Share

Bab 5. Tidak Berdaya

Ashera benar-benar tidak tau harus melakukan apa lagi di saat seperti ini. Mungkin bila kondisi ibunya baik dan tidak di ambang kematian, dia masih bisa berpikir dengan jernih dan cepat karena meski dia adalah gadis dari kota kecil, tetapi kemampuan otaknya tidak bisa dikatakan standar.

Tidak memiliki pilihan lain, setelah dokter menjelaskan kondisi ibunya, Ashera harus mencari cara untuk segera mendapatkan uang itu bagaimanapun caranya.

Hari ini Trixi menemaninya sampai hampir sore karena sore hari sahabatnya itu harus masuk kuliah sehingga Ashera menunggu ibunya sendirian. Meski dia telah melakukannya beberapa hari ini seperti itu, tetapi hari ini hati dan pikirannya sedang dilanda kesedihan yang mendalam.

Ashera harus kehilangan keperawanannya, tidak mendapatkan uang yang dijanjikan oleh Aleysa dan juga Kafi, pria yang tidak mau mengakuinya sebagai anaknya. Dia juga hampir kehilangan ibunya.

"Aku harus menemuinya dan menangih janji," gumam Ashera mengangkat kepala setelah beberapa saat termenung.

Ashera segera menghubungi Trixi karena hanya sahabatnya itu yang bisa dia andalkan untuk membantunya. Hingga malam hari sesuai waktu yang mereka sepakati, Trixi telah sampai di rumah sakit.

"Shera, aku dengar kabar malam ini ada pesta anak muda di Cafe Oxa. Aku yakin Aleysa ada di sana," ucap Trixi.

Meski Trixi baru mengetahui ternyata Ashera dan Aleysa adalah kakak beradik, tapi sebenarnya dia telah mengenal Aleysa sejak lama. Hanya sebatas mengenal saja, tidak terlalu dekat dan paham karena Aleysa terkenal seorang gadis yang cantik dan bergaul dengan kalangan atas.

"Apa kamu yakin?"

"Ya, itu adalah acara anak-anak kalangan elit dari kampusku. Itu artinya, Alesya pasti ada di sana bersama tunangannya."

Ashera menatap lekat Trixi dengan sorot mata berpikir dan tampak ragu. Mendengar bila itu adalah acara kalangan atas, sudah pasti tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam sana. Lagi pula Alesya dan Kafi melarangnya berkeliaran di luar atau mereka akan menyakiti dan membunuh ibunya karena mereka tidak ingin keberadaannya diketahui banyak orang.

Ashera juga termenung dan ragu. Bila dia datang ke sana menemui Aleysa, itu artinya pria yang semalam tidur dengannya pasti ada di sana. Apalagi Trixi mengatakan bila tunangan Alesya juga ada di sana ikit merayakannya.

"Tapi kita tidak bisa masuk ke sana, Shera. Biasanya mereka tidak akan mengizinkan orang lain masuk. Mereka juga akan meletakkan beberapa penjaga, apalagi ada tuan muda Arion. Orang-orang Arion pasti berkeliaran di sana untuk keamanan." Trixi merasa khawatir dan tidak yakin mereka bisa menembus masuk dan Ashera bisa bertemu dengan Aleysa di sana.

"Apa seketat itu? Bukankah semua cafe memberikan akses bebas bagi pengunjung?"

Ashera tidak terlalu paham dengan peraturan cafe. Yang dia ketahui, itu adalah tempat umum yang semua orang dewasa bisa mengunjunginya dan nongkrong di sana. Yang lebih memnbuatnya tercengang dan tidak mengerti adalah penuturan Trixi tentang Arion, tunangan kakaknya.

Ashera yang hidup di kota kecil dan memang tidak mengenal mereka, merasa kaget mendengarnya. Dia sudah menduga bila pria yang tidur dengannya adalah pria kaya. Karena tidak mungkin Aleysa meminta dirinya menggantikan malam itu kalau bukan karena harta Arion.

Meski Trixi telah melarang dan memperingatkannya, tapi Ashera tetap ingin menemui Aleysa, apapun nanti hasilnya dan apapun yang akan dia hadapi, tekad Ashera sudah bulat. Demi nyawa ibunya, dia rela melakukan apa saja, bahkan dia telah kehilangan mahkota berharganya. Apa lagi yang dia jaga? Tidak ada. Nasi sudah menjadi bubur. Ashera akan mengolahnya menjadi santapan yang bermanfaat dan tidak sia-sia.

Seperti yang Trixi katakan, saat mereka telah sampai di Cafe Oxa dan baru juga mereka sampai di ambang pintu masuk, mereka sudah dihadang oleh dua pria kekar.

