“Ashera, kuatkan hatimu! Dokter sedang berusaha.” Trixi ikut jongkok mendekati Ashera yang telah menjauhkan diri darinya. Dia berusaha menenangkan dan menghibur Ashera, sahabatnya.
“Aku tidak memiliki siapa-siapa lagi, Trixi. Hanya ibu yang aku punya,” tangis Ashera dalam kesedihan yang mendalam.“Ada aku, sahabatmu,” hibur Trixi.Ashera mengangkat wajah basah dan pucatnya, ditatapnya wajah Trixi, lalu dia kembali menangis dan memeluk erat sahabatnya itu.Trixi pun membalas pelukan Ashera dan terus memberinya dukungan. Dia tidak peduli tubuh basah Ashera. Selama ini hanya Trixi yang mau menemaninya dalam segala hal. Sahabatnya yang satu itu telah lebih dari saudara.“Nona Ashera,” panggil seorang dokter mendekatinya.Ashera dan Trixi melepaskan pelukan mereka. Mereka juga mengarahkan pandangnya pada dokter muda yang sedang berdiri menunggunya setelah keduanya menyeka dan mengeringkan air mata. Ashera dengan sisa tenaga berusaha bangkit dan berdiri dengan pertolongan Trixi.“Dokter, apa yang terjadi pada ibuku?” tanya Ashera, tidak sabar ingin mendengar penjelasan dokter.“Ibumu mengalami kejang, Nona. Saya sarankan agar ibumu dilakukan operasi secepatnya. Bila terlambat, saya tidak menjamin, apakah kami masih bisa menanganinnya atau tidak. Ini kasus rumit dan harus segera mendapatkan tindakan.” Wajah dokter itu terlihat serius dan terkesan menyayangkan bila sampai terlambat melakukan tindakan.“Dokter, bukankah ayah saya telah mentransfer sejumlah uang untuk biaya operasi ke rumah sakit ini? Kenapa tidak segera dilakukan operasi pada ibu saya?” Ashera ingat akan kata Kafi tentang transfer uang yang telah menjadi haknya.Dokter itu memasang wajah heran dan bingung. Ekor matanya menatap lekat Ashera.“Maaf, Nona, tapi sampai detik ini pihak keuangan tidak menginformasikan kepada kami bila kamu telah membayarkan uang untuk operasi ibumu, makanya kami belum melakukan operasi itu,” ucap dokter itu lagi.“Bukan saya yang transfer, tapi ayah saya.”“Kalau begitu, lebih baik kamu tanyakan dan pastikan kembali di bagian keuangan! Bila memang sudah melakukan pembayaran, maka kami akan segera melakukan tindakan operasi pada ibumu!”Ashera tidak menunggu lama lagi, dia langsung berjalan cepat ke bagian keuangan setelah memastikan kondisi ibunya telah membaik dan telah ditangani dengan baik. Trixi masih terus menemaninya. Dia tidak mau meninggalkan Ashera dalam keadaan kacau dan sedih.Ashera sangat cemas dan tidak dapat berpikir panjang. Dia menyerobot antrian yang lumayan panjang di depan kasir. Jelas saja apa yang dilakukannya ini menuai protes dari beberapa orang yang juga mengantri. Dengan bantuan Trixi meminta maaf dan memohon pada mereka, akhirnya Ashera dapat berbicara dengan tenang pada petugas keuangan atau kasir.“Maaf, Nona. Kapan transaksi itu dilakukan? Masalahnya dalam laporan transaksi kami sejak kemarin sampai hari ini tidak ada transaksi yang menunjukkan adanya transfer pembayaran atas nama pasien nyonya Zanna,” ucap petugas bagian keuangan saat Ashera menanyakan tentang biaya ibunya yang katanya sudah ditransfer oleh Kafi, ayahnya.“Nona, coba Anda cek dan periksa sekali lagi! Hari ini uang itu telah ditransfer." Ashera masih mencoba untuk tidak percaya. Dia kembali meminta petugas memeriksa.“Tidak ada, Nona,” ucap petugas itu sedikit kesal karena sudah lebih dari tiga kali Ashera memintanya untuk memeriksa transaksi itu.Lemas tubuh Ashera mendengar kenyataan pahit itu. Kekuatan dan harapannya kembali hilang. Ashera pun berjalan meninggalkan loket keuangan dengan tidak berdaya. Ngotot dan bertahan pun tidak akan membuahkan hasil karena mungkin memang benar uang itu sama sekali tidak ditransfer oleh Kafi.