Seorang gadis yang masih bergelung dalam selimut tebalnya menggeliat kecil, tangannya terangkat menutup mulutnya yang menguap lebar. Ketukan pintu disusul pekikan seorang pria bahkan kala matanya melirik ke arah jam weker ia berdecak, pasalnya masih ada waktu tiga puluh menit lagi sebelum jam itu berdering.
"Hazel, bangun woi! Anak perawan geh jam segini belum bangun, pamali."
Gadis yang dipanggil Hazel berdecak. "Iya iya, ini udah bangun." Tak lama suara derap langkah pun terdengar menjauh.
Setelah yakin nyawanya sudah berkumpul, ia melangkah gontai ke arah kamar mandi dan membersihkan diri. Lima belas menit kemudian, dia keluar lengkap dengan kaos putih polos dan celana training hitam.
Namun, sebelum ia keluar. Terlebih dahulu, ia memakai morning routine skincare dilapisi bedak tabur dan lip balm ke area wajah dan bibir, lalu beralih ke tatanan rambutnya yang ia kuncir mirip buntut kuda dan sneakers putih yang ia ambil dari rak susun sebelah lemari. Puas dengan penampilan sederhananya, ia keluar kamar tak lupa ponsel ditangan kiri juga earphone yang menggantung.
"Mau ke mana?" tanya seseorang menyambut kehadiran Hazel di tengah-tengah mereka.
"Joging dong, mumpung weekend. Udah, ah, gue berangkat. Nabila udah-"
"Sarapan!" Hazel menghiraukan perintah orang tersebut dan malah mencuri sebuah kecupan di pipi kanannya, kemudian melenggang pergi.
"Lo maju selangkah, gue gak segan-segan buat lakuin hal dulu lagi!"
"Joshua! Gue cuma mau joging doang di taman, ngapa lo yang repot? Gue sarapan di luar. Bye!" Hazel kembali melangkah, namun suara Joshua untuk melarang gadis itu pergi kembali memenuhi indra pendengarannya.
Gadis cantik itu menghentakkan kakinya kesal dan berlari ketika matanya terpaku pada laki-laki yang baru saja keluar dari kamar mandi. Mendekat ke arah laki-laki itu dan memeluknya erat.
"Kenapa, hm?" tanyanya sembari mengelus lembut pucuk kepala gadis itu.
"Gue mau joging, boleh?" Ia mendongak, menatap wajah tampan sepupunya dari bawah. Laki-laki itu tersenyum dan menggeleng, menarik pergelangan tangan pelan ke arah meja makan.
"Ih, gak mau!" Hazel berputar hingga genggamannya terlepas, lalu tanpa menunggu lama, ia keluar rumah menghiraukan seruan kedua sepupunya.
Sesampainya di taman yang berjarak 200 meter dari rumahnya, dirinya mengedarkan pandangan sembari memutar musik di ponsel untuk menemaninya olahraga. Langkahnya ia bawa ke bangku taman, saat sadar sahabatnya belum menginjakkan kaki di sini, ia berdecak sebal.
Me :
» woi, di mana lo?
» gue di taman
bilbong ♡ :
» sorry, gue baru bangun
Me :
» astaghfirullah, syaiton!
» buru sini! 10 menit ga dateng kita putus!
"Dosa apa gue punya sahabat kek elu, Bil, Bil," gerutunya saat pesan singkat hanya berakhir dibaca. Tak ingin mati kebosanan sendiri, dia mulai pemanasan dan berlari kecil mengitari taman.
Tiga puluh menit berlari, membuatnya bermandikan keringat. Lagi-lagi Hazelna berdecak, karena Nabila alias sahabatnya baru saja menapakkan kaki di rerumputan taman.
"Buset, udah keringetan aja lo, Zel. Daritadi, kah?" tanya gadis berkerudung itu. Tangannya aktif mengusap keringat yang menetes di pelipis sang sahabat.
"Thanks! Lelet banget sih lo. Gue capek. Mana laper lagi. Sana lari terus traktir gue makan buryam," balas Hazelna.
Nabila menyengir dan menggeleng pelan. "Sorry, Zel. Balik aja yuk, gue diteror. Nih, kalau lo gak percaya." Ponsel Nabila kini berpindah ke tangan Hazel, dimana terlihat roomchat antara dia dan Joshua.
Joshua :
» dmn?
Me :
» rumah, mau ke taman
» ngpa?
Joshua :
» oh, blk jgn mkm
» n
Me :
» lo ngomong paan?
"Asli, kalau itu bukan sepupu lo, gue nyerah, Zel! Gak ngerti lagi sama es satu itu," oceh Nabila. Saat ini mereka tengah berjalan di trotoar menuju rumah Hazelna. Sedangkan, tanpa menghiraukan ocehan Nabila yang sering kali ia dengar dan tak pernah puas untuknya tertawa terbahak.
"Jangankan lo, ya Bil. Gue aja nih selaku sepupunya pengin banget rasanya resign jadi sepupu dia," balas Hazelna masih terkikik geli. Namun, getaran di kantung celana trainingnya menghentikan langkah serta tawa mereka.
my josh^^ :
» plng!
Me :
» ih, gue mau makan diluar
my josh^^ :
» gofud
» buru, plng!
Me :
» bacot banget
"Eh, kampret! Aduh, Bil, gue salah ketik. Gue yakin bentar lagi dia bakal- Ah, kan, dia telpon!" Tanpa sadar, Hazelna berlari kencang meninggalkan Nabila di tempatnya berdiri.
Nabila yang sadar setelah Hazel menghilang dari pandangan pun ikut berlari ke rumah sahabat resenya itu. Sampai di halaman rumah, ia membungkukkan badan sekaligus mengatur napas. Saat napasnya barusan teratur, kembali ia menahan napas setelah mendengar suara berat dari belakangnya.
"Etdah, napas gue baru bener. Nih orang malah dateng," batinnya.
"Bil, ngelamun?" Nabila berbalik, mendapati Valdo yang tersenyum manis apalagi dengan adanya gisul di sebelah kanan atas. Oh, betapa manisnya ciptaan