Beranda / Romansa / Bukan Sekedar Pengganti / Bab 4. Tidak Ada Uang Masuk

Share

Bab 4. Tidak Ada Uang Masuk

Penulis: Soesan
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-05 06:40:33

“Ashera, kuatkan hatimu! Dokter sedang berusaha.” Trixi ikut jongkok mendekati Ashera yang telah menjauhkan diri darinya. Dia berusaha menenangkan dan menghibur Ashera, sahabatnya.

“Aku tidak memiliki siapa-siapa lagi, Trixi. Hanya ibu yang aku punya,” tangis Ashera dalam kesedihan yang mendalam.

“Ada aku, sahabatmu,” hibur Trixi.

Ashera mengangkat wajah basah dan pucatnya, ditatapnya wajah Trixi, lalu dia kembali menangis dan memeluk erat sahabatnya itu.

Trixi pun membalas pelukan Ashera dan terus memberinya dukungan. Dia tidak peduli tubuh basah Ashera. Selama ini hanya Trixi yang mau menemaninya dalam segala hal. Sahabatnya yang satu itu telah lebih dari saudara.

“Nona Ashera,” panggil seorang dokter mendekatinya.

Ashera dan Trixi melepaskan pelukan mereka. Mereka juga mengarahkan pandangnya pada dokter muda yang sedang berdiri menunggunya setelah keduanya menyeka dan mengeringkan air mata. Ashera dengan sisa tenaga berusaha bangkit dan berdiri dengan pertolongan Trixi.

“Dokter, apa yang terjadi pada ibuku?” tanya Ashera, tidak sabar ingin mendengar penjelasan dokter.

“Ibumu mengalami kejang, Nona. Saya sarankan agar ibumu dilakukan operasi secepatnya. Bila terlambat, saya tidak menjamin, apakah kami masih bisa menanganinnya atau tidak. Ini kasus rumit dan harus segera mendapatkan tindakan.” Wajah dokter itu terlihat serius dan terkesan menyayangkan bila sampai terlambat melakukan tindakan.

“Dokter, bukankah ayah saya telah mentransfer sejumlah uang untuk biaya operasi ke rumah sakit ini? Kenapa tidak segera dilakukan operasi pada ibu saya?” Ashera ingat akan kata Kafi tentang transfer uang yang telah menjadi haknya.

Dokter itu memasang wajah heran dan bingung. Ekor matanya menatap lekat Ashera.

“Maaf, Nona, tapi sampai detik ini pihak keuangan tidak menginformasikan kepada kami bila kamu telah membayarkan uang untuk operasi ibumu, makanya kami belum melakukan operasi itu,” ucap dokter itu lagi.“Bukan saya yang transfer, tapi ayah saya.”

“Kalau begitu, lebih baik kamu tanyakan dan pastikan kembali di bagian keuangan! Bila memang sudah melakukan pembayaran, maka kami akan segera melakukan tindakan operasi pada ibumu!”

Ashera tidak menunggu lama lagi, dia langsung berjalan cepat ke bagian keuangan setelah memastikan kondisi ibunya telah membaik dan telah ditangani dengan baik. Trixi masih terus menemaninya. Dia tidak mau meninggalkan Ashera dalam keadaan kacau dan sedih.

Ashera sangat cemas dan tidak dapat berpikir panjang. Dia menyerobot antrian yang lumayan panjang di depan kasir. Jelas saja apa yang dilakukannya ini menuai protes dari beberapa orang yang juga mengantri. Dengan bantuan Trixi meminta maaf dan memohon pada mereka, akhirnya Ashera dapat berbicara dengan tenang pada petugas keuangan atau kasir.

“Maaf, Nona. Kapan transaksi itu dilakukan? Masalahnya dalam laporan transaksi kami sejak kemarin sampai hari ini tidak ada transaksi yang menunjukkan adanya transfer pembayaran atas nama pasien nyonya Zanna,” ucap petugas bagian keuangan saat Ashera menanyakan tentang biaya ibunya yang katanya sudah ditransfer oleh Kafi, ayahnya.

“Nona, coba Anda cek dan periksa sekali lagi! Hari ini uang itu telah ditransfer." Ashera masih mencoba untuk tidak percaya. Dia kembali meminta petugas memeriksa.

“Tidak ada, Nona,” ucap petugas itu sedikit kesal karena sudah lebih dari tiga kali Ashera memintanya untuk memeriksa transaksi itu.

Lemas tubuh Ashera mendengar kenyataan pahit itu. Kekuatan dan harapannya kembali hilang. Ashera pun berjalan meninggalkan loket keuangan dengan tidak berdaya. Ngotot dan bertahan pun tidak akan membuahkan hasil karena mungkin memang benar uang itu sama sekali tidak ditransfer oleh Kafi.