“Ashera, apa yang sebenarnya terjadi?” Trixi sejak tadi telah menyimpan pertanyaan ini dan akhirnya memiliki kesempatan untuk mengutarakannya.Ashera duduk di kursi penunggu pasien dengan berlinang air mata dan kesedihan mendalam. Di sekitar jelas saja banyak pengunjung rumah sakit. Melihat dan mendengar tangisnya, Ashera menjadi pusat perhatian, tetapi dia tidak peduli untuk saat ini. Dia hanya peduli dengan kondisi dan keselamatan ibunya.“Apa mereka menipu aku?” gumam Ashera sangat memprihatinkan.“Mereka? Mereka siapa, Ashera? Sebenarnya apa yang terjadi padamu?”Trixi semakin bingung melihat tangis Ashera semakin menyedihkan dan menyayat hati. Semalam juga Ashera izin dan meminta tolong padanya untuk menunggu ibunya dan katanya dia akan segera kembali, tapi nyatanya hingga pagi dan sampai dia menghubungi lewat telepon, Ashera baru kembali, bahkan dia kembali dengan kekacauan.“Ayahku, dia bilang sudah mentransfer sejumlah uang untuk biaya operasi ibuku,” jawab Trixi.Trixi kembali bingung dan sama sekali tidak mengerti. Selama ini dia hanya mengenal Ashera sebagai anak yatim yang tidak memiliki ayah lagi. Ashera hanya tinggal berdua bersama ibunya di sebuah kota kecil. Ashera datang ke ibu kota hanya karena untuk pengobatan ibunya yang sakit gagal ginjal.Dokter mengatakan Zanna harus operasi pencangkokan ginjal dan pendonor sudah ada karena kebetulan di rumah sakit itu ada seseorang yang dengan rela mendonorkan ginjalnya untuk siapapun yang membutuhkan karena dia sendiri mengindap penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan telah mengalami putus asa. Operasi Zanna tinggal menunggu biaya saja sebelum orang yang mendonorkan ginjal meninggal.“Maksudmu, ayahmu menipu dan membohongimu?” tanya Trixi setelah Ashera menceritakan bila ayahnya masih hidup, tapi sudah menikah dengan orang lain. Hanya saja Ashera tidak menceritakan apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan Arion di dalam kamar hotel. Dia juga tidak mengatakan kalau dia memiliki kakak perempuan.Ashera tidak memberi tanggapan pada pertanyaan Trixi, tanpa dia jawab pun, seharusnya trixi sudah mengetahui dan paham apa yang telah dia ceritakan dalam isak tangis kesedihan.Trixi kembali merangkul dan memeluk erat tubuh basah Ashera. Kesedihan dan tangis Ashera semakin terdengar menyedihkan.Ashera tidak tau harus mendapatkan uang dari mana lagi. Mahkota berharganya telah hilang, uang yang dijanjikan ayahnya dan Aleysa pun tidak didapatnya, kondisi ibunya semakin buruk dan bisa jadi tidak akan ada harapan lagi bila dia tidak segera mendapatkan uang.Ashera sakit kepala memikirkan semua kesialan yang menimpanya.“Trixi, apa salah bila aku menjual tubuhku agar mendapatkan uang untuk biaya operasi ibuku?”Trixi dengan cepat dan gerakan kaget melepaskan pelukannya terhadap Ashera. Bukan hanya itu saja, bahkan mata sahabat Ashera itu langsung melotot hampir lepas dari mangkuknya karena terkejut mendengar pertanyaan Ashera."Pertanyaan macam apa ini?" Trixi bingung, tetapi dia tidak suka mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Ashera, sahabatnya.Meski mungkin Ashera hanya mengandai-andai, tapi bagi Trixi itu adalah permikiran dan pertanyaan konyol. Sampai kapan pun, dia tidak akan membiarkan Ashera melakukan semua itu. Mengorbankan diri untuk mendapatkan uang demi ibunya."Shera, jangan pernah berpikir seperti itu! Masih banyak jalan lain yang bisa kamu ambil dan lakukan tanpa harus mengorbankan dirimu, apalagi menjual diri. Jangan pernah menjadi wanita murahan! Meski kita miskin, tapi harkat dan martabat serta harga diri harus tetap kamu pertahankan!" Trixi marah dan menasehatinya."Aku tidak memiliki apa-apa, Trixi. Hanya tubuhku yang aku miliki," ucap Ashera putus asa.Ashera benar-benar tidak tau harus melakukan apa lagi di saat seperti ini. Mungkin bila kondisi ibunya baik dan tidak di ambang kematian, dia masih bisa berpikir dengan jernih dan cepat karena meski dia adalah gadis dari kota kecil, tetapi kemampuan otaknya tidak bisa dikatakan standar.Tidak