Share

Drama pagi

Author: Anisa_Ra
last update Huling Na-update: 2022-04-21 10:31:38

Pagi menjelang, Dira terbangun dari tidurnya. Perlahan-lahan mata Dira terbuka sebelum kesadarannya kembali penuh dia merasakan pening di kepalanya. Ingatan tentang vonis dokter membuat Dira menghembuskan napasnya dalam-dalam. 

"Ternyata kamu masih bisa bernapas, Dir." Dira memijit kepalanya agar bisa mengurangi pening yang dia rasakan. Meskipun pening itu gak kunjung menghilang.

Samar-samar Dira mendengar suara wanita di dapur. Dira berpikir itu maling atau pembantu yang baru Abi pekerjaan. Namun, rasanya itu tidak mungkin karena Abi pernah bilang jika dia tidak akan mengundang orang lain untuk menjadi pembantu rumah tangga di apartemennya ini.

Dira bangkit dari tempat duduknya berusaha menghilangkan pening di kepalanya dengan menepuk-nepuk dahinya menggunakan tangan, lalu berjalan terseok-seok menuju dapur. 

"Kakak, kenapa di sini?" tanya Dira sedikit bingung. Sejak tiga bulan lamanya baru kali ini Nadya datang sepagi ini ke apartemen. 

"Kenapa kaget begitu? Semalam aku menginap di sini," ujar Nadya tanpa ada rasa takut. 

Nadya ingin membuat darah Dira mendidih, sebenarnya dia baru saja tiba karena ada berkas yang harus dia serahkan pada Abi. 

Tiga bulan yang lalu, setelah pernikahan Dira dan Abi yang digelar secara sederhana di puncak. Lelaki yang kini memimpin salah satu perusahaan terbesar milik keluarga Sander grup, memilih Nadya Sabit sebagai sekretarisnya. 

Sander, nama keluarga itu cukup terkenal di kalangan keluarga elit. Siapa yang tak tahu nama keluarga itu, keluarga yang tak diragukan lagi kekayaannya. Memiliki bisnis di bidang tekstil dan merambat ke bidang perhotelan membuat keluarga itu termasuk dalam jajaran orang terkaya ke 100 di Indonesia. 

Harusnya Dira beruntung mendapatkan Abi, tapi mendapatkan saja tak cukup jika tidak memilikinya, bukan?

"Oh, jadi Kakakku sekarang sudah berani menaiki ranjang suami orang. Ups ... Salah, suami adiknya." Dira tidak sadar dengan apa yang diucapkan kali ini dan dia juga tidak tahu dari mana keberanian berucap demikian pada sang kakak. Mungkin ini yang disebut naluri seorang istri yang ingin menjaga rumah tangganya. 

"Ralat. Kamu bukan adikku, Andira Sabit. Lagi pula aku tidak memiliki adik, yang aku tahu, aku memiliki musuh yang berkedok sebagai adik. Kamu tahu beberapa bulan yang lalu dia sudah menikam diriku dari belakang," ucap Nadya panjang lebar. 

'Maafkan aku Kak. Aku memang tidak pantas menjadi adikmu, tapi kamu juga belum tentu pantas menjadi kakakku, kamu sudah tega menyembunyikan rahasia besar padaku. Jika kamu jadi aku, apa yang akan kamu lakukan.' Suara batin Dira seperti ingin mengatakan hal itu langsung pada Nadya.

Namun, ia tidak ada kuasa. Dira ingat akan penyakit yang divonis dokter padanya, mungkin sebentar lagi dia akan pergi. Biarlah semua berjalan seperti ini. 

"Lalu, tidakkah Kakak ingin meracuninya? Mungkin dengan dia mati, bisa membuat Kakak senang?" celetuk Dira. Seperti memberikan kesempatan pada Nadya agar dia bisa membunuhnya.

"Ck, aku tidak perlu mengotori tanganku sendiri agar dia mati. Lagi pula lama kelamaan dia sendiri yang akan bunuh diri," ujar Nadya. Dia berkata sedingin mungkin dengan ekspresi seperti mengejek Dira. 

Dira hanya tersenyum kecut melihat dan mendengar ucapan itu, sembari bergumam dalam batinnya. 'Iya benar. Aku akan mati dengan sendirinya, mereka tidak perlu repot-repot membeli racun.'

