Share

Bab 4. Tidak Ada Uang Masuk

“Ashera, kuatkan hatimu! Dokter sedang berusaha.” Trixi ikut jongkok mendekati Ashera yang telah menjauhkan diri darinya. Dia berusaha menenangkan dan menghibur Ashera, sahabatnya.

“Aku tidak memiliki siapa-siapa lagi, Trixi. Hanya ibu yang aku punya,” tangis Ashera dalam kesedihan yang mendalam.

“Ada aku, sahabatmu,” hibur Trixi.

Ashera mengangkat wajah basah dan pucatnya, ditatapnya wajah Trixi, lalu dia kembali menangis dan memeluk erat sahabatnya itu.

Trixi pun membalas pelukan Ashera dan terus memberinya dukungan. Dia tidak peduli tubuh basah Ashera. Selama ini hanya Trixi yang mau menemaninya dalam segala hal. Sahabatnya yang satu itu telah lebih dari saudara.

“Nona Ashera,” panggil seorang dokter mendekatinya.

Ashera dan Trixi melepaskan pelukan mereka. Mereka juga mengarahkan pandangnya pada dokter muda yang sedang berdiri menunggunya setelah keduanya menyeka dan mengeringkan air mata. Ashera dengan sisa tenaga berusaha bangkit dan berdiri dengan pertolongan Trixi.

“Dokter, apa yang terjadi pada ibuku?” tanya Ashera, tidak sabar ingin mendengar penjelasan dokter.

“Ibumu mengalami kejang, Nona. Saya sarankan agar ibumu dilakukan operasi secepatnya. Bila terlambat, saya tidak menjamin, apakah kami masih bisa menanganinnya atau tidak. Ini kasus rumit dan harus segera mendapatkan tindakan.” Wajah dokter itu terlihat serius dan terkesan menyayangkan bila sampai terlambat melakukan tindakan.

“Dokter, bukankah ayah saya telah mentransfer sejumlah uang untuk biaya operasi ke rumah sakit ini? Kenapa tidak segera dilakukan operasi pada ibu saya?” Ashera ingat akan kata Kafi tentang transfer uang yang telah menjadi haknya.

Dokter itu memasang wajah heran dan bingung. Ekor matanya menatap lekat Ashera.

“Maaf, Nona, tapi sampai detik ini pihak keuangan tidak menginformasikan kepada kami bila kamu telah membayarkan uang untuk operasi ibumu, makanya kami belum melakukan operasi itu,” ucap dokter itu lagi.“Bukan saya yang transfer, tapi ayah saya.”

“Kalau begitu, lebih baik kamu tanyakan dan pastikan kembali di bagian keuangan! Bila memang sudah melakukan pembayaran, maka kami akan segera melakukan tindakan operasi pada ibumu!”

Ashera tidak menunggu lama lagi, dia langsung berjalan cepat ke bagian keuangan setelah memastikan kondisi ibunya telah membaik dan telah ditangani dengan baik. Trixi masih terus menemaninya. Dia tidak mau meninggalkan Ashera dalam keadaan kacau dan sedih.

Ashera sangat cemas dan tidak dapat berpikir panjang. Dia menyerobot antrian yang lumayan panjang di depan kasir. Jelas saja apa yang dilakukannya ini menuai protes dari beberapa orang yang juga mengantri. Dengan bantuan Trixi meminta maaf dan memohon pada mereka, akhirnya Ashera dapat berbicara dengan tenang pada petugas keuangan atau kasir.

“Maaf, Nona. Kapan transaksi itu dilakukan? Masalahnya dalam laporan transaksi kami sejak kemarin sampai hari ini tidak ada transaksi yang menunjukkan adanya transfer pembayaran atas nama pasien nyonya Zanna,” ucap petugas bagian keuangan saat Ashera menanyakan tentang biaya ibunya yang katanya sudah ditransfer oleh Kafi, ayahnya.

“Nona, coba Anda cek dan periksa sekali lagi! Hari ini uang itu telah ditransfer." Ashera masih mencoba untuk tidak percaya. Dia kembali meminta petugas memeriksa.

“Tidak ada, Nona,” ucap petugas itu sedikit kesal karena sudah lebih dari tiga kali Ashera memintanya untuk memeriksa transaksi itu.

Lemas tubuh Ashera mendengar kenyataan pahit itu. Kekuatan dan harapannya kembali hilang. Ashera pun berjalan meninggalkan loket keuangan dengan tidak berdaya. Ngotot dan bertahan pun tidak akan membuahkan hasil karena mungkin memang benar uang itu sama sekali tidak ditransfer oleh Kafi.

