Share

Kabur -2-

Di depan kamar Hazel, ia langsung disuguhi pemandangan kedua lelaki bermata merah akibat kurang tidur tak lupa dengan beberapa luka yang menghiasi wajah tampan mereka. 

"Pagi, Zel," sapa mereka bersamaan ditambah senyuman manis berharap agar perempuan itu luluh. 

Hazel menatap keduanya datar dan melengos pergi diekori dua lelaki itu. Bahkan ke manapun kaki Hazel melaju begitu juga dengan keduanya. Benar-benar mirip dengan anak ayam pada induknya.

"Zel, lo tau gak? Kita dikeroyok sama si Rei soalnya dia kalah balapan," ungkap Valdo. Joshua di sebelahnya reflek menyenggol lengannya.

Joshua berbisik, "Sst! Hazel jangan tau nanti– eh, Hazel." Tatapan tajam yang dilayangkan sepupunya itu menghentikan.

Hazel diam membisu, melangkah ke ruang tengah. Ah, iya, kedua laki-laki itu paham sekarang. Walaupun sedang dalam mode diamnya ia tetap perhatian apalagi jika wajah mereka dipenuhi memar membiru.

"Zel, betewe lo kenapa dah pundung?" Joshua tiba-tiba pergi begitu saja. Valdo yang paham akan tatapan perempuan yang baru saja selesai mengobatinya itu tak beralih pun angkat bicara. "Mungkin si Joshua ambil hasil semalem, lumayan tau Zel kira-kira puluhanlah, kurang tau gue."

"Udah?" tanya Joshua tiba-tiba. Hazel mengangguk kecil.

"Obatin gue dan ... ini bayaran semalem ada dua puluh juta. Lumayan 'kan? Lumayanlah bisa buat nambah koleksi Gucci Prada lo."

Amplop cokelat yang tampak mengembang masih melayang tanpa ada niatan Hazel menyambutnya. Kembali menariknya dan kali ini Joshua menyimpannya di atas meja kaca.

Selesai mengobati keduanya, masih dengan bibir yang terkatup rapat ia melangkah menuju ruang makan. Tak ketinggalan, dua laki-laki tadi yang masih saja mengikuti Hazel sarapan di minggu pagi ini.

"Zel, makan sayur!" Hazel hanya melirik Joshua sekilas tanpa minat. Tak butuh waktu lama, Hazel kembali melangkah, kali ini ke dapur menemui bi Onik yang mencuci piring.

"Non, lagi mogok, ya?" tanyanya iseng.

Hazel mengangguk. "Iya, kesel Hazel tuh sama mereka, Bi. Mungkin kalau semalem Hazel enggak kebangun, sampai ketemu mereka lagi Hazel tetep aja bingung kenapa mereka babak belur," keluhnya. Saking dekatnya mereka berdua, Hazel pun tak canggung lagi mengungkapkan apa yang ia rasa.

•••

Senin pagi masih dengan diamnya Hazel membuat rumah berlantai dua yang biasanya penuh dengan tawa dan canda kini diam penuh kesunyian. Hanya saja, beberapa kali terdengar suara kicauan burung di luar sana.

"Mas Pur, buka gerbangnya!" seru Hazel sesaat setelah ia mengeluarkan mobil pribadinya dari garasi. Belum sempat Joshua dan Valdo mencegah mobil tersebut sudah melaju kencang.

"Shit!" umpat Joshua. Di belakangnya, bi Onik tiba-tiba menyambar kala memandang dua majikan tampannya kesal setengah mati.

"Mas Pur itu temannya mas Bay, Den. Baru aja kemarin direkrut non Hazel waktu den Joshua sama den Valdo tidur. Shift-nya dari pagi sampai habis asar setelah itu baru shift-nya mas Bay lagi," jelas bi Onik menarik atensi keduanya, setelah berterima kasih mereka bertolak ke garasi mengambil mobil berwarna sting grey milik Joshua dan melaju menuju sekolah. Sebelum itu, mobil tersebut berhenti di pos satpam depan rumah.

"Mas Pur, ya?" tanya Valdo dari balik stir.

"Iya, Den. Ini den Valdo atau den Joshua?"

"Saya Valdo. Nah, Mas, setelah ini jangan pernah bolehin Hazel bawa mobil sendiri walaupun dia bisa bawa mobil kecuali bareng salah satu dari kita ataupun pak Surya, paham?"

"Paham, Den. Kalau boleh tau, alasannya kenapa ya, Den?"

"Ini amanah dari papinya Hazel, beliau over-protektif. Makanya kita diutus untuk jagain dia, maklumlah orang tuanya jauh di Amerika." Mas Pur mengangguk paham. Akhirnya, kedua orang tersebut kembali menuju tujuan awal.

•••

Di kelas pun Hazel hanya diam sibuk dengan novel ataupun gawainya. Entahlah, rasa-rasanya Joshua ingin sekali menggantikan posisi kedua benda mati yang telah menciptakan senyum Hazel yang beberapa hari terakhir jarang ditampakkan.

Menyesal. Itulah yang dirasakan Joshua dan Valdo, seharusnya ia tak menuruti keinginan Rei, seharusnya dan banyak sekali kata seharusnya yang berujung penyesalan. Kenapa penyesalan harus berada di akhir, sih?

Waktu bahkan berlalu amat cepat hingga saat ini sudah seperti barisan semut keluar dari persembunyiannya kala bel pulang sekolah berbunyi.

Hazel yang sibuk melangkah tiba-tiba terhenti karena ada yang mencengkram erat tangannya. "Zel, please jangan kekanakan. Ngomong! Iya, kita tau kita salah tapi cara lo ngehukum kita itu juga gak dibenarkan. Bilang sama gue, gimana caranya biar lo gak marah lagi. Bilang! Lo mau apa kita penuhin. Zel, paham 'kan?" 

Hazel tersentak dengan tutur kata yang dilontarkan Valdo. Baru saja ia akan meluncurkan kata-kata balasan, ponselnya berdering nyaring menandakan ada panggilan masuk.

sugar daddy 💰is calling ...

"Gih, diangkat. Setelahnya, lo pulang ya jangan kabur-kaburan. Gue sama Joshua minta maaf karena udah kabur, ya walaupun gak bisa dibilang kabur, sih. Tapi pergi tanpa pamit itu artinya kabur, kan?" Tanpa sadar pelupuk mata Hazel penuh seakan tinggal mencari celah untuk keluar ketika ia berbalik meninggalkan kedua sepupunya.

Setelah memutuskan panggilan dari papinya yang berada di Amerika sana, ia memutuskan untuk memutar stir ke mal. Daripada Hazel terkena masalah nantinya, pertama ia pergi ke salah satu store langganannya membeli sebuah dress dan berjalan mengelilingi mal seorang diri.

•••

"Hazel belum balik." Itu laporan dari Valdo pada Joshua padahal jam menunjukkan pukul setengah sembilan malam. 

Joshua meraup wajahnya kasar. "Nomernya dihubungin, udah?"

"Udah. Gak aktif, Jo. Gue juga udah chat temennya tapi gak ada yang tau bahkan gue udah mintol ke temen-temen gue."

"Argh, shit!"

Terjadi keheningan beberapa menit. Hingga seruan Joshua membelah keheningan yang mengikat. "Lacak!"

Jam sepuluh malam, namun belum ada tanda apapun itu dikarenakan nomornya yang dinonaktifkan. Lagi-lagi Joshua menghela napas berat, gadis itu dititipkan pada keduanya tapi ... ah, entahlah.

Sedangkan di tempat lain, Hazel sedang tengkurap di atas kasur menghadap laptop yang menampilkan sebuah drama Korea bersama kakak kelasnya.

"Oh iya, Zel. Lo kenal sama adek gue gak? Kan seangkatan, tuh."

Hazel menoleh sebentar dan kembali fokus pada laptop. "Adek lo? Entah. Emang siapa namanya Kak, siapa tau gue paham."

"Namanya Piyan, Alfian."

"Alfian ya? Kurang tau deh, mungkin kalau gue liat orangnya baru ngeh, Kak."

"Kebetulan banget, bentar lagi anaknya dateng."

"Kak." Pintu terbuka sedikit menampilkan sosok pria seumurannya.

Kakak kelas Hazel alias Amel bergegas membuka pintu. Di sana dengan raut terkejut dari dua insan yang saling kenal beberapa hari lalu. Iya, ternyata mereka baru saja kenal walau awalnya ia lupa. Begitupun dengan Amel yang merasa agak bingung dengan keduanya. 

"Hazel?!"

"Loh, Rizal?!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status