"Cafe ini ditutup untuk umum," ucap salah satu dari pria itu merentangkan tangan menghadang.

Malam ini Ashera mengenakan hody dengan topi menutup kepala. Dia juga mengenakan kaca mata sedikit gelap. Dia melakukan semua ini untuk menyamarkan wajah agar tidak ada yang mengenalinya sebagai Aleysa. Semua ini dilakukan karena permintaan Aleysa juga.

"Tuan, kami ingin menemui nona Aleysa dan mengirimkan barang pesanannya," ucap Ashera tiba-tiba dia mendapatkan ide. Salah satu tangan dimasukkan ke dalam kantong hody seolah dia sedang memegangnya.

"Berikan padaku!" Pria itu mengulurkan tangan meminta barang yang dikatakan oleh Ashera. "Biar aku sampaikan pada nona Aleysa," sambungnya.

"Ah, maaf, Tuan. Nona Aleysa berpesan untuk tidak memberikan barang ini pada siapa pun, termasuk penjaga.

"Hei, kalian jangan menipu kami!" seru salah satu pria lagi.

Ashera sebenarnya terkejut dan kaget mendengar seruan itu, tapi dia bisa menguasai diri dengan cepat sehingga rasa kaget itu tidak tampak. Malah sebaliknya, wajah Ashera yang tidak terlihat sempurna itu menyunggingkan senyum mencibir seruan pria itu.

"Tuan, kalau kalian tidak percaya dan tidak mengizinkan kami masuk, tidak masalah. Yah, kemungkinan besar kalian yang akan kena marah oleh tuan dan nona kalian," ucap Ashera dengan nada santai dan terkesan cuek, masa bodoh, tapi sebenarnya dia sedang menakuti dan menggoyahkan pendirian mereka.

Tanpa disangka apa yang dilakukan Ashera berhasil membuat dua pria itu saling berbincang. Bahkan bukan hanya dua pria kekar itu saja yang berbisik-bisik, tapi Trixi juga kaget mendengar apa yang dilakukan oleh Ashera.

"Shera, apa yang kamu lakukan? Barang apa yang kamu bawa?" Trixi mencondongkan kepala berbisik di telingan Ashera.

"Tidak ada, aku hanya membohongi mereka," balas Ashera juga berbisik, tapi matanya tetap memperhatikan dua pria yang sedang gundah gulana.

Trixi dan Ashera segera menegakkan diri lagi saat melihat salah satu pria berjalan ke arah mereka. Bahkan Ashera kembali memasang wajah tenang meyakinkan.

"Bagaimana?" tanyanya.

"Kami tetap tidak bisa membiarkan kalian masuk. Kami akan memberitahu nona Aleysa terlebih dahulu dan memastikan kalian tidak mengelabuhi kami," ucap pria itu.

Ashera menghela napas berat. Sebenarnya dia kecewa karena rencananya gagal, tapi ....

"Oke, kalau begitu katakan pada nona Aleysa, kami menunggunya di sana!" ucap Ashera menunjuk sebuah pohon besar di ssamping cafe.

Ashera langsung menarik tangan Trixi dan membawanya pergi ke bawah pohon yang ditujukkan pada pria itu.

Meski bingung dan sama sekali tidak mengerti rencana Ashera, Trixi dengan patuh mengikuti langkah sahabatnya itu. Hingga sampai di bawah pohon, Trixi langsung menghempas tangan Ashera dan terlihat kesal.

"Shera, sebenarnya apa yang kamu rencanakan? Jangan membuat masalah dengan Arion!" Trixi kembali memperingatkan Ashera tentang status Arion.

Ashera tersenyum melihat sahabatnya kesal, lalu menepuk pundak Trixi.

"Trixi, aku harus menemui Aleysa. Ini sangat penting," ucap Ashera memberi pengertianpada Trixi. "Permintaan paling besar dari ibu hanya ingin bertemu dengan Aleysa," lanjutnya. Kali ini wajahnya tampak murung.

Trixi merasa bersalah dan menyesal karena telah berbicara sedikit keras pada Ashera.

"Maafkan aku, Shera." Membalas tepukan tangan Ashera.

"Trixi, bisakah kamu tunggu aku di sini? Aku ingin ke kamar mandi sebentar," ucap Ashera setelah suasana mencair.

"Tapi, Shera, bukannya kamu ingin menemui Aleysa? Bagaimana kalau dia ke sini dan kamu belum kembali?" Trixi ragu.

"Tidak akan. Aku hanya sebentar," jawab Ashera ringan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status