“Ashera, apa yang sebenarnya terjadi?” Trixi sejak tadi telah menyimpan pertanyaan ini dan akhirnya memiliki kesempatan untuk mengutarakannya.

Ashera duduk di kursi penunggu pasien dengan berlinang air mata dan kesedihan mendalam. Di sekitar jelas saja banyak pengunjung rumah sakit. Melihat dan mendengar tangisnya, Ashera menjadi pusat perhatian, tetapi dia tidak peduli untuk saat ini. Dia hanya peduli dengan kondisi dan keselamatan ibunya.

“Apa mereka menipu aku?” gumam Ashera sangat memprihatinkan.

“Mereka? Mereka siapa, Ashera? Sebenarnya apa yang terjadi padamu?”

Trixi semakin bingung melihat tangis Ashera semakin menyedihkan dan menyayat hati. Semalam juga Ashera izin dan meminta tolong padanya untuk menunggu ibunya dan katanya dia akan segera kembali, tapi nyatanya hingga pagi dan sampai dia menghubungi lewat telepon, Ashera baru kembali, bahkan dia kembali dengan kekacauan.

“Ayahku, dia bilang sudah mentransfer sejumlah uang untuk biaya operasi ibuku,” jawab Trixi.

Trixi kembali bingung dan sama sekali tidak mengerti. Selama ini dia hanya mengenal Ashera sebagai anak yatim yang tidak memiliki ayah lagi. Ashera hanya tinggal berdua bersama ibunya di sebuah kota kecil. Ashera datang ke ibu kota hanya karena untuk pengobatan ibunya yang sakit gagal ginjal.

Dokter mengatakan Zanna harus operasi pencangkokan ginjal dan pendonor sudah ada karena kebetulan di rumah sakit itu ada seseorang yang dengan rela mendonorkan ginjalnya untuk siapapun yang membutuhkan karena dia sendiri mengindap penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan telah mengalami putus asa. Operasi Zanna tinggal menunggu biaya saja sebelum orang yang mendonorkan ginjal meninggal.

“Maksudmu, ayahmu menipu dan membohongimu?” tanya Trixi setelah Ashera menceritakan bila ayahnya masih hidup, tapi sudah menikah dengan orang lain. Hanya saja Ashera tidak menceritakan apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan Arion di dalam kamar hotel. Dia juga tidak mengatakan kalau dia memiliki kakak perempuan.

Ashera tidak memberi tanggapan pada pertanyaan Trixi, tanpa dia jawab pun, seharusnya trixi sudah mengetahui dan paham apa yang telah dia ceritakan dalam isak tangis kesedihan.

Trixi kembali merangkul dan memeluk erat tubuh basah Ashera. Kesedihan dan tangis Ashera semakin terdengar menyedihkan.

Ashera tidak tau harus mendapatkan uang dari mana lagi. Mahkota berharganya telah hilang, uang yang dijanjikan ayahnya dan Aleysa pun tidak didapatnya, kondisi ibunya semakin buruk dan bisa jadi tidak akan ada harapan lagi bila dia tidak segera mendapatkan uang.

Ashera sakit kepala memikirkan semua kesialan yang menimpanya.

“Trixi, apa salah bila aku menjual tubuhku agar mendapatkan uang untuk biaya operasi ibuku?”

Trixi dengan cepat dan gerakan kaget melepaskan pelukannya terhadap Ashera. Bukan hanya itu saja, bahkan mata sahabat Ashera itu langsung melotot hampir lepas dari mangkuknya karena terkejut mendengar pertanyaan Ashera.

"Pertanyaan macam apa ini?" Trixi bingung, tetapi dia tidak suka mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Ashera, sahabatnya.

Meski mungkin Ashera hanya mengandai-andai, tapi bagi Trixi itu adalah permikiran dan pertanyaan konyol. Sampai kapan pun, dia tidak akan membiarkan Ashera melakukan semua itu. Mengorbankan diri untuk mendapatkan uang demi ibunya.

"Shera, jangan pernah berpikir seperti itu! Masih banyak jalan lain yang bisa kamu ambil dan lakukan tanpa harus mengorbankan dirimu, apalagi menjual diri. Jangan pernah menjadi wanita murahan! Meski kita miskin, tapi harkat dan martabat serta harga diri harus tetap kamu pertahankan!" Trixi marah dan menasehatinya.

