Share

Ketahuan?

Penulis: Lavien Wu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-23 16:44:21

"Mau sampai kapan kamu meratapi kematian Ana? Anak ini meninggal karena kesalahannya sendiri!” kata Rita sambil melipat tangan di dada. “Kecelakaan karena membawa motor ugal-ugalan? Motor siapa yang dia pakai hingga jadi seperti itu?" 

Saat ini Afandi, Rita, dan ketiga anak mereka masih berada di pemakaman karena Afandi masih merasakan kesedihan yang amat mendalam karena meninggalnya Ana.

"Diam kamu, Rita! Apakah anak yang sudah meninggal pun masih kamu salahkan seperti ini? Setidaknya kalau tidak bisa menyayangi dia layaknya seorang ibu, maka sayangi dia layaknya manusia yang tidak kamu kenal. Apakah sulit untuk melakukan itu?" 

Afandi tidak ingin bahkan di hari kematian Ana pun dia masih mendapatkan cercaan dan caci maki. Apakah sulit untuk lebih sedikit mempunyai empati?

Wajah Rita langsung menyeringai untuk meremehkan. "Aku bahkan lebih bisa menyayangi manusia asing yang tidak aku kenal dibanding menyayangi anak selingkuhanmu itu,” katanya dengan nada sinis. 

“Seharusnya kamu sadar diri bahwa batasanku hanya sampai menerima anak itu ada di rumah. Selebihnya itu adalah tanggung jawabmu untuk memberikan dia kenyamanan. Tapi nyatanya apa? Kamu yang merupakan ayah kandungnya sendiri tidak pernah bertanggung jawab akan hal itu!” 

Afandi terdiam mendengar ucapan istrinya. Ia ingin menyangkal, tapi apa yang dikatakan Rita memang benar adanya. 

“Lalu apa kamu bodoh dengan mengharapkan aku dan anak-anak kita untuk melakukan hal tersebut? Kami ini punya hati dan hati ini sudah terlanjur sakit dengan perbuatan rendahanmu itu!” 

Rita lantas menatap anak-anaknya yang sedari tadi hanya diam menyaksikan pertengkaran mereka. “Anak-anak ayo pergi dari sini. Masih banyak kegiatan lainnya yang lebih positif dibanding meratap di sini terlalu lama."

Afandi yang mendapatkan ucapan seperti itu dan ditinggal sendirian di makam itu merasa semakin tidak berguna. 

*

Di tempat lain, Ana masih dirawat di rumah sakit. Keadaannya sudah mulai membaik, tapi ‘keluarga barunya’ ingin agar dia bisa dirawat sedikit lebih lama untuk memastikan keadaannya. Hanya saja, Ana mulai tidak betah sehingga ia ingin pulang.

"Edna, kamu benar-benar sudah diperbolehkan untuk pulang nak?" Harjokusumo yang akhirnya telah menyelesaikan pekerjaannya datang menemui ‘Edna’.

"Aku sudah tidak betah di sini." Ana yang kini telah benar-benar menjadi Edna bingung harus memanggil orang ini. Beliau adalah ayah Edna tapi Ana tidak punya kekuatan untuk memanggilnya papa.

Harjokusumo merasa aneh dengan tingkah anaknya yang tidak biasa. "Sayang, kamu kok canggung gitu ke papa? Apa kecelakaan itu membuat kamu luka parah atau bagaimana?" 

Harjokusumo menatap para dokter dan perawat yang ada di tempat itu. Pria itu berniat mengganti dokter dan perawat yang akan merawat putrinya jika memang tenaga kesehatan yang ada di sini tidak becus dalam bekerja.

"Kecelakaan Edna memang termasuk kecelakaan yang parah, pak. Itulah sebabnya Edna masih kesulitan untuk bersikap seperti biasanya. Nanti perlahan-lahan ketika Edna mulai pulih, maka dia akan kembali seperti biasanya." Dokter itu menjawab dengan tenang hingga akhirnya mampu menghilangkan rasa takut pada diri ayah Edna itu.

"Ya sudah kalau begitu. Sebentar saya mau keluar dulu untuk bicara dengan istri dan anak laki-laki saya. Edna, papa mau keluar sebentar ya. Kalau ada hal yang kamu butuhkan kamu tinggal memencet tombol ini."