"Bukannya akan lama jika kamu menunggu kesempatan itu? Harusnya lebih cepat kamu melakukan, kamu juga akan lebih cepat mendapatkan lelaki itu. Jangan sampai lelaki itu nanti berada di dekapan adikmu, Kak," tutur Dira yang sukses membuat darah Nadya mendidih. 

Nadya sangat takut dengan semua kalimat yang diucapkan Dira akan menjadi kenyataan. Meskipun Abi tidak pernah menyukainya, tapi Abi juga tidak menceraikannya. 

"Dasar kamu wanita tidak tahu terima kasih, wanita murahan!" Nadya langsung melayangkan satu tamparan ke wajah Dira.

Dira dengan ikhlas menerima tamparan itu, dia hanya bisa berharap jika Abi melihat apa yang diperbuat Nadya lelaki itu akan membela dirinya. 

Sementara itu, Abi baru saja keluar kamar ia mendengar keributan di dapur. Tak ingin menebak-nebak Abi menghampiri suara itu. Abi melihat Nadya menampar Dira, bekas tamparan itu tercetak jelas di pipi mulus Dira. 

"Sayang apa yang terjadi?" tanya Abi yang langsung memeluk Nadya.

Dira tersenyum kecut harapannya pupus dan kini dia justru melihat drama sepasang kekasih di hadapannya, terlihat dengan jelas Dira seperti tak dianggap sebagai istri. Harusnya lelaki itu membela Dira yang terluka dan memeluknya agar sakit yang Dira rasakan mereda. Namun, ini justru sebaliknya. 

"Kamu tahu Sayang, apa yang dia bilang? Dia akan membawa dirimu dalam dekapannya," ujar Nadya tanpa menambahkan bumbu-bumbu kata sedikitpun. 

"Sayang, tenang. Itu tidak akan mungkin, aku hanya milikmu dan terus menjadi milikmu. Dia hanya bermimpi untuk bisa mendapatkan diriku!" jelas Abi menenangkan Nadya.

Abi sangat tahu jika kondisi mental Nadya tidak akan baik jika sudah membicarakan hal yang menyangkut dirinya, terlebih jika dirinya dimiliki orang lain. Abi memang beruntung mendapatkan cinta yang begitu menggebu dari Nadya.

"Kamu, Dira. Tidakkah kamu berpikir terlebih dahulu jika ingin berbicara? Dasar tidak berguna," kecam Abi, membuat tubuh Dira bergetar saat bola mata berwarna hitam pekat itu menatap tajam ke arahnya.

Tubuh Dira refleks mundur dengan sendirinya entah itu karena kemarahan Abi, atau pemandangan di depannya. Abi sangat mengkhawatirkan Nadya dan mendekap tubuh Nadya dengan penuh kasih sayang. 

"Maaf aku salah," ucap Dira merendah.

Dira tidak ingin melawan Abi. Semalam ia sudah bertekad ingin membuat lelaki itu merasa kehilangan saat dirinya sudah pergi dari dunia ini. 

Bukankah itu impas, sekarang lelaki itu membuatnya seperti terkurung di dalam sangkar emas. Dianggap sebagai istri tidak, diceraikan juga tidak. Apa salahnya jika dia membuat lelaki itu mengurung nama Andira Sabit dalam hatinya. 

"Nyahlah dalam pandanganku sekarang juga. Aku benci dengan kata maaf darimu!" seru Abi dengan nada tinggi dan tegas menandakan jika perintahnya tidak ingin dibantah.

Mendengar suara bentakan Abi yang dilontarkan pada Dira. Nadya tersenyum mengejek padanya. 

Tanpa memberikan perlawanan Dira pergi meninggalkan Abi dan Nadya, tapi sebelum itu Dira membungkuk meminta maaf pada Nadya. 

Bagi Dira tidak masalah ini memang permintaan maaf yang tulus darinya, bukan sekedar berakting. 

Abi dibuat tercengang dengan sikap Dira yang seperti tidak tahu malu. Lelaki itu kini mendudukkan Nadya di sofa dan menenangkannya. 

"Sudah, Sayang. Jangan dipikirkan lagi. Kamu tahu sendiri adikmu itu sekarang sedang bermimpi mendapatkan diriku." 