“Ashera, apa yang sebenarnya terjadi?” Trixi sejak tadi telah menyimpan pertanyaan ini dan akhirnya memiliki kesempatan untuk mengutarakannya.

Ashera duduk di kursi penunggu pasien dengan berlinang air mata dan kesedihan mendalam. Di sekitar jelas saja banyak pengunjung rumah sakit. Melihat dan mendengar tangisnya, Ashera menjadi pusat perhatian, tetapi dia tidak peduli untuk saat ini. Dia hanya peduli dengan kondisi dan keselamatan ibunya.

“Apa mereka menipu aku?” gumam Ashera sangat memprihatinkan.

“Mereka? Mereka siapa, Ashera? Sebenarnya apa yang terjadi padamu?”

Trixi semakin bingung melihat tangis Ashera semakin menyedihkan dan menyayat hati. Semalam juga Ashera izin dan meminta tolong padanya untuk menunggu ibunya dan katanya dia akan segera kembali, tapi nyatanya hingga pagi dan sampai dia menghubungi lewat telepon, Ashera baru kembali, bahkan dia kembali dengan kekacauan.

“Ayahku, dia bilang sudah mentransfer sejumlah uang untuk biaya operasi ibuku,” jawab Trixi.

Trixi kembali bingung dan sama sekali tidak mengerti. Selama ini dia hanya mengenal Ashera sebagai anak yatim yang tidak memiliki ayah lagi. Ashera hanya tinggal berdua bersama ibunya di sebuah kota kecil. Ashera datang ke ibu kota hanya karena untuk pengobatan ibunya yang sakit gagal ginjal.

Dokter mengatakan Zanna harus operasi pencangkokan ginjal dan pendonor sudah ada karena kebetulan di rumah sakit itu ada seseorang yang dengan rela mendonorkan ginjalnya untuk siapapun yang membutuhkan karena dia sendiri mengindap penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan telah mengalami putus asa. Operasi Zanna tinggal menunggu biaya saja sebelum orang yang mendonorkan ginjal meninggal.

“Maksudmu, ayahmu menipu dan membohongimu?” tanya Trixi setelah Ashera menceritakan bila ayahnya masih hidup, tapi sudah menikah dengan orang lain. Hanya saja Ashera tidak menceritakan apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan Arion di dalam kamar hotel. Dia juga tidak mengatakan kalau dia memiliki kakak perempuan.

Ashera tidak memberi tanggapan pada pertanyaan Trixi, tanpa dia jawab pun, seharusnya trixi sudah mengetahui dan paham apa yang telah dia ceritakan dalam isak tangis kesedihan.

Trixi kembali merangkul dan memeluk erat tubuh basah Ashera. Kesedihan dan tangis Ashera semakin terdengar menyedihkan.

Ashera tidak tau harus mendapatkan uang dari mana lagi. Mahkota berharganya telah hilang, uang yang dijanjikan ayahnya dan Aleysa pun tidak didapatnya, kondisi ibunya semakin buruk dan bisa jadi tidak akan ada harapan lagi bila dia tidak segera mendapatkan uang.

Ashera sakit kepala memikirkan semua kesialan yang menimpanya.

“Trixi, apa salah bila aku menjual tubuhku agar mendapatkan uang untuk biaya operasi ibuku?”

Trixi dengan cepat dan gerakan kaget melepaskan pelukannya terhadap Ashera. Bukan hanya itu saja, bahkan mata sahabat Ashera itu langsung melotot hampir lepas dari mangkuknya karena terkejut mendengar pertanyaan Ashera.

"Pertanyaan macam apa ini?" Trixi bingung, tetapi dia tidak suka mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Ashera, sahabatnya.

Meski mungkin Ashera hanya mengandai-andai, tapi bagi Trixi itu adalah permikiran dan pertanyaan konyol. Sampai kapan pun, dia tidak akan membiarkan Ashera melakukan semua itu. Mengorbankan diri untuk mendapatkan uang demi ibunya.

"Shera, jangan pernah berpikir seperti itu! Masih banyak jalan lain yang bisa kamu ambil dan lakukan tanpa harus mengorbankan dirimu, apalagi menjual diri. Jangan pernah menjadi wanita murahan! Meski kita miskin, tapi harkat dan martabat serta harga diri harus tetap kamu pertahankan!" Trixi marah dan menasehatinya.

"Aku tidak memiliki apa-apa, Trixi. Hanya tubuhku yang aku miliki," ucap Ashera putus asa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status