Ana hanya mengangguk pasrah dan membiarkan mereka meninggalkannya sendirian di dalam kamar inap VIP itu.

Gadis itu masih bisa mendengar suara-suara dari luar. Ia pun menajamkan telinga untuk bisa mendengarkan apa yang tengah dibicarakan oleh keluarga Edna di luar sana.

"Apakah dari awal kecelakaan tingkah Edna begitu aneh? Papa merasa dia bukan Edna.” 

Ana menelan ludah mendengarnya. Apakah dia akan ketahuan secepat ini?

“Maksud papa, dia kelihatan sangat canggung. Padahal kalian tahu sendiri betapa lengketnya Edna dengan papa. Edna selalu menyambut kedatangan papa yang habis bekerja dengan bermanja-manja,” kata Harjokusumo lagi. “Papa tidak mengerti seberapa keras efek kecelakaan itu pada Edna. Apakah kecelakaan memang benar-benar mempengaruhi kepribadian seseorang secepat ini?" 

Ana seketika merasa resah. Dia menggigit gelisah sambil merutuki kebodohannya sendiri. 

‘Harusnya aku tidak menerima permainan gila ini!’ gerutunya dalam hati. 

"Pa, kata dokter kecelakaan Edna memang parah dan itu mempengaruhi cara kerja otaknya.” 

Ana mendengar suara Patrik menjawab. 

“Ini semua gara-gara Jagad! Kalau saja dia tidak berkendara bersama Edna, pasti semua ini tidak akan terjadi!” 

Kali ini, Claudia yang bersuara. Ana semakin merasa tidak tenang karena situasi di luar sana tampak semakin ribut.

“Ma, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Jagad. Mama ingat kan, saat kecelakaan itu terjadi, bahkan ketika sekarat pun dia masih sempat mengabari ke rumah untuk memberitahu kondisi Edna,” kata Patrik. “Kondisinya juga tidak kalah mengenaskan saat itu. Keluarganya yang di luar negeri tidak ada satupun yang menjenguk dia." 

Ana terdiam, masih sambil mendengar pembicaraan di balik pintu kamar inapnya. 

“Kondisinya mengenaskan?” gumam Ana terheran-heran. Jagad tampak baik-baik saja saat menemuinya! 

"Sudahlah. Mama nggak peduli sama Jagad karena dia juga yang menyebabkan kecelakaan ini terjadi! Mama hanya ingin Edna baik-baik saja. Kalaupun ada perubahan sikap berarti kita yang harus menyesuaikan diri dengan Edna. Kita semua harus memberikan kasih sayang yang penuh padanya!"

Dari suaranya yang terdengar putus asa, Ana tahu seberapa frustrasinya ibu Edna itu. Dan entah mengapa itu membuatnya iri. Apakah saat ini keluarganya juga merasakan hal yang sama? 

Tapi Ana tahu, itu sesuatu yang mustahil. Keluarganya barangkali tengah bersorak karena ia tak ada lagi di dunia ini, bukan?

"Ya sudah kalau memang begitu. Papa akan mengurus kepulangan Edna ke rumah ya." Harjokusumo akhirnya pergi dari tempat Claudia dan Patrik.

Ana pikir, percakapan itu sudah berakhir. Akan tetapi, suara Patrik kembali terdengar. 

"Ma, apa mama menyalahkan Jagad karena kecelakaan ini?" 

"Tentu saja mama menyalahkan dia karena menyetir dalam kondisi setelah minum alkohol. Walaupun alkohol dalam tubuhnya masih dalam batas yang normal tapi tentu saja itu adalah kesalahan!” 

Setelah itu, pintu ruangan inapnya terbuka dari luar, Claudia dan Patrik masuk ke dalam ruangan dan tersenyum saat melihatnya. 

"Sayang, ayo kita pulang sekarang,” kata Claudia sambil menghampirinya. “Patrik, kamu yang dorong kursi rodanya Edna ya. Mama sama papa bawa barang-barang Edna." 

Berbeda dengan suaranya yang tadi terdengar putus asa, Ana melihat Claudia kini tampak lebih ceria. Sepertinya, wanita paruh baya itu tidak ingin menunjukkan kegelisahannya di depan anaknya.

