Share

Kemarahan

Dira kini menginjakkan kakinya di rumah sakit. Dia dengan sekuat tenaga mengumpulkan keberaniannya untuk bertemu dengan kedua orang tuanya. 

Selama tiga bulan menikah dengan Abi, Dira sama sekali tidak ingin menunjukkan wajahnya kepada Lita dan juga Indra, dengan tujuan kedua orang tuanya itu akan merindukan dirinya dan saat bertemu akan memeluknya. 

Namun, apa yang dia harapkan nyatanya kini hanya sia-sia. Bukan pelukan yang dia dapatkan, tapi sebuah tamparan dan kata hinaan. 

"Ini pasti karena dirimu. Dasar pembawa sial!" kecam Lita dengan tangan yang masih bergetar setelah menyentuh pipi Dira dengan keras. 

Dira masih terdiam ditempatnya, dia sama sekali tidak bisa berucap kata saat tuduhan itu diberikan padanya. Dalam batin dia berkata, 'Sebenarnya apa salahku. Kenapa setiap kejadian yang dialami Kak Nadya selalu saja aku yang disalahkan?' 

Ingin rasanya Dira mendapatkan pembelaan dari seorang ayah atau seorang suami yang kini hanya menatap dirinya di seberang sana dengan tatapan acuh tak acuh, kedua lelaki itu hanya sekilas memandangnya lalu terfokus lagi pada tubuh yang kini terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit. 

"Kamu ingin mendapatkan pembelaan?" tebak Lita. 

Dira tersenyum, saat mendengar ucapan Lita yang sangat akurat. Namun, Dira sama sekali tidak peduli. Dia dengan sangat berani berjalan mendekati Nadya, lalu berkata, "Apa kamu ingin tidur terus menerus, Kak? Apa kamu tidak takut jika Kak Abi akan menjadi milikku?" 

Nadya yang sejak tadi hanya berpura-pura memejamkan matanya. Ingin rasanya dia langsung menampar wajah Dira. Adik laknat itu sangat berani mengatakan hal yang bisa membuat darahnya mendidih. Namun, hal itu tidak dilakukan. Dia sekuat tenaga mencegah keinginannya itu, dia tidak ingin akting yang kini dia jalani akan hancur. Rencananya dia ingin membuat Abi berjanji padanya agar lelaki itu segera menceraikan Dira. 

"Dira, apa kamu sudah gila? Dalam keadaan seperti ini, kamu masih berkata demikian?" kecam Abi yang kini memberikan tatapan tajam pada Dira.

Sebenarnya Dira berkata demikian, dia ingin membuat sang kakak bangun dari tidurnya. Karena dia tahu dengan motivasi seperti itu, sang kakak akan memiliki kekuatan untuk terbangun dari tidur panjangnya. Namun, semua disalah artikan oleh Abi. 

"Kak Abi, aku hanya ... Aku tidak ...." Dira berucap dengan nada tergagap, dia sangat bingung dengan kalimat apa agar dia bisa menjelaskan tujuannya itu. 

"Memang kamu itu anak kurang ajar!" sahut Lita membuat Dira menahan ucapannya.

"Bun, sudahlah jangan selalu berkata seperti itu. Sekarang kita harus fokus pada Nadya, agar dia segera bangun dari komanya," ucap Indra yang kini ikut berbicara. 

Dira senang, ini untuk pertama kalinya sang ayah membela dirinya meskipun secara tidak langsung. Namun, itu sangat cukup bagi Dira. Wanita itu untuk sekilas berdoa jika ada kehidupan kedua, dia ingin dilahirkan di tengah-tengah keluarga Indra tanpa harus memiliki seorang ibu bernama Lita. 

"Apa kamu sekarang membelanya?" tanya Lita benar-benar kesal sembari melirik sekilas ke arah Dira. 

Lita yang kini melihat Dira memandang suaminya dan tersenyum, sukses membuat wanita paru baya itu langsung tersulut api kebencian. 

Lita langsung menguasai tubuh Dira dan membuat tubuh itu berhadapan dengannya. Ya, satu tamparan lagi kini dilayangkan Lita ke wajah Dira. 

Hal itu membuat Dira benar-benar tidak tahan lagi, dia langsung berkata, "Aku berharap anak kesayanganmu yang kini koma tidak akan bangun lagi!" 

