Kaki jenjang Hazel membawanya ke lantai dasar dengan riang. Rambut hitamnya ia gerai menambah kadar kecantikan gadis blasteran Indo-London itu.
"Selamat pagi, sayangnya aku," sapanya ketika sampai di ruang makan dan duduk di sisi kiri Joshua, dimana ia tak memutuskan pandangan dari sang sepupu sedikitpun.
"Rok lo gak ada yang lebih pendek, Zel?" sindir Joshua membuat Valdo yang sedari tadi menunduk sontak mendongak.
Tanpa menjawab, Hazel memilih untuk menerima sepiring roti panggang selai cokelat yang diulurkan oleh Bibi Onik, asisten yang diutus orang tua mereka.
"Ada kok. Cuma gue lagi males pake yang itu," jawabnya santai, setelah menelan sesuap sarapannya yang begitu nikmat. Terlebih ditambah susu cokelat hangat.
Valdo yang penasaran lantas menegakkan badannya dan melirik ke arah setengah paha Hazel yang terekspos. Takut-takut bisa khilaf, dia kembali mendudukkan bokongnya dan menggumam kalimat istighfar dengan lirih.
Selesai mereka sarapan, Joshua langsung menyuruh Hazel berganti rok abu yang pantas. Beberapa lama kemudian, Hazel kembali turun. Bukannya terkejut dengan kedatangan Hazel, mereka berdua lebih terkejut dengan rok abunya yang bahkan lebih pendek dari sebelumnya.
"Bi, tolong dong cariin rok abu Hazel yang dibawah lutut, ada 'kan?" pinta Valdo langsung, tanpa diperintah dua kali bibi bergegas ke kamar Hazel. Sedangkan, si pemilik kamar sedang mereka tatap tajam.
"Ini, Den. Bibi cari-cari ternyata ada di rak paling bawah," ucap Bibi mengalihkan pandangan ketiganya.
"Oh my God! Kenapa roknya harus ketemu, sih!" batin gadis cantik itu kesal.
"Makasih, Bi. Zel, ganti sana di kamar mandi. Gak ada bantahan!" Hazel merebut roknya kasar sambil mendengus dan berlalu, tak lupa hentakkan kakinya yang disengaja karena kesal dengan dua laki-laki yang sekarang mengusap wajahnya kasar.
"Bisa gila gue lama-lama kalo disuguhin Hazel kaya gitu tiap hari," gerutu Valdo. Sedangkan, Joshua hanya menggelengkan kepalanya, miris.
Hazel keluar dengan wajah tak bersahabat. Valdo mengulurkan tangannya dan mereka bertiga keluar dipimpin oleh Joshua.
"Jo galak," bisik Hazel sambil menatap punggung kokoh di depannya.
"Setuju. Apalagi kalo di sekolah galaknya tiga kali lipat," balas Valdo berbisik.
Mereka terus menggibahi Joshua sesekali tertawa kecil, hingga tanpa sadar orang yang digibahkan tengah menatap tajam keduanya.
"Terus kan ya Zel, masa-"
"Hazelna!" seru Nabila yang tiba-tiba muncul di depan pagar. Hazel yang sadar secara reflek melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah tujuh.
"Gila! Bila, sini lo!" Tangan gadis cantik itu mengayun, segera saja Nabila menarik gas motor matic-nya mendekati mereka.
"Ini masih pagi banget, Setan! Lo mau ngapain di sekolah, ha?! Mau ngepel lapangan?" omel Hazel.
Tanpa menghiraukan ocehan Hazel yang mereka yakini akan tahan lama, Joshua mengkode untuk Nabila berangkat lebih dulu bersama Valdo. Tentu saja motor matic-nya ia tinggal, kalau kata Valdo untuk jaminan. Sedangkan, Joshua sendiri masih terus meneliti penampilan Hazel yang luar biasa.
"Almet lo mana?"
"Almet, ya? Gak tau, ilang mungkin," jawabnya acuh. Baru saja ingin memanggil bibi, beliau telah datang tepat waktu dengan almamater sekolah mereka.
"Dasi. Mana dasi lo?" Tanpa berkata, Hazel santai membuka tasnya dan mengenakan dasi abunya di atas kepala, pengganti bando. "Gue cantik, gak?"
Lelaki keturunan London itu diam seribu bahasa, tangannya sibuk menyimpulkan dasi. Setelah puas, mereka masuk mobil dan melaju menuju Altair High School, sekolah mereka.