"Aku tidak memiliki apa-apa, Trixi. Hanya tubuhku yang aku miliki," ucap Ashera putus asa.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Sekedar Pengganti   Bab 125. Sebagai Tangan Ibu

    "Hentikan, Aleysa!" teriak Arion sembari menangkis dan menahan tangan Aleysa ketika akan menampar wajah Ashera.Sejak tadi dia terdiam bukan karena tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Arion hanya tidak ingin mencegah Ashera menumpahkan segala kemarahan, kekecewaan yang sejak lama dirasakan dan terkubur dalam hidupnya.Arion baru bertindak ketika Aleysa hendak menyakitinya. Mencelakai istrinya. Bukan hanya menahan tangan Aleysa saja, tapi Arion mendekap Ashera dalam pelukannya sebagai bentuk perlindungan."Arion, kamu-"Arion menghempaskan tangan Aleysa kasar dan menghujani dengan tatapan marah.Bukan hanya Aleysa yang terkejut, meski sebenarnya Arion pernah memperingatkan sebelumnya. Semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka tidak kalah terkejutnya. Selama ini yang mereka tau, Arion sangat mencintai Aleysa, bahkan menjadikan wanita itu ratu. Sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. Tapi hari ini, apa yang terjadi di depan mata mereka membuktikan bila Alyesa masih kalah d

  • Bukan Sekedar Pengganti   Bab 124. Tamparan

    "Ashera, apa yang kamu katakan? Apa kamu menuduh aku telah membunuhnya? Kamu juga menjadikan aku orang yang pantas disalahkan atas kematiannya?"Alesya tidak terima dan merasa Ashera sedang menuduh dan menyudutkan dirinya atas kematian ibu mereka. Meski Zanna meninggal saat dikurung olehnya, namun Alesya tetap merasa tidak membunuhnya."Apa aku mengatakan seperti itu?" tantang Ashera.Alesya memberi ekspresi mencibir. Secara tidak sadar, Aleysa telah menunjukkan kesombongan dan sifat aslinya yang selama ini ditutupi dari Arion."Meski tidak mengatakan secara langsung, tapi ucapanmu termasuk tuduhan," jawab Aleysa tetap tidak mau kalah.Ashera tertawa kecil menanggapi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya terus menghunus Aleysa, menilik ke dalam manik mata kakak perempuannya itu."Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menguburkan wanita miskin itu dengan layak," sambung Aleysa.Aleysa merasa dirinya telah menjadi pahlawan karena telah memberi penghormatan terakhir

  • Bukan Sekedar Pengganti   Bab 123. Pantas Diperjuangkan

    Arion: Jangan biarkan tumbuh akar di tubuhku karena menunggumu terlalu lama!Ashera: Belum selesai.Arion mengirim emot kesal.Ashera tertawa kecil melihat emot yang dikirm Arion padanya.Sejak hari di mana Ashera mendengar secara langsung apa yang dikatakan Arion pada Kafi di rumah sakit, hubungan mereka semakin dekat layaknya suami istri sungguhan. Keraguan Ashera tentang dirinya sebagai pengganti, tidak ada lagi dalam hatinya. Bukan hanya perkataan saja, Arion pun membuktikan dengan sikap dan cara memperlakukannya. Ashera dapat merasakan bila dia telah memiliki cinta Arion seutuhnya dan mengakui bila dia pun telah jatuh cinta."Ashera, fokuslah!" Fathan yang sejak tadi memperhatikan sedikit geram melihat Ashera lebih sering melihat ponsel dan tersenyum sendiri, daripada memperhatikan presentasi yang sedang dibacakan oleh klien mereka."Maaf." Ashera segera menyembunyikan ponselnya di bawah meja, di atas pangkuannya, tapi masih saja sesekali melirik dan jemarinya masih aktif memba

  • Bukan Sekedar Pengganti   Bab 122. Memakanmu di Pagi Hari

    "Emmmm ...."Sudut bibir Arion tersenyum melihat wanita di samping tidurnya mengeliat dan berganti posisi. Senyumnya semakin lebar saat posisi itu menguntungkan baginya. Ashera yang tadi tidur membelakanginya sedangkan dia memeluknya, kini berputar haluan sehingga mereka saling berhadapan. Untungnya lagi, Ashera langsung merapatkan pelukan mencari kehangatan pada tubuhnya. Ashera menyembunyikan wajah dalam dada bidangnya.Karena tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang istri, Arion pun terdiam tanpa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sayang sekali. Dia takut pergerakan dada dan hembusan napasnya membangunkan Ashera.Arion telah berusaha tenang, tapi ada saja yang mengusik ketenangan mereka dan membuat Ashera kembali mengubah posisinya."Sial" makinya lirih saat dering ponselnya terdengar nyaring.Arion kesal karena lupa mematikan nada dering ponselnya saat hendak tidur semalam. Karena terlena oleh cinta dan cumbuan, dia pun turut terlelap bersama Ashera setelah ritual malam

  • Bukan Sekedar Pengganti   Bab 121. Suapan Pertama Hingga Akhir

    "Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena

  • Bukan Sekedar Pengganti   Bab 120. Menunggu Hingga Larut

    "Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status