Share

Jangan Ganggu Dia!

Mata berwarna hazel tersebut mengerjap perlahan menyesuaikan dengan cahaya. Tangan lentiknya memegangi kepala yang berdenyut. Bibirnya mengeluarkan ringisan, dibalas suara penuh khawatir.

"Zel? Syukurlah lo udah sadar. Nih, minum dulu." Perlahan-lahan diminum teh yang telah Joshua sediakan. Di ruangan ini, hanya ada Joshua dan Hazel saja sedangkan yang lainnya telah diutus untuk kembali ke kelas masing-masing oleh sang ketua OSIS.

Hazel tersenyum manis membuat Joshua mengernyit heran. Namun, tak urung laki-laki itu membalas senyuman Hazel tak kalah manis.

"Jo, mau ke kelas," pinta Hazel lemah.

"Oke, yuk! Nanti istirahat pertama sama Valdo, ya. Gue ada rapat," ujarnya yang diangguki Hazel.

"T-tapi gue malu kalau ke gedung Sosial," cicit gadis itu.

"Lo nunggu di kelas aja, nanti gue yang suruh Valdo ke kelas lo." Mendengarnya, Hazel senang bukan main. Itu artinya, selain menghabiskan waktu istirahat bersama Valdo, uang jajannya pun utuh.

•••

Lima menit terlewat, dari bel istirahat berbunyi hingga sekarang batang hidung Valdo belum juga muncul ke permukaan. Kemana perginya laki-laki itu? Baiklah, mengingat Valdo segera datang saat namanya dipanggil tiga kali, mari kita coba!

"Valdo, Valdo, Val-"

"Zel, sorry! Gue kira lo masih sakit makanya gue cari ke perpus, kok gue gak tau, sih? Kan kita beda gedung. Lagian, bukannya lo aminya si Luna Luki, ya? Si Luna aja nyawanya sembilan. Kenapa lo bisa pingsan coba?" cerocos Valdo setelah mendobrak pintu yang terbuka lebar. Sepertinya, sepupunya itu kekurangan obat, deh.

Tolong dong yang ready stok kesabaran untuk diberi ke Hazel. Gak kuat!

Perlahan, Hazel menghela napas. Manik mereka bertubrukan, terpaku pada bayangan diri sendiri di bola mata satu sama lain. Hazel bangkit dan sekuat tenaga ia jitak dahi laki-laki itu kesal. Valdo meringis, sedangkan pelakunya hanya menatap datar.

"Val, laper. Pengin seblak," pintanya kala melangkah di anak tangga yang mengarah ke lantai dasar kelas sepuluh MIPA.

"No! Kata si Joshua lo abis pingsan jadi gak boleh makan seblak, gimana kalo kita beli bakso beranak merconnya bang Dul?" tawarnya. Hazel mengangguk cepat, lidahnya merindukan makanan super pedas kali ini. Semoga saja sang ketua OSIS kesayangannya itu tidak memergoki kelakuan mereka.

Ketika kaki mereka tiba di kantin yang ramai, Valdo menarik pelan pergelangan tangan Hazel untuk dibawa ke meja paling pojok, dimana sudah ada teman-teman Valdo. Setelah Hazel duduk, laki-laki dengan segala ocehannya yang bikin orang darah tinggi itu memutar badan segera memesan makanan.

"Hai, Zel. Long time no see. Udah lama ya gak gabung sama kita-kita, gabungnya sama ketos sok berkuasa itu, sih. Kita kan kangen sama lo," kata salah satu teman Valdo yang sesungguhnya ia lupa siapa namanya, sambil berkata tangannya pun aktif mencolek dagu Hazel dikarenakan posisi gadis itu di kanannya.

Hazel bergeser sedikit dan terus menggeser duduknya hingga hampir jatuh. Untung saja sebelum bokongnya menyentuh permukaan lantai dan mengundang gelak tawa penghuni kantin, lengannya lebih dulu ditahan seseorang. Menyadari teman Valdo yang diam, dengan perlahan ia membuka mata lantas menatap ketiganya lalu beralih ke wajah tampan dibelakangnya.

"Siapa yang ganggu lo? Tunjuk orangnya biar gue tonjok sekarang," tuntut Valdo tajam. Kebungkaman gadis itu membuat Valdo menghela napas gusar. Sungguh, siapapun yang mengganggu gadisnya hingga takut, tak peduli siapapun itu dirinya dan Joshua sudah berjanji untuk membalas kesakitan yang serupa.