memiliki pilihan lain, setelah dokter menjelaskan kondisi ibunya, Ashera harus mencari cara untuk segera mendapatkan uang itu bagaimanapun caranya.Hari ini Trixi menemaninya sampai hampir sore karena sore hari sahabatnya itu harus masuk kuliah sehingga Ashera menunggu ibunya sendirian. Meski dia telah melakukannya beberapa hari ini seperti itu, tetapi hari ini hati dan pikirannya sedang dilanda kesedihan yang mendalam.Ashera harus kehilangan keperawanannya, tidak mendapatkan uang yang dijanjikan oleh Aleysa dan juga Kafi, pria yang tidak mau mengakuinya sebagai anaknya. Dia juga hampir kehilangan ibunya. "Aku harus menemuinya dan menangih janji," gumam Ashera mengangkat kepala setelah beberapa
Ashera berjalan memutar ke arah belakang cafe. Entah apa yang akan dia lakukan. Izin pada Trixi, dia akan ke kamar mandi, tetapi dari caranya berjalan sedikit mengendap membuat Trixi merasa curiga dengan apa yang dilakukan oleh Ashera. Meski begitu, Trixi tidak memanggilnya dan hanya memperhatikannya saja.Menggunakan hoode dengan topi menutup wajah dan kaca mata, Ashera berjalan sangat hati-hati. Langkahnya kecil-kecil dan hampir berjinjit memasuki area cafe. Dilihatnya banyak orang yang sedang menikmati minuman sembari ketawa-ketiwi satu sama lain.Ashera berhenti sejenak di balik dinding. Dengan sedikit menjorokkan wajahnya untuk mengintai, dia mengedarkan mata mencari sosok Aleysa, tetapi setelah beberapa saat mengedarkan mata, sama sekali tidak dilihat Aleysa ada di antara orang-orang muda lainnya. Ashera menghela napas panjang merasa sedikit kecewa."Mungkin dia ada di ruang lain," gumam Ashera menghibur dan memberi semangat pada diri sendiri.Dengan kedua tangan jatuh dan terku
"Sayang, kenapa?" Arion merasakan hal aneh pada kekasihnya."Aku kebelet," seru Ashera segera memutar tubuh dan berlari ke toilet sembari memegangi bagian bawah perut layaknya orang menahan hasrat buang air kecil.Melihat kekasihnya berlari dan bersikap tidak seperti biasanya, Arion mengernyitkan dahi merasa ada yang tidak beres. Setelah bayangan punggung Ashera menghilang di balik pintu, keraguan dan perasaan curiga memerintahkan kedua kakinya untuk melangkah, tapi baru beberapa langkah ...."Tuan!" Seseorang memanggilnya dari arah belakang.Arion menghentikan langkahnya, lalu memutar poros lehernya, menoleh ke arah orang yang memanggilnya."Ada apa?" tanyanya dengan suara dingin.Pria tersebut langsung mendekati Arion dan langsung mencondongkan kepala ke arah Arion menyampaikan pesan yang dibawa dengan berbisik."Apa kamu yakin?" Mata Arion membulat."Yakin, Tuan.""Oke, kalau begitu atur agendaku untuk melakukan kunjungan ke tempat itu!" "Baik, Tuan." Pria itu mengangguk, lalu mun
Langkah Ashera terhenti memastikan panggilan itu untuknya. Setelah beberapa saat menunggu tanpa menoleh dan melihat arah panggilan, Ashera kembali melangkahkan kaki karena dia pikir panggilan itu ternyata bukan untuk dirinya dan dia pun merasa lega."Nona!" Terdengar lagi panggilan itu ketika Ashera benar-benar melangkah.Ashera terpaksa menoleh ke belakang untuk memastikan. Alangkah terkejutnya dia saat melihat siapa yang memanggilnya. Jantung Ashera langsung berpacu seperti mendapat sengatan listrik dengan kejutan bervoltase tinggi. Yang memanggilnya adalah Arion, tunangan Aleysa, pria yang telah merenggut keperawanannya.Dengan cepat Ashera kembali memutar poros lehernya. Dengan hembusan satu napas yang panjang dan mendalam, Ashera kembali melangkah. Kali ini langkahnya semakin cepat. Dia tidak ingin bertemu dengan pria itu, apalagi sampai berurusan dengannya. Cukup malam itu saja, cukup sekali saja dan semuanya harus hilang dalam hidupnya."Hei, Nona, jangan pergi!" Semakin Asher
