Berbeda dengan Bianca, Langit justru tersenyum puas mendengar jawaban Dewa. Tidak sia-sia dia langsung mengatakan tujuannya kesini. Tadinya dia mengira akan terjadi perkelahian atau paling tidak ada adu mulut. Ternyata dugaannya salah, saudaranya memang terpaksa menggantikan posisinya.Baru saja Langit tersenyum puas, suara Dewa kembali mengisi ruangan yang hening itu. "Hanya jika Bianca bersedia!"Bianca mendongak, dia kembali menatap suaminya, mencari sesuatu yang mungkin saja akan kembali mematahkan hatinya, akan tetapi, Bianca tidak menemukan itu. Dia melihat raut wajah suaminya begitu serius dan tenang.Langit melunturkan senyumnya, dia beralih menatap Bianca yang masih berdiri di tempatnya tadi. "Katakan
"Kau percaya dengannya? Lalu kenapa tadi kau membelaku?" Dewa ganti bertanya. Dia cukup terkejut, tadinya dia berpikir Bianca tidak akan percaya begitu saja dengan Langit.Bianca menggeleng keras, dia kembali berdiri, ingin mendekati Dewa, akan tetapi, pria itu menyuruhnya untuk tidak mendekat. "A-aku hanya ingin mendengarnya langsung dari Mas Dewa.""Sama saja kamu tidak percaya denganku!" Sahut Dewa ketus. Dia berbalik badan untuk meninggalkan Bianca seorang diri di ruangannya."Tunggu Mas! Maafkan aku, aku percaya sama kamu. Kamu tidak akan memakai cara licik untuk mendapatkan warisan kakek Prayoga." Ucapan Bianca mampu menghentikan langkah kaki Dewa.Pria itu menoleh ke belakang sebentar lantas kembali berjalan tanpa memberi balasan. Bianca yang tidak mendapat respon segera mengejar langkah kaki suaminya. Tepat di belakang Dewa, Bianca meraih lengan kirinya. "Mas, tolong jangan marah." Mata Bianca sampai berkaca-kaca. Dia takut jika Dewa marah lalu meme
"Apa sekarang kamu tidak bisa berbicara? Kenapa hanya mengangguk saja dari tadi!"Luntur sudah senyum Bianca. Dia hanya mengangguk karena dia terlalu bahagia dengan hal kecil yang dilakukan oleh pria itu. Untung saja dia sudah selesai makan, jadi dia bisa memakai itu sebagai alasan. Bianca minum terlebih dahulu sebelum menjawab. "Aku masih makan, Mas. Bukankah saat makan kita tidak boleh sambil berbicara?" Dewa melepas rambut Bianca. Dia biarkan kembali terurai seperti sebelumnya.Bianca menoleh ke belakang, dia melihat suaminya sedang merapikan kemeja serta jas yang tadi sempat di cengkram oleh Langit. Bianca maju mendekat, bermaksud membantu Dewa."Aku bantu ya, Mas." Dia meminta izin untuk formalitas saja, nyatanya tangannya sudah memegang kemeja serta jas yang dikenakan Dewa. Tak lupa Bianca membetulkan dasi yang sempat berantakan.Dewa diam mengamati Bianca. Tinggi mereka hanya terpaut 10 cm jika Bianca mengenakan sepatu high heels.