"Ya udah, geser, gih. Gue mau duduk." Hazel mendongak dan menggeleng pelan. "Oke, gak apa-apa." Demi menuruti gadisnya, laki-laki tampan itu rela mendudukkan bokongnya di antara cowok iseng tadi dan Hazel.

Suapan kelima Hazel merapatkan tubuhnya tak nyaman mengalihkan atensi Valdo dari baksonya ke gadis ini. Semakin merapat, semakin cepat pula Valdo memeluk Hazel dan mengusap lengannya pelan.

"Berani lirik, gue colok ya mata lo semua," ancamnya, karena dia sadar bibir merah merona akibat kepedasan milik Hazel menggoda laki-laki disekitar gadis itu. Ketiga temannya itu, otaknya seperti lantai yang tak disapu berbulan-bulan alias ngeres!

"Valdo, pedes. Gue gak kuat, buat lo aja, ya," rengek Hazel, bahkan gadis cantiknya telah mengeluarkan air mata membuatnya tak tega untuk tidak mengangguk.

"Buat gue aja, gimana?" tanya Key, iya benar, cowok tadi bernama Key. Dua insan yang saling memeluk itu menoleh, Hazel menggeleng keras dibalik dada bidang sepupunya.

"Jangan. Lo makan punya gue aja kalo mau, jangan punya Hazel!"

"Posesif lo, Val," protes laki-laki berambut ikal tersebut, namun tak ada balasan dari lawan bicaranya. Terpaksa ia menelan bakso beranak mercon milik Valdo dengan kesal, bahkan hingga tersedak akibat kepedasan. Jelas, level mercon yang Valdo adalah level tertinggi.

"Pelan-pelan makanya, Bego! Kualat lo sama si Bos, ye gak, Bos?" sahut salah satu teman Valdo, namun sayang jawaban yang didapat hanyalah deheman.

"Ke kelas, yuk! Sebentar lagi bel masuk," ajaknya membuat Hazel mengangguk semangat. Keduanya meninggalkan kantin yang sesak itu tanpa pamit.

•••

"Jo, gue pulang bareng Valdo ajalah, ya? Sumpah, gue capek banget pengin istirahat," keluhnya mengusap pelipisnya yang penuh peluh.

Joshua mengantikan tangan kecil Hazel dengan tangannya yang lebih besar. "Gak mau sama gue? Cuma sebentar, kok. Kalau Valdo katanya sampai sore, yakin sama dia?" Mendengarnya Hazel sontak menghentakkan kakinya kesal. Ia ingin pulang, membersihkan diri dan tidur.

Supir pribadinya sedang mengantarkan bi Onik berbelanja bulanan saat ia hubungi tadi. "Ya udah, deh. Gue naik tak-"

"Oke, kita pulang," putusnya akhir. Keduanya meninggalkan lingkungan sekolah setelah Joshua mengirim pesan ke wakilnya untuk menunda rapat beberapa menit kedepan.

Dua puluh lima menit kemudian mereka sampai di pekarangan rumah. Setelah memastikan Hazel masuk rumah dengan aman, Joshua langsung putar balik ke sekolahnya dan mengadakan rapat evaluasi bulanan.

Rapat terus berlanjut hingga jam dinding menunjukkan pukul setengah lima sore. Padahal rapat dimulai dari pukul dua siang. Duduk berjam-jam di kursi kebesarannya, membuat Joshua pegal-pegal dan ingin pulang.

"Udah selesai, kan? Kalau udah, rapat kali ini gue tutup. Kalian boleh pulang, hati-hati. Gue duluan. Selamat sore."

Sedangkan di rumah minimalis bertingkat dua, seorang gadis masih bergelut dengan mimpi indahnya bersama dua kucing bernama Luna dan Luki.

"I'm home. Joshua pulang!" Joshua melangkahkan kakinya menuju kamar pribadinya di lantai dua, dimana ruangan tersebut bersebelahan dengan kamar gadis yang baru saja ia antar pulang.

Sayup-sayup terdengar suara kucing yang bersahutan. Setelah memastikan bahwa suara itu bersumber dari kamar Hazel, ia segera membuka pintu tersebut. Namun, belum sempat terbuka sepenuhnya. Dia dikejutkan dengan munculnya Valdo di sana.

"Ngapain lo? Ngintip, ya?" tanya cowok itu iseng.

"Enggak. Gue denger ada suara kucing. Lo denger gak?" Hening sejenak kemudian Valdo membantah bahwa ia tak mendengar suara itu.

"Ngaco lo! Dah ah, sana pergi." Joshua berdecak dan meninggalkan laki-laki penuh keringat itu sendiri. Tak menunggu lama, Valdo pun mengikuti jejak Joshua.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status