Ucapan Dira sukses membuat Abi ingin meluapkan emosinya. lelaki itu langsung bangkit dari tempat duduknya dan langsung menarik tangan Dira, membawa wanita yang sudah sah menjadi istrinya itu pergi dari ruang rawat sang kekasih. 

Setelah keluar dari ruang rawat itu, Dira yang masih ditarik Abi terus menerus memberontak. Dia ingin membuat sang kakak bangun dari komanya dan menemani sang kakak. 

"Kak, lepaskan aku. Aku ingin kembali ke ruang rawat Kak Nadya," ucap Dira sembari berusaha melepaskan tangannya. 

"Jangan bermimpi kamu bisa kembali ke sana, Dira!" 

"Kakak, aku mohon kali ini saja biarkan aku berada di sana." Dira memohon dengan wajah yang benar-benar mengiba berharap Abi mau mengabulkannya. 

"Aku tidak akan membiarkan itu terjadi Dira. Aku akan memberikan pelajaran yang berharga untukmu!" Abi terus menarik tangan Dira lalu memasukkan tubuh Dira ke dalam mobil.

"Kak," ucap Dira memandang Abi. 

"Masuk dan diam di sana. Jangan memasang wajah seperti itu, setelah apa yang kamu katakan aku akan membiarkan kamu menemui Nadya? Jangan bermimpi!" Abi menutup pintu mobilnya dengan kencang hingga menimbulkan suara dentuman yang keras, tak lama lelaki itu masuk ke dalam mobil lalu menjalankan kemudinya. 

***

Brukk !!!

Tubuh Dira terjatuh dengan keras di atas kasur. Wanita itu sama sekali tidak menduga dengan apa yang dilakukan Abi saat ini. Lelaki itu membawa Dira masuk ke sebuah hotel lalu mendorongnya. 

"Kamu harus segera bangun dari mimpi indahmu, Andira Sabit!" pekik Abi dengan nada tinggi hingga menggema di setiap sudut ruangan itu. 

Dira sekarang berada dalam tekanan, dia belum pernah melihat Abi marah seperti ini. Dira kebingungan untuk mencari cara agar bisa meredam amarah Abi. 

"Apa kamu senang dengan statusmu yang kini menjadi istriku, hah? Hingga kamu bisa berucap kata yang tak harusnya kamu ucapkan di depan Nadya!"  

Mendengar penjelasan Abi yang masih membahas ucapannya pada Nadya. Kini Dira berusaha untuk bangkit dan balik menatap bola mata berwarna hitam pekat itu. 

"Kenapa aku tidak senang? Aku sangat senang menjadi istrimu, apa lagi bisa membuat kakakku itu lenyap dari alam ini. Tentu tidak akan ada penghalang lagi kan?" Dira bisa menebak jika ucapnya tentu saja akan membuat darah Abi mendidih, dia ingin segera pergi dari kamar ini. 

Abi kesal, lelaki itu sama sekali tidak bisa menahan emosinya lagi. Dengan refleks, Abi mendorong tubuh Dira lalu menindihnya. 

Dira benar-benar dibuat kehilangan akal sehatnya dengan perilaku Abi saat ini. Apa yang akan lelaki itu lakukan? Tidak mungkin lelaki itu menginginkan dirinya kan? Pemikiran itu segera Dira hilangkan dari benaknya karena itu sama sekali tidak akan pernah terjadi. Sebab Abi yang mengatakan jika dirinya sama sekali tidak akan pernah menyentuhnya.

"Apa kamu akan menyentuhku? Tidak kusangka lelaki yang selalu bilang ingin hidup layaknya orang asing kini berani berada di atas tubuhku," ejek Dira. 

"Dira, aku memang mengatakan hal itu. Tapi karena kamu sudah menjadi istriku, bukankah aku harus melakukan itu. Mungkin kamu lupa sudah tiga bulan kita menikah, tapi aku belum pernah meminta hak yang harusnya menjadi milikku?" Abi menyeringai lebar. 

"Lalu apa sekarang Kakak mau meminta hak itu? Apa Kakak berani mengambilnya?" tantang Dira. 

Bagi Dira tidak masalah, jika sekali saja dia merasakan melayani Abi sebagai seorang istri seutuhnya di sisa-sisa umurnya ini. 

"Kamu menantangku, Andira Sabit?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status