Share

Pasrah

Author: Anisa_Ra
last update Last Updated: 2022-04-22 08:05:29

Abi tiba di apartemen. Dia bergegas mencari Dira. Dia ingin memastikan satu hal. Apa yang direncanakan wanita itu?

Gedoran demi gedoran pintu, Abi layangkan di kamar Dira. Namun, hasilnya nihil tidak ada jawaban dari dalam sana. 

Abi memutar kenop pintu, menyapu pandangan ke seluruh penjuru kamar. Sepi seperti tidak ada kehidupan yang artinya Dira belum pulang. 

"Kemana wanita itu pergi!" ucap Abi. 

Lelaki itu kesal saat emosinya sudah memuncak justru dia tidak menemukan seseorang yang dicari. 

"Kakak mencariku?" Suara Dira terdengar dari arah belakang membuat Abi terkejut. 

"Kamu! Bisakah tidak mengejutkanku? Dari mana saja kamu?" tanya Abi.

Ekspresi Abi yang terkejut membuat Dira terkesima. Bagaimana tidak, Abi memiliki ketampanan yang bisa dibilang cukup sempurna, dengan alis tebal yang hampir menyatu, bulu mata yang lentik hingga bola mata yang hitam pekat membuat tatapannya bisa melelehkan hati. Belum hidungnya yang mancung dan ditambah bibir yang sedikit tebal, tapi terlihat sangat seksi. Dira kini hanya bisa menelan air liurnya saat menatap Abi.

"Kenapa kamu bengong, apa sekarang sudah menjadi tabiatmu ketika ditanya hanya bengong?" ucap Abi membuat Dira tersadar. 

"Aku membeli makanan," jawab Dira seadanya dia juga menunjukkan barang-barang yang dibeli. Dua kantong plastik yang berisikan cemilan, dan sayuran. Khas ala belanja bulanan. 

"Kakak sudah makan, aku masakin mau?" tanya Dira lagi saat Abi tidak memberikan tanggapan. 

"Aku sudah bilang kita hidup layaknya orang asing. Jangan jadi sok baik, aku tidak akan pernah bisa menerima masakan yang kamu buat," kecam Abi. 

Dulu perkataan seperti itu tidak Dira hiraukan, demi menjaga hatinya. Namun, untuk saat ini tidak mungkin bisa Dira biarkan begitu saja. Dia akan terus maju untuk mendapatkan hati Abi.

"Kak Abi tidak boleh bicara seperti itu. Apa Kak Abi tidak capek? Hidup bersama satu atap dan bersikap seperti orang asing?" tanya Dira. Merasa tangannya sudah kesemutan memegang dua kantong belanjaan. Dira melangkahkan kakinya untuk menuju dapur. 

"Hai kamu mau kemana?" tanya Abi.

"Aku lelah memegang dua kantong plastik ini. Aku hanya ingin menaruhnya," jawab Dira menghentikan langkahnya sebentar lalu melanjutkan lagi. 

Dira memiliki firasat buruk, sepertinya Abi akan melepaskan kata hinaan untuknya. Untuk itu dia akan menyibukkan dirinya membereskan belanjaan, agar setiap bait kata yang keluar dari mulut Abi tidak terlalu dia masuk ke dalam hatinya. 

"Aku lebih suka hidup seperti orang asing. Lagi pula kamu hanya wanita yang tidak tahu diri. Merebut diriku dari kakakmu, apa kamu tidak menyesali semua itu," ucap Abi mengikuti langkah Dira menuju dapur.

"Kenapa Kakak berbicara seperti itu. Dulu aku sudah meminta Kakak agar kita berpisah, tapi Kakak yang menolaknya, kan? Kalau sekarang Kakak ingin melakukan itu, sudah terlambat. Aku tidak akan mau berpisah," ujar Dira.

Abi tidak terima dengan jawaban yang diberikan Dira. Dengan refleks Abi menarik tubuh Dira, memojokkan tubuh itu dekat meja kompor lalu mengunci dengan kedua tangannya. Tak lupa tatapan penuh kebencian ia layangkan pada Dira. 