"Edna, nanti di rumah kalau kamu butuh apapun ada mas Patrik ya. Kamu nggak usah canggung atau merasa bersalah," ujar Patrik. 

Ia menganggap bahwa sikap Edna yang aneh pasca kecelakaan ini adalah karena rasa bersalahnya akibat main terlalu larut hingga mengalami kecelakaan itu.

Ana hanya mengangguk pelan. Setelah itu, mereka pun keluar dari rumah sakit. 

Mereka menunggu di lobi hingga sebuah mobil berhenti di depan mereka. 

Patrik baru saja hendak membantu Ana untuk masuk ke dalam mobil, saat tiba-tiba  sebuah suara menyapa pendengaran Ana dan juga keluarga barunya. 

"Loh, Ana? Ini kamu kan? Kok sekarang kamu beda banget?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Sebatas Gadis Pengganti    Asal Sama Kamu

    "Kamu belum juga hamil, Edna?" Saat ini pertemuan keluarga Sastrawidjaja. Lebih tepatnya para wanita keluarga ini. Ana sudah tahu pertanyaan ini akan dia terima di perkumpulan keluarga ini. Namun tetap saja rasanya tidak nyaman. Ana masih bingung harus menjawab bagaimana. Tidak ada yang menemani dirinya untuk menjawab pertanyaan ini. Biasanya Edric yang akan menemani Ana untuk menjawab pertanyaan ini. Namun sekarang Ana harus menghadapi pertanyaan ini. "Edna, kamu kok diam saja?" Pandangan tante yang menatap Ana dengan tatapan tajam karena merasa diabaikan. "Ah, maaf tante. Aku lagi gak fokus jadi gak bisa menjawab pertanyaan tante dengan baik. Ya mohon doanya saja tante." Ana menjawab dengan diplomatis dan tidak menyinggung siapapun disini. "Ya ampun. Kamu ini padahal kesibukannya cuma kuliah tapi masa untuk memfokuskan hal seperti ini saja tidak bisa." Lagi-lagi ada saja kesalahan Ana yang terlihat di mata para tante ini. Ana menghela nafas lelah tapi lirih hingga hampir tidak

  • Bukan Sebatas Gadis Pengganti    Saran dari Teman

    Tidak Ana sangka bahwa hubungannya dengan Edric sudah sejauh ini. Mereka bahkan sudah melakukan aktivitas yang sepantasnya hanya dilakukan oleh suami istri. Yah walaupun hati Ana berdebar saat akan melakukan, saat melakukan, dan setelah melakukan tapi tetap saja dirinya sadar bahwa ini semua hanyalah rencana Edric yang sempurna. Edric ingin punya keturunan demi bisa memperkuat posisinya di keluarga. Ana harus bersyukur karena Edric tidak mensyaratkan kriteria tertentu seperti perempuan atau laki-laki. Dengan hal itu saja sudah membuat Ana lega bukan main. Jika ada tambahan kriteria jenis kelamin tertentu tentu saja Ana bisa-bisa mengalami keguguran karena stress memikirkan jenis kelamin bayinya. "Aku dengar kamu udah mulai perkuliahan kamu dengan baik. Bagus deh kalau begitu." Patrik mengajak Ana untuk bertemu dengan tujuan yang Ana sendiri tidak paham. Walaupun mereka tidak pernah saling memberitahu bahwa mereka sudah paham kalau Edna yang asli sudah meninggal dan yang saat ini berp

  • Bukan Sebatas Gadis Pengganti    Kehidupan Manusia

    Edric membuat gebrakan macam apa ini? Kenapa tiba-tiba memanggil sayang di depan teman barunya? Biasanya gak ada tuh mereka panggil sayang-sayang karena ya hubungan mereka memang gak sedekat itu. Ada yang aneh dan Ana khawatir akan sesuatu. "Ini teman sekelas aku. Namanya Sore. Sore, ini suami aku. Namanya Edric." Ana buru-buru menghilangkan kecanggungan yang muncul dengan memperkenalkan kedua orang ini. Kedua orang ini tidak saling mengenal hingga mungkin saja kecanggungan itu akan lebih kental atmosfernya dibanding yang Ana kira. "Sore""Edric""Yaudah kalau kamu mau main sama temanmu ya main aja. Kamu mau main di rumah ini atau di luar?" Setelah menyelesaikan basa-basinya kemudian Edric segera mengalihkan pembicaraan ke Ana. "Aku mau main di rumah saja sih. Di kamar pribadiku itu lebih tepatnya. Kamu sendiri ngapain jam segini udah pulang?" Ini masih sore dan tentu saja merupakan hal yang aneh kalau Edric sudah pulang. Apakah terjadi sesuatu? Memangnya terjadi apa sih di kantor?