"Bagaimana aku tidak memikirkannya, kamu sudah tiga bulan hidup satu atap dengannya. Kapan kamu akan menceraikan dia dan hidup bersama denganku?" Nadya memanyunkan bibirnya. 

"Cerai? Sayang kamu tahu aku belum bisa melakukan itu. Aku ingin membuat dia terus terkurung dalam lingkaran hubungan yang tidak menguntungkan. Bukankah itu cara elegan untuk membalasnya?" ujar Abi.

Nadya hanya bisa mengepalkan tangannya, sudah tiga bulan jawaban ini yang terus diucapkan Abi. Dia tidak ingin terus menunggu hingga membuat dia akan kehilangan. Dalam benak Nadya, dia ingin merencanakan sesuatu untuk bisa memiliki Abi.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Bukan Seorang Pengganti   Mempertegas hubungan

    Abi merasa sangat bersalah ketika hidung yang ia tarik tadi bukan hanya merah tapi juga mengeluarkan cairan berwarna merah. Seketika itu Abi langsung membawa Dira ke rumah sakit. Lelaki itu berdecak sebal saat di rumah sakit justru dokter yang menangani Dira lagi dan lagi adalah Rico. "Sudah selesai belum? Jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan!" seru Abi saat melihat Rico yang kini membersihkan darah dari hidung Dira yang tak kunjung berhenti. "Bawel amat! Ini juga karena perbuatan dirimu. Aku heran kenapa wajah Dira penuh memar apa kamu melakukan KDRT?" tuduh Rico. "Jangan sembarang bicara! Sudahlah lebih baik panggil dokter yang lain. Aku mampu membayar tiga kali lipat," ujar Abi kesal dengan tuduhan Rico tadi. Dahi Rico mengkerut sembari menatap penuh tanya pada Dira. Lelaki itu berharap Dira dapat memberikan jawaban yang kini mengganjal di benaknya. Iya, pertanyaan apa kira-kira hubungan Dira dan Abi kini sudah membaik? "Aku sudah tidak apa-apa. Ini juga akan segera b

  • Bukan Seorang Pengganti   Membatalkan perjanjian

    Dira tercengah saat mengetahui hal penting yang ingin dilakukan Abi. Setelah kepergian Miranda, Abi langsung menghubungi Zain pengacara yang mengurusi perjanjian yang kemarin dibuat untuk kedua belah pihak. "Jadi ini hal penting yang Kakak maksud?" tanya Dira menatap wajah tampan sang suami yang kini berada di sampingnya."Iya, ini hal penting yang harus segera kita selesaikan." Abi memegang tangan Dira lalu menautkan tangannya, "aku sudah bilang padamu jika aku akan memulai dari awal denganmu. Dan langkah pertama yaitu membatalkan perjanjian konyol yang sudah kita buat." Bola mata Dira berbinar di ujungnya ada tumpukan cairan yang hampir saja keluar dari bendungan. Dira sama sekali tidak menduga hal sepele seperti ini tak luput dari pemikiran Abi. "Kamu menangis?" Tangan Abi yang menganggur kini menghapus air bening yang sempat mengalir. Kedua bola mata keduanya kini saling bertatapan seakan tidak ada habisnya Abi langsung meletakkan kepala Dira di pundaknya. Tentu saja Zain yan

  • Bukan Seorang Pengganti   Hal penting

    "Jadi ini alasan kamu tidak pulang?" cetus seorang wanita paru baya yang tak lain adalah Lita. Iya, sejak tadi ia mengikuti Nadya. Sebagai seorang ibu iya tahu persis apa yang dialami sang anak yang tiba-tiba berubah. Lalu fakta yang barusan ia dapatkan jika Indra sang suami justru memberikan ide gila pada sang anak guna memiliki Abi dan menyelamatkan gudang. "Bu, aku bisa menjelaskan ini semua," ucap Indra yang langsung menghampiri Lita yang kini masih berada di pintu masuk. "Penjelasan apa? Ini semua sudah cukup jelas bagiku. Kamu membuatku hidup bak ratu dengan cara seperti ini?" pungkas Lita tak terima. Tidak! Lebih tepatnya ia membohongi dirinya sendiri, dia senang hidup bak ratu karena itu semua adalah hal yang paling ia inginkan sejak dulu, hidup miskin dengan banyak kekurangan tak mampu ia hadapi ditambah dengan kelahiran Dira sebagai mana janin itu sama sekali tidak ia inginkan. "Lalu aku harus bagaimana? Omset kita semakin hari semakin menurun. Bahan yang kita dapatkan t