Dira merasakan aura mencengkeram yang dikeluarkan Abi, lelaki itu terlalu mendominasi. Namun, Dira tidak boleh kalah dan tidak boleh takut. Bahkan sebentar lagi dia akan mengahadapi malaikat maut. Kenapa dengan lelaki setampan Abi ia harus takut. Dira pun menatap balik mata penuh kebencian itu. 

"Kamu dengar Dira, cepat atau lambat kita akan berpisah. Aku akan hidup bersama dengan Nadya," ujar Abi.

Dira dengan tidak tahu malu justru mengalungkan tangannya ke leher Abi. Mendekatkan wajahnya dan mengikis jarak diantara mereka. Bibir Dira seakan mendekat ke bibir Abi. 

"Itu tidak akan terjadi. Akulah wanita yang akan terus mendampingi dirimu sampai aku menemui malaikat maut." Dira berucap setelah bibir itu sampai di telinga Abi. 

Sementara itu, Abi sebagai seorang lelaki normal sudah berfantasi, ia mengira Dira akan tidak tahu malu menciumnya. Namun, setelah sadar dengan ucapan Dira. Abi berusaha melepaskan tangan Dira dari lehernya, lalu bergegas pergi meninggalkan Dira. Tanpa menyahuti ucapannya. 

"Kak Abi mau ke mana? Kakak gak mau lanjutin yang tadi," goda Dira yang melihat Abi mulai kesal.

Setelah kepergian Abi. Dira menarik napasnya dalam-dalam. Lalu melupakan kejadian tadi dan melanjutkan pekerjaannya membereskan belanjaan. Setelah itu dia masuk ke dalam kamar. 

***

Dira melihat kertas hasil pemeriksaan yang tadi sempat ia lakukan. Iya, setelah pulang dari rumah orang tua Abi. Dira memerintah supir taxi untuk menuju rumah sakit. 

Dira mengingat pemeriksaan yang telah ia lakukan tadi saat di rumah sakit.

Dokter yang menangani Dira semalam terkejut saat melihat Dira menemui dirinya di ruang pemeriksaan. Pasalnya Dira pulang begitu saja tanpa ingin mendapatkan perawatan yang lebih.

"Jadi Ibu Dira sudah berubah pikiran?" tanya Rico, ia tahu nama Dira karena melihat dari data pendaftaran. 

"Aku hanya ingin tahu sejauh mana perkembangan penyakit itu dalam tubuhku," ujar Dira tanpa ekspresi saat menanyakan masalah hidup dan matinya. Biasanya orang akan ketakutan, tapi Dira justru seperti orang yang tidak peduli dan tidak ada rasa takut. 

"Jika Ibu ingin tahu, kita harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut," sahut Dokter Rico. 

"Baik lakukan. Apa hasilnya bisa keluar hari ini juga?" tanya Dira yang mendapatkan anggukan dari Rico. 

Dokter Rico dibantu dengan perawat lainnya melakukan tes darah kembali, dilanjutkan dengan test biopsi sumsum tulang, tujuannya agar bisa mengetahui jenis leukemia apa yang diderita pasien. Selain itu, hasil pemeriksaan nantinya digunakan untuk memilih pengobatan yang tepat.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan. Saya sarankan untuk operasi dan mencari donor sumsum tulang," ucap Dokter Rico setelah membaca hasil pemeriksaan Dira. 

"Jika tidak melakukan operasi apa yang akan terjadi, Dok?" tanya Dira, meskipun dia sudah tahu jawaban dari pertanyaan itu tidak ada salahnya jika memastikan kembali. 

"Umur Anda mungkin tidak akan lama lagi," jawab dokter Rico.

Dira tersadar kembali dari ingatannya. Dia tersenyum sinis, operasi? donor sumsum tulang? Hah, bahkan tidak ada yang peduli dengannya. Bagaimana mendapatkan pendonor? Bahkan dia saja tidak bisa mendapatkan motivasi dari orang terdekat. Satu-satunya hal yang bisa Dira lakukan hanyalah pasrah, menunggu hari itu akan tiba dan dia akan membuat semua orang menangis atas kepergiannya.