"Memangnya apa yang telah kami lakukan pada Arion?" Tiba-tiba sebuah suara terdengar mengejek dari arah belakang.Ashera kaget dan langsung memutar tubuh ke belakang untuk melihat siapa yang datang dan meremehkannya. Sebenarnya tanpa melihat pun, dia sudah tau siapa yang menyahut teriakannya untuk Kafi."Memangnya apa yang telah kami lakukan pada Arion? Kamu pikir dia akan percaya padamu?" Alesya melangkah dan mendekati Ashera dengan ekspresi sombong dan angkuh. Dia mencibir keberanian Ashera yang telah mengancam keluarganya, termasuk mengancamnya. Aura keangkuhan Aleysa terasa kental dengan sorot mata penuh kebencian terhadap Ashera.Ashera geram. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuh, hanya saja sekuat hati ditekan rasa kesal itu. Bagaimanapun saat ini dia membutuhkan uang itu untuk pengobatan ibunya. Bahkan demi ibunya, Ashera melemahkan kembali otot tangannya yang tegang, berharap Aleysa mau mendengarkannya saat ini."Ibu ingin bertemu denganmu," ucap Ashera menahan kemarahannya
"Aku tidak akan pergi sebelum kalian menepati janji," tolak Ashera.Menurutnya, mereka telah berjanji dan bukan hanya itu saja, penghinaan yang dilakukan untuk ibunya harus dibayar mahal oleh mereka. Tidak peduli apakah mereka menganggapnya terlalu gila harta, tapi memang dia sangat membutuhkan uang itu."Apa yang telah kalian lakukan padaku, telah membuatku rugi besar. Bila kalian tidak menepati dan membayar apa yang telah kalian janjikan padaku, maka jangan salahkan aku bila aku mengatakan semua pada Arion! Dan aku pastikan hubungan kalian akan berakhir setelah pria itu tau siapa yang tidur dengannya malam itu." Nada melakukan ancaman pada mereka terlebih pada Aleysa."Ma?" Alesya ketakutan dan termakan ancaman Ashera. Aleysa merajuk pada Lydia seperti anak kecil. "Ma, aku tidak mau pertunanganku dengan Arion berakhir," lanjutnya.Lydia geram melihat sifat kekanakan dan juga ceroboh Aleysa. Meski Aleysa sombong dan angkuh, ternyata wanita itu ceroboh dan sangat mudah termakan ancama
"Apa isi kartu yang aku berikan telah habis?" Arion tampak curiga."Kartu?" Ashera tercengang.Dia merasa bodoh karena telah mengutarakan apa yang dibutuhkan pada pria yang tidak dia kenal, namun sangat mengenal Aleysa. Untuk sesaat dia merasa bingung dan bisa dikatakan kebakaran jengot sendiri oleh ulahnya sendiri."Ya, kartu debit yang aku berikan padamu. Bukankah beberapa hari sebelum malam itu, aku telah menyuruh Fathan memberimu uang 100 juta? Atau kamu telah menggunakan untuk perawatan tubuh sehingga saat malam di dalam kamar hotel, aroma tubuhmu sangat segar dan menggairahkan?"Mata Ashera membulat sempurna. Seperti geledek menggelegar perkataan Arion dalam telinganya saat pria itu mengingatkan dirinya pada malam panas di dalam hotel. Andai Arion tau bila wanita yang telah melewati malam panasnya bukanlah Aleysa, kekasihnya, melainkan dirinya, mungkinkah Arion tetap akan memujinya seperti itu?Ya, sehari sebelum malam pembuktian bila Aleysa masih perawan, yang artinya sebelum
Ashera sama sekali tidak bisa berkutik kali ini. Sembari berjalan mengikuti langkah Arion memasuki restauran, di dalam kepalanya terjadi peperangan sengit melawan benang kusut yang dirajutnya sendiri. Karena ulahnya sendiri, sekarang dia harus mencari cara untuk pergi dari Arion sebelum pria itu menyadari siapa dirinya."Kamu duluan saja, aku mau ke toilet sebentar!" ucap Ashera mencari alasan untuk kabur."Di dalam ada toilet khusus," jawab Arion.Sekali lagi alasannya gagal dan terlalu mudah untuk dipatahkan oleh Arion. Ashera mendengus kesal dan sangat lirih, takut Arion mendengarnya.Untung saja saat mereka hendak memasuki ruang VVIP, ponselnya berdering."Aku jawab telepon sebentar," ucap Ashera.Arion tidak menjawab. Dia hanya mengangguk dengan tatapan mengizinkan, lalu berjalan kembali dan masuk ke dalam ruangan yang sepertinya telah terbiasa dia gunakan untuk makan.Ashera benar-benar merasa lega dan mendapatkan kesempatan untuk melarikan diri dari pria itu sebelum semuanya me