•••
"Tumben si Jeje sama Tasya belum dateng. Dia masuk gak, sih?" tanya Hazel pada sahabatnya, Nabila yang asyik dengan ponsel gadis itu.
"Selamat pagi, para ubabku," sapa seorang gadis cerewet yang baru saja mendaratkan bokongnya di bangku depan Hazel.
"Zel, Bil, cabut jangan? Rooftop, yuk! Si Tasya gak masuk, nih," ajak Jeje. Namanya adalah Zhevisya, tetapi karena terlalu rumit akhirnya terbitlah panggilan Jeje.
Bahkan lengkap dengan atributnya yang tak lepas, ketiga gadis cantik tersebut melangkah santai ke rooftop aula serbaguna. Dari atas sini mereka dapat melihat dengan jelas seluruh siswa Altair mengikuti upacara bendera dengan khidmat.
Ketiganya terus bercerita sambil sesekali tertawa. Dan tanpa disadari ada dua orang yang berdiri di ambang pintu memerhatikan ketiganya.
"Hazelna Carameroline Haiderand, Veranda Nabilah Satriana, dan Zhevisya Star Queensha," panggil seseorang yang suaranya amat Hazel kenal. Suara itu, adalah suara ketua osis yang tak lain adalah sepupunya, Joshua.
Ketiganya sontak meringis. Dengan langkah gontai, mereka melangkah mengikuti Cindy -sekretaris OSIS- dan di belakang mereka Joshua mengikuti. Sesampainya di tengah lapangan upacara ketiga gadis tersebut serempak menundukkan kepalanya, malu.
"Kalian lagi, kalian lagi. Gak bosen apa jadi langganan ruang BK? Gak tau lagi Ibu harus beri hukuman apa biar kalian jera. Jo, mereka Ibu pasrahkan ke kamu, ya," pinta Ibu guru BK yang disanggupi Joshua.
Upacara telah selesai, menyisakan lima orang yang masih berdiam diri di tengah lapangan ini. Joshua menghela napasnya lelah, lelah menghadapi ketiganya terlebih Hazelna yang seakan tak memiliki rasa jera sedikit pun.
"Cin, upacara berapa lama?"
"Satu jam empat puluh lima menit, Jo."
"Oke, kalian bertiga sekarang hormat bendera selama satu jam empat puluh lima menit. Gue denger ada bantahan, posisi gak serius, banyak ngobrol gue tambahin lagi lima menit semuanya. Paham? Oke, laksanakan!" tegasnya. Hazel mendengus kesal pada laki-laki yang sialnya ia sayangi itu.
Menghadapi teriknya matahari selama dua jam telah usai mereka lalui. Mengapa hingga dua jam? Pasalnya mereka sama sekali tidak bisa diam. Di pinggir lapangan, dengan kaki yang menjulur serta sebotol air mineral hasil traktiran Joshua, berkat paksaan Hazelna jua tentunya.
"Udah istirahatnya? Berdiri!" perintah Joshua. Hanya Hazel saja yang belum menegakkan badan membuat Joshua hampir murka. Setelah ia tatap tajam, akhirnya gadis manja itu berdiri.
Tiba-tiba Hazel merasa Joshua menyentuh pinggangnya, lebih tepatnya di bagian ikat pinggang. "Ikat pinggang lo mana?"
"Kan tadi pagi lo yang cek, gimana sih!"
"Nabila, dasi lo mana?"
"Ketinggalan, deh, kayaknya."
"Dan lo, Je. Lo anak olim, kan? Seharusnya lo kasih contoh baik bukan sebaliknya. Apalagi kaos kaki lo, hari senin pakai putih bukan hitam!" Jeje terdiam.
Astaga! Tuhan, tolong beri kesabaran yang lebih banyak lagi pada Joshua.
"Cin, tambahan. Atribut gak lengkap." Dengan sigap, Cindy kembali mencatat nama ketiganya di buku catatan hitam.
"Gue udah gak tau lagi mau kasih hukuman apa ke kalian. Capek gue," keluh sang ketua OSIS tersebut sambil memijit pangkal hidungnya.
"Gak usah dihukum, ya, Jo. Gue capek mau ke kelas," rayu Hazel.
"No. Lari sepuluh kali putaran. Protes gue tambahin tiga," tegas cowok itu. Baru saja ingin melontarkan protesan, Nabila kembali mengatupkan bibirnya.
