Ketiga remaja tersebut baru saja turun dari kamar masing-masing. Satu-satunya perempuan di situ kini loncat-loncat kegirangan. Seperti halnya anak kecil, ia memiliki sisi manja yang akan ia tunjukkan pada beberapa orang saja.
Senyum yang sedari membuka mata mengawali hari tak luntur terpancar. Aura kecantikannya pun tak mau kalah dari matahari yang kian menyinari bumi.
Dua diantaranya berdiri merenggangkan otot agar tidak cedera nantinya. Saking terlalu fokus, bahkan mereka sama sekali tidak melirik gadis yang hampir saja menenggelamkan wajahnya di kolam sedalam dua meter itu.
"Hazel!" seru Valdo panik. Dirinya tadi bersama Joshua sedang fokus pemanasan tetapi suara gadis itu tiba-tiba hilang membuatnya mau tak mau menoleh.
"Gue mau berenang di sini, Val." Dijamin, mendengar suara rengekannya yang memenuhi indra pendengaran membuat kedua cowok itu menghela nafas berat dan mengangguk pasra
"Bilas dulu, geh, Non, Den," tegur bi Onik. Ketiga remaja yang baru saja menyelesaikan kegiatan berenangnya itu masih saja bersantai di atas kursi pantai lipat lengkap dengan bathrobe yang menutupi tubuh masing-masing."Iya, Bi. Betewe, makasih, ya, Bi. Cake buatan Bibi emang paling juara! Hazel sukaa pakai begete," puji gadis itu setelah menelan potongan brownies kesekian."Makasih, Non. Sekarang pada bilas, gih. Nanti masuk angin, loh." Netra wanita paruh baya itu beralih pada dua laki-laki yang sibuk dengan kegiatan mabarnya di handphone masing-masing. "Den, main gimnya nanti lagi, sekarang bilas dulu.""Iya, sebentar lagi, ya, Bi. Masih seru."Tangan Hazel terangkat memukul keduanya saat bi Onik meninggalkan mereka setelah geleng-geleng kepala sejenak. "Heh! Kampret! Gue mau ngomong," katanya."Wait, Zel. Sebentar lagi gue menang," jawab Valdo, tak mengalihkan pandangannya sa
Suara perempuan dari dalam laptopnya menyapa telinga perempuan yang dipanggil Oline, amat mengganggunya terlebih dengan nada melirih seakan sarat penyesalan juga menahan kesakitan. Dia, Oliveira Sykes Almondef."Oline, i'm sorry.""Eh? Hi, Olive, my best friend! I miss you so bad!" balasnya riang.Oline atau yang kita kenal sebagai Hazel, sebenarnya menangkap suara sahabatnya yang melirih tapi demi apapun ia tak ingin bersedih di saat mereka melepas rindu."Oline," rengek gadis bersyal tersebut. Sedangkan, yang dipanggil hanya terkekeh kecil."Sorry, sorry, I was just kidding with you. Don't be serious, okey?""Yes, I know it. Oline, I miss your voice-""Zel, katanya lo mau nyanyi? Jadi, gak? Sini, gue gitarin!" Sebuah seruan memotong perkataan Olive. Sontak saja membuat Olive senang mendengarnya. Walaupun perempuan itu
Sebulan setelah kabar duka dari Olive, Hazel kembali seperti sedia kala. Di tengah heningnya kamar Joshua, mereka dikejutkan dengan ketukan pintu yang berasal dari bi Onik, di tangan wanita paruh baya itu ada tiga gelas es teh pesanan mereka."Wah, pesanan datang!" sambut Hazel riang. Gadis itu sudah memakai piyamanya, lengkap dengan boneka teddy bear kesayangannya, hadiah ulang tahun ke sepuluh dari Olive."Sini, Bi, Valdo yang bawa ke dalam. Bibi udah selesai?" Tangan Valdo beralih meletakkan nampan di meja yang ada di kamar ini."Sudah, Den. Tinggal kunci-kunci aja," jawab wanita tersebut."Kalau udah selesai langsung istirahat ya, Bi," sahut Joshua setelah menyendok es krimnya. Terlihat, bi Onik mengangguk setuju.Satee satee! Te satee!"Ya udah, Bibi kunci-kunci dulu, Den. Non, jangan begadang lagi, ya." Hazel tak menyahut, cewek itu masih sibuk me