Belum Dira selesai meratapi nasibnya, kini dia mendengar Abi berbicara dengan nada keras. Hal yang membuat ia khawatir iyalah saat Abi menyebutkan jika Nadya masuk rumah sakit. 

"Kak, apa yang terjadi dengan kak Nadya?" tanya Dira setelah berhasil menemukan Abi yang kini sudah rapi dan masih meletakkan ponselnya di telinga. 

Abi langsung mematikan sambungan, lalu berkata dengan sarkas pada Dira, "Ini semua karena dirimu, Dira. Nadya bunuh diri dan dirawat di rumah sakit."

Dira masih mematung setelah mendengarkan kabar itu. Tanpa Dira sadari Abi sudah meninggalkan dirinya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Seorang Pengganti   Mempertegas hubungan

    Abi merasa sangat bersalah ketika hidung yang ia tarik tadi bukan hanya merah tapi juga mengeluarkan cairan berwarna merah. Seketika itu Abi langsung membawa Dira ke rumah sakit. Lelaki itu berdecak sebal saat di rumah sakit justru dokter yang menangani Dira lagi dan lagi adalah Rico. "Sudah selesai belum? Jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan!" seru Abi saat melihat Rico yang kini membersihkan darah dari hidung Dira yang tak kunjung berhenti. "Bawel amat! Ini juga karena perbuatan dirimu. Aku heran kenapa wajah Dira penuh memar apa kamu melakukan KDRT?" tuduh Rico. "Jangan sembarang bicara! Sudahlah lebih baik panggil dokter yang lain. Aku mampu membayar tiga kali lipat," ujar Abi kesal dengan tuduhan Rico tadi. Dahi Rico mengkerut sembari menatap penuh tanya pada Dira. Lelaki itu berharap Dira dapat memberikan jawaban yang kini mengganjal di benaknya. Iya, pertanyaan apa kira-kira hubungan Dira dan Abi kini sudah membaik? "Aku sudah tidak apa-apa. Ini juga akan segera b

  • Bukan Seorang Pengganti   Membatalkan perjanjian

    Dira tercengah saat mengetahui hal penting yang ingin dilakukan Abi. Setelah kepergian Miranda, Abi langsung menghubungi Zain pengacara yang mengurusi perjanjian yang kemarin dibuat untuk kedua belah pihak. "Jadi ini hal penting yang Kakak maksud?" tanya Dira menatap wajah tampan sang suami yang kini berada di sampingnya."Iya, ini hal penting yang harus segera kita selesaikan." Abi memegang tangan Dira lalu menautkan tangannya, "aku sudah bilang padamu jika aku akan memulai dari awal denganmu. Dan langkah pertama yaitu membatalkan perjanjian konyol yang sudah kita buat." Bola mata Dira berbinar di ujungnya ada tumpukan cairan yang hampir saja keluar dari bendungan. Dira sama sekali tidak menduga hal sepele seperti ini tak luput dari pemikiran Abi. "Kamu menangis?" Tangan Abi yang menganggur kini menghapus air bening yang sempat mengalir. Kedua bola mata keduanya kini saling bertatapan seakan tidak ada habisnya Abi langsung meletakkan kepala Dira di pundaknya. Tentu saja Zain yan

  • Bukan Seorang Pengganti   Hal penting

    "Jadi ini alasan kamu tidak pulang?" cetus seorang wanita paru baya yang tak lain adalah Lita. Iya, sejak tadi ia mengikuti Nadya. Sebagai seorang ibu iya tahu persis apa yang dialami sang anak yang tiba-tiba berubah. Lalu fakta yang barusan ia dapatkan jika Indra sang suami justru memberikan ide gila pada sang anak guna memiliki Abi dan menyelamatkan gudang. "Bu, aku bisa menjelaskan ini semua," ucap Indra yang langsung menghampiri Lita yang kini masih berada di pintu masuk. "Penjelasan apa? Ini semua sudah cukup jelas bagiku. Kamu membuatku hidup bak ratu dengan cara seperti ini?" pungkas Lita tak terima. Tidak! Lebih tepatnya ia membohongi dirinya sendiri, dia senang hidup bak ratu karena itu semua adalah hal yang paling ia inginkan sejak dulu, hidup miskin dengan banyak kekurangan tak mampu ia hadapi ditambah dengan kelahiran Dira sebagai mana janin itu sama sekali tidak ia inginkan. "Lalu aku harus bagaimana? Omset kita semakin hari semakin menurun. Bahan yang kita dapatkan t