Empat putaran terlewatkan. Tiba-tiba tubuh Hazel limbung dan tak sadarkan diri. Sigap saja, Joshua membawanya ke UKS dengan raut wajah menyesal bercampur khawatir meninggalkan lapangan upacara yang sepi.
Mata berwarna hazel tersebut mengerjap perlahan menyesuaikan dengan cahaya. Tangan lentiknya memegangi kepala yang berdenyut. Bibirnya mengeluarkan ringisan, dibalas suara penuh khawatir. "Zel? Syukurlah lo udah sadar. Nih, minum dulu." Perlahan-lahan diminum teh yang telah Joshua sediakan. Di ruangan ini, hanya ada Joshua dan Hazel saja sedangkan yang lainnya telah diutus untuk kembali ke kelas masing-masing oleh sang ketua OSIS. Hazel tersenyum manis membuat Joshua mengernyit heran. Namun, tak urung laki-laki itu membalas senyuman Hazel tak kalah manis. "Jo, mau ke kelas," pinta Hazel lemah. "Oke, yuk! Nanti istirahat pertama sama Valdo, ya. Gue ada rapat," ujarnya yang diangguki Hazel. "T-tapi gue malu kalau ke gedung Sosi
Ketukan pintu kelas terdengar membuat penghuni sepawa atau hasil akronim dari sebelas mipa dua mengalihkan perhatian menuju pintu secara serempak.Salah seorang dari mereka beranjak, menghampiri orang tersebut dan tak lama menyembulkan kepalanya ke dalam."Hazel, Jeje sama Nabila bikin masalah apa lagi kalian?" tanyanya."Masalah? Gak ada kayaknya. Apaan, sih?" Rasa penasarannya melambung tinggi, akhirnya demi menuntaskan rasa itu ia menghampiri teman sekelasnya yang masih saja di ambang pintu."Kenapa manggil gue? Eh, lo kelas sepuluh, kan?" Gadis yang ia ketahui adik kelasnya itu mengangguk pelan dan dengan hati-hati menyampaikan informasi bahwa ia dan kedua temannya dipanggil oleh guru BK. Selesai urusannya, gadis itu berlalu setelah mendapat ucapan terima kasih dari sang primadona Altair."Masuk, yuk! Bikin masalah apalagi lo sama mereka?""Gak ada ya, Se
"Assalamualaikum, Hazel pulang!" sapa Hazel dengan nada riang, tak ketinggalan dua pet cargo yang senantiasa ia bawa."Wa'alaikumussalam, wah kesayangan kita darimana, nih?" balas Valdo menggoda."Dari pet shop terus ke mal. Ah, iya, Val, tolong dong Luna sama Luki dibawa ke kamarnya, gue mau ambil hasil jalan-jalan," pintanya, dalam sekejap kucing tersebut raib dari pandangan."Non, ini ditaruh mana?" tanya Pak Surya."Eh? Aduh, maaf Pak, Hazel ngerepotin Bapak. Udah sini Hazel aja yang bawa Pak, Hazel jadi gak enak, nih." Sungguh tak enak rasanya, padahal bisa saja ia membawa belanjaan itu sendiri.Joshua sendiri yang sedari tadi hanya memicingkan matanya terkesiap melihat raut wajah Hazel yang kesal, bagaimanapun kesalnya seorang Hazelna itu bisa tertutup rapat dengan ekspresi yang lain. Namun, tetap saja Joshua bisa menerkanya."Ndak papa, Non. Ya u
Seperti yang telah diketahui bersama, bahwa hari ini tepatnya hari Jumat, Hazel kembali ke aktivitas semulanya yakni, sekolah di Altair High School. Tempatnya mengemban ilmu selama hampir dua tahun ini.Sekolah yang memiliki tiga lantai di dua gedungnya yang berseberangan cukup jauh. Gedung MIPA dan gedung Sosial dimana lantai dasar terisi oleh seluruh kelas sepuluh, di lantai dua kelas sebelas dan di lantai tiga ada kelas dua belas. Dengan dilengkapi tangga juga lift. Diantara kedua gedung itu ada masjid dan gereja yang bersebelahan.Dilengkapi dua lapangan basket, in door dan out door. Satu ruangan luas untuk olahraga dalam ruang, misalnya senam lantai dll. Satu kolam renang in door, serta ada satu ruang khusus gym. Pun ada gedung ekstrakulikuler di sana, berisi beberapa ruangan luas khusus ekstrakurikuler yang biasanya menggunakan ruangan, misalnya vokal dan musik.Setelah melewati lobi, di ujung sana terlihat satu ge