  • Bukan Seorang Pengganti   Membela istri

    "Di—Dira, kenapa kamu ada di sini?" tanya Nadya sembari mengacungkan jari telunjuknya ke arah Dira. Wanita itu juga merasa sesak di dadanya saat melihat Dira keluar dari kamar Abi. "Kak Nadya." Mulut Dira bergerak menyebut nama sang kakak. Entah apa yang terjadi pada Dira saat ini setalah ia melihat bola mata sang kakak penuh dengan kebencian saat menatap dirinya. Seolah Dira kini sudah menghancurkan hati sang kakak, tidak heran dan hal itu disadari Dira terlebih ia sudah tidur dengan Abi. Sementara itu, Nadya langsung menghampiri Dira, wanita yang kini memiliki status sebagai kakak Dira itu ingin memberikan tanda merah di pipi sang adik. Namun, sayangnya saat tangannya hampir melayang ke pipi mulus sang adik tertahan di udara. Nadya langsung melirik pada sosok lelaki yang kini memegang pergelangan tangannya. "Kak Abi." "Jangan pernah kamu melakukan kekerasan lagi pada Dira, Nadya. Jika kamu melakukan itu lagi aku akan membuat kamu menerima akibatnya." Ancam Abi sembari melepaskan

  • Bukan Seorang Pengganti   Pengakuan

    "Selamat pagi, Ma," sapa Abi pada Miranda yang kini terduduk di meja makan. Tersirat dengan jelas wajah cemas wanita paru baya itu, tak kala ia tidak melihat Dira. "Abi, mana Dira? Kamu tidak melakukan apapun kan padanya?" cecar Miranda sembari berdiri lalu menggeser Tubun Abi berharap wajah sang menantu berada di balik punggung sang anak. "Ada Ma, Dira di kamar katanya lagi gak enak badan," jawab Abi. "Gak enak badan?" Miranda mengulang kalimat terakhir Abi, setelah wanita itu sadar ia langsung melangkahkan kakinya menuju kamar. "Mama mau kemana?" Abi menarik tangan Miranda guna mencegah wanita paru baya itu tidak melihat keadaan Dira. Abi sedikit menyesali perbuatannya, akibat ia sudah tidak bisa menahan hasratnya saat di kamar mandi, lelaki itu mengulangi kejadian semalam hingga membuat Dira lemas dan seluruh tubuhnya yang putih penuh dengan tanda kemerahan. "Mama ingin melihat Dira, Abi. Mama yakin keadaan Dira semakin memburuk, kita harus ke rumah sakit." Miranda ingat kead

  • Bukan Seorang Pengganti   Mulai dari awal

    Dira tersenyum miris, berulang kali suara Abi yang menyebutkan nama Nadya terus terdengar di gendang telinganya. Wanita yang kini sudah tidak bisa dikatakan sebagai seorang gadis lagi langsung mengubah posisinya memunggungi sang suami. Perlahan tapi pasti kali ini ia tidak sekuat biasanya yang dapat menahan butiran air bening saat bersama dengan Abi. Rasa sesak di dada wanita itu sudah tidak bisa ia tahan hingga menimbulkan suara isak kan. Tentu saja isakan yang dikeluarkan Dira didengar oleh Abi. Lelaki yang kini masih mengatur napasnya mulai sadar mungkin ia sudah salah berbicara. "Dira apa kamu menangis?" tanya Abi yang langsung mengubah posisinya menatap punggung Dira. Dira diam saat mendengar pertanyaan Abi, haruskah disaat menyedihkan seperti ini ia menjawab pertanyaan Abi yang menurutnya sedang mempermainkan dirinya."Dira, kali ini aku benar-benar dalam keadaan sadar. Aku tahu selama ini aku sudah bersikap keterlaluan padamu, aku sudah melimpahkan semua kesalahan padamu. S

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status