  • Bukan Seorang Pengganti   Membela istri

    "Di—Dira, kenapa kamu ada di sini?" tanya Nadya sembari mengacungkan jari telunjuknya ke arah Dira. Wanita itu juga merasa sesak di dadanya saat melihat Dira keluar dari kamar Abi. "Kak Nadya." Mulut Dira bergerak menyebut nama sang kakak. Entah apa yang terjadi pada Dira saat ini setalah ia melihat bola mata sang kakak penuh dengan kebencian saat menatap dirinya. Seolah Dira kini sudah menghancurkan hati sang kakak, tidak heran dan hal itu disadari Dira terlebih ia sudah tidur dengan Abi. Sementara itu, Nadya langsung menghampiri Dira, wanita yang kini memiliki status sebagai kakak Dira itu ingin memberikan tanda merah di pipi sang adik. Namun, sayangnya saat tangannya hampir melayang ke pipi mulus sang adik tertahan di udara. Nadya langsung melirik pada sosok lelaki yang kini memegang pergelangan tangannya. "Kak Abi." "Jangan pernah kamu melakukan kekerasan lagi pada Dira, Nadya. Jika kamu melakukan itu lagi aku akan membuat kamu menerima akibatnya." Ancam Abi sembari melepaskan

  • Bukan Seorang Pengganti   Pengakuan

    "Selamat pagi, Ma," sapa Abi pada Miranda yang kini terduduk di meja makan. Tersirat dengan jelas wajah cemas wanita paru baya itu, tak kala ia tidak melihat Dira. "Abi, mana Dira? Kamu tidak melakukan apapun kan padanya?" cecar Miranda sembari berdiri lalu menggeser Tubun Abi berharap wajah sang menantu berada di balik punggung sang anak. "Ada Ma, Dira di kamar katanya lagi gak enak badan," jawab Abi. "Gak enak badan?" Miranda mengulang kalimat terakhir Abi, setelah wanita itu sadar ia langsung melangkahkan kakinya menuju kamar. "Mama mau kemana?" Abi menarik tangan Miranda guna mencegah wanita paru baya itu tidak melihat keadaan Dira. Abi sedikit menyesali perbuatannya, akibat ia sudah tidak bisa menahan hasratnya saat di kamar mandi, lelaki itu mengulangi kejadian semalam hingga membuat Dira lemas dan seluruh tubuhnya yang putih penuh dengan tanda kemerahan. "Mama ingin melihat Dira, Abi. Mama yakin keadaan Dira semakin memburuk, kita harus ke rumah sakit." Miranda ingat kead

  • Bukan Seorang Pengganti   Mulai dari awal

    Dira tersenyum miris, berulang kali suara Abi yang menyebutkan nama Nadya terus terdengar di gendang telinganya. Wanita yang kini sudah tidak bisa dikatakan sebagai seorang gadis lagi langsung mengubah posisinya memunggungi sang suami. Perlahan tapi pasti kali ini ia tidak sekuat biasanya yang dapat menahan butiran air bening saat bersama dengan Abi. Rasa sesak di dada wanita itu sudah tidak bisa ia tahan hingga menimbulkan suara isak kan. Tentu saja isakan yang dikeluarkan Dira didengar oleh Abi. Lelaki yang kini masih mengatur napasnya mulai sadar mungkin ia sudah salah berbicara. "Dira apa kamu menangis?" tanya Abi yang langsung mengubah posisinya menatap punggung Dira. Dira diam saat mendengar pertanyaan Abi, haruskah disaat menyedihkan seperti ini ia menjawab pertanyaan Abi yang menurutnya sedang mempermainkan dirinya."Dira, kali ini aku benar-benar dalam keadaan sadar. Aku tahu selama ini aku sudah bersikap keterlaluan padamu, aku sudah melimpahkan semua kesalahan padamu. S

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status