"Wah, berani juga lo nemuin gua. Gua pikir lo takut."Kedua laki-laki yang masih nangkring di atas motor Kawasaki Ninja 300 berwarna hitam dan putih masing-masing insan itu tersenyum miring."Bacot banget." Di atas motor putih itu sambil mengunyah permen karet membalas. "Gue gak punya banyak waktu. So, penting gak?"Rei meludah ke arah kirinya. "Gua gak mau basa-basi, sih. Gu-""Kan yang basa-basi elo, Sat," potong Valdo kesal."Kayak apa yang gua chat, gua nantangin kalian balapan dengan Hazel jadi taruhan.""Wah, sialan nih Si anjing! Hazel gak ada urusannya ya, njir. Jangan bawa-bawa nama sepupu gue!" Joshua yang sedari tadi menahan emosi, kini meluap-luap."Santai dong, santai." Dua orang cewek dengan pakaian kurang bahan di sebelah Rei ikut menyahut. Entahlah, apa fungsi keduanya yang jelas-jelas membuat salah satu sepupu Hazel
Di depan kamar Hazel, ia langsung disuguhi pemandangan kedua lelaki bermata merah akibat kurang tidur tak lupa dengan beberapa luka yang menghiasi wajah tampan mereka."Pagi, Zel," sapa mereka bersamaan ditambah senyuman manis berharap agar perempuan itu luluh.Hazel menatap keduanya datar dan melengos pergi diekori dua lelaki itu. Bahkan ke manapun kaki Hazel melaju begitu juga dengan keduanya. Benar-benar mirip dengan anak ayam pada induknya."Zel, lo tau gak? Kita dikeroyok sama si Rei soalnya dia kalah balapan," ungkap Valdo. Joshua di sebelahnya reflek menyenggol lengannya.Joshua berbisik, "Sst! Hazel jangan tau nanti– eh, Hazel." Tatapan tajam yang dilayangkan sepupunya itu menghentikan.Hazel diam membisu, melangkah ke ruang tengah. Ah, iya, kedua laki-laki itu paham sekarang. Walaupun sedang dalam mode diamnya ia tetap perhatian apalagi jika wajah merek
"Gue gak suka kalian berurusan lagi sama Rei, pokoknya jangan! Gue bisa lebih marah dari kemarin, loh. Apalagi kalau cuma menghilang dari hadapan kalian, gampang!" omel Hazel."Lo juga salah," sahut Joshua santai."Iya, gue tau, sorry.""Makanya sekarang kalau ada apapun langsung cerita jangan ambil keputusan sendiri," ujar Valdo yang sedari tadi menyimak."Yang ambil keputusan sendiri siapa?" Joshua sengaja memancing, Valdo sepertinya tidak sadar bahwa ia menyindir dirinya sendiri."Ya gue, udah ah, sorry. Sini berpelukan! Kangen banget gue sama Hazel." Akhirnya Hazel meringsek dalam pelukan Valdo yang memang ia rindukan dan dirinya merasakan beberapa kecupan yang tersemat di pucuk kepalanya.Beralih ke pelukan Joshua, ia pun kembali mendapat kecupan yang sama kali ini ditambah elusan lembut pada surainya. "Jangan diulangi, ya," pintanya yang langsung diangg
Tidur cantik ala Hazelna akhirnya terusik kala pipinya ditepuk pelan dengan telapak tangan besar diiringi suara berat milik Joshua. Jarang-jarang cowok blasteran London-Korea itu membangunkan gadis manja tersebut. Biasanya yang seringkali membuat Hazel kembali dari dunia mimpi hanyalah Valdo dan bi Onik."Hazel." Lenguhan panjang dikeluarkan Hazel untuk jawaban dari panggilannya."Bangun, yuk!" Bukannya membuka mata, gadis yang terbalut piyama bercorak Hello Kitty itu memilih membalikkan badannya menjadi memunggungi sang sepupu."Hey, Cantik! Luna sama Luki masuk kolam." Ajaib. Mendengar dua nama kucingnya disebut, Hazel langsung membuka mata lebar-lebar. "Mana?! Ayo, kita susul!"Cepat-cepat keduanya menyusuri anak tangga dengan tergesa-gesa, sebenarnya langkah Joshua santai tetapi karena tangannya ditarik jadilah ia seperti orang sedang sprint."Bibi, Luna sama Luki mana? Merek