  • Bukan Sebatas Gadis Pengganti    Sayang?

    Sore menatap Ana dengan tatapan heran dan penuh tanda tanya. "Maksudnya ekonomi kamu di bawah kami itu bagaimana? Duh lelucon ini benar-benar deh. Aku gak tahu kalau gaya bercandamu kayak gini. Edna, aku kasih tahu ya. Kalau bercandaan kamu kayak gini orang-orang justru akan menganggap kamu aneh dan gak bersyukur. Yah aku tahu kamu cuma bercanda tapi gak dengan beberapa orang di kampus ini. Yah ini mungkin ada kaitannya sama ekonomi menengah jadi mereka jadi lebih sensitif dan gampang tersinggung untuk hal yang sebenarnya biasa saja. Jadi aku sarankan kalau kamu mau temenan sama yang lain bercandanya jangan yang begitu. Nanti orang-orang gak mau temenan sama kamu dan malah nganggap kamu orang yang sombong sama gak punya empati. Tapi ya kalau kamu cuma mau temenan sama aku juga gakpapa kok. Aku tuh menerima semuanya dengan baik dan hati yang lapang. Jadi kamu gak perlu khawatir dengan semua itu." Sore tersenyum lebar. Ana menebak dibalik senyum yang lebar itu Sore kemungkinan menjalan

  • Bukan Sebatas Gadis Pengganti    Menguji

    Ana pikir kuliah seperti ini adalah cara terbaik untuk mencari kesibukan jika tidak bekerja. Ana sudah tidak sanggup lagi jika harus bekerja di tempat penyihir yang tak lain dan tak bukan adalah mantan kekasih Edric. Orang itu benar-benar seperti hama yang menghambat langkah hidup Ana dan Edric. Yah walaupun orang itu adalah penyelamat tempat usaha Edric kan tetap saja yang untung itu adalah orang itu. "Edna, jadi kamu udah nikah ya." Seorang teman baru bernama Sore langsung menyapa Ana. Yah Ana sudah dengan Sore sejak zaman ospek dan sekarang mereka berteman akrab. Ana belum bisa memprediksi kapan mereka akan bertengkar ataupun tidak akur tapi yang penting Sore sekarang ini menjadi temannya. "Yah aku emang udah nikah. Satu tahun yang lalu aku nikahnya." Ini entah kemampuan sosialisasi Ana yang buruk atau bagaimana tapi orang yang bisa akrab dengan dirinya hanyalah Sore ini. Teman-temannya yang lain hanyalah sebatas teman kerja kelompok. Yah padahal setahu Ana dirinya sudah berusaha

  • Bukan Sebatas Gadis Pengganti    Peramal

    "Semua urusan kamu lancar gak tadi?" Edric lagi-lagi datang terlebih dahulu dibanding Ana di rumah. Ana heran pekerjaan macam apa yang dikerjakan oleh Edric hingga dirinya bisa berada di rumah padahal ini kan masih sore."Lancar aja kok." Tadi Ana memang sengaja berbohong dengan bilang bahwa dirinya ada urusan dengan temannya. Ana pikir Edric akan bertanya macam-macam tapi ternyata Edric tidak bertanya apapun dan malah meminta Ana untuk menyelesaikan urusannya. Tadi Edric bahkan bilang kalau mau pulang bilang saja pada Edric untuk menjemput. Kalaupun Edric tidak bisa menjemput secara langsung maka akan ada orang lain yang menjemput Ana. Yah tapi lagi-lagi karena Ana takut merepotkan pada akhirnya Ana bilang dia akan pulang sendiri dan anehnya Edric tidak bertanya apapun bahkan tidak membantah sedikitpun. Edric tidak bertanya lagi dan segera membuat es kopi. Ana yang merasa situasi ini agak aneh, ya dari tadi pagi sih anehnya langsung mencoba bertanya pada Edric. "Edric, aku ada bikin

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status