Dua bulan hubungan antara Hazel dan Bento terjalin, selama dua bulan itu pula keduanya sama-sama menjaga hubungan agar tidak terlalu menonjol apalagi jika ketahuan oleh kedua sepupu Hazel yang posesif.Seperti saat ini, keduanya berada di kantin yang sama tetapi meja yang berbeda. Hazel dengan kedua sahabatnya dipantau oleh Joshua dan sahabat cowok itu di meja sisi kiri juga Valdo dan sahabat di meja sisi kanan. Selang dua meja di depan Hazel, ada Bento yang menyunggingkan senyuman seolah berkata tak apa.Me :» makan!Be 🖤 :» kalo liat kamu aja kenyang, kenapa harus makan?» kamu jg makan gihMe :» gembel» udah selesai sayaangg 😋Be 🖤 :» kelas gih, aku cabutBenar saja, usai mengirimkan pesan Bento langsung undur diri dari kantin. Mata Hazel terus men
- P R O L O G - Kepala yang mulai berdenyut tak mengurangi rasa cintanya pada karya sastra, puisi. Seperti saat ini, dengan lincah goresan yang perlahan menjadi coretan hitam mulai memenuhi selembar kertas yang digunakan sebagai tempat penyimpanan karya tulisnya yang lain. Senyum manisnya hadir kala melihat karya kesekian kalinya sukses dan sempurna. "Ah, akhirnya! Puisi kali ini bagus, diksinya mulai baik, pokoknya gue harus sering-sering latihan, nih, biar makin keren lagi. Gila! Gue keren banget, ih, gak nyangka," monolognya sesekali terkikik kecil. "Gitu doang kok bangga, heran!" Suara itu jelas menganggunya. Setelah tahu siapa yang berbicara, ia merotasikan bola matanya tanpa bersuara. "Kalau lo kayak gitu dan dapat uang baru gue bangga, mungkin," lanjut orang itu. "Lo bisa diem gak? Gue gak pernah lagi ganggu kehidupan lo tapi kenapa lo malah ganggu gue, ha?
Seorang gadis yang masih bergelung dalam selimut tebalnya menggeliat kecil, tangannya terangkat menutup mulutnya yang menguap lebar. Ketukan pintu disusul pekikan seorang pria bahkan kala matanya melirik ke arah jam weker ia berdecak, pasalnya masih ada waktu tiga puluh menit lagi sebelum jam itu berdering."Hazel, bangun woi! Anak perawan geh jam segini belum bangun, pamali."Gadis yang dipanggil Hazel berdecak. "Iya iya, ini udah bangun." Tak lama suara derap langkah pun terdengar menjauh.Setelah yakin nyawanya sudah berkumpul, ia melangkah gontai ke arah kamar mandi dan membersihkan diri. Lima belas menit kemudian, dia keluar lengkap dengan kaos putih polos dan celana training hitam.Namun, sebelum ia keluar. Terlebih dahulu, ia memakai morning routine skincare dilapisi bedak tabur dan lip balm ke area wajah dan bibir, lalu beralih ke tatanan rambutnya yang ia kuncir mirip buntut kuda
Kaki jenjang Hazel membawanya ke lantai dasar dengan riang. Rambut hitamnya ia gerai menambah kadar kecantikan gadis blasteran Indo-London itu."Selamat pagi, sayangnya aku," sapanya ketika sampai di ruang makan dan duduk di sisi kiri Joshua, dimana ia tak memutuskan pandangan dari sang sepupu sedikitpun."Rok lo gak ada yang lebih pendek, Zel?" sindir Joshua membuat Valdo yang sedari tadi menunduk sontak mendongak.Tanpa menjawab, Hazel memilih untuk menerima sepiring roti panggang selai cokelat yang diulurkan oleh Bibi Onik, asisten yang diutus orang tua mereka."Ada kok. Cuma gue lagi males pake yang itu," jawabnya santai, setelah menelan sesuap sarapannya yang begitu nikmat. Terlebih ditambah susu cokelat hangat.Valdo yang penasaran lantas menegakkan badannya dan melirik ke arah setengah paha Hazel yang terekspos. Takut-takut bisa khilaf, dia kembali mendudukkan bokong
Mata berwarna hazel tersebut mengerjap perlahan menyesuaikan dengan cahaya. Tangan lentiknya memegangi kepala yang berdenyut. Bibirnya mengeluarkan ringisan, dibalas suara penuh khawatir. "Zel? Syukurlah lo udah sadar. Nih, minum dulu." Perlahan-lahan diminum teh yang telah Joshua sediakan. Di ruangan ini, hanya ada Joshua dan Hazel saja sedangkan yang lainnya telah diutus untuk kembali ke kelas masing-masing oleh sang ketua OSIS. Hazel tersenyum manis membuat Joshua mengernyit heran. Namun, tak urung laki-laki itu membalas senyuman Hazel tak kalah manis. "Jo, mau ke kelas," pinta Hazel lemah. "Oke, yuk! Nanti istirahat pertama sama Valdo, ya. Gue ada rapat," ujarnya yang diangguki Hazel. "T-tapi gue malu kalau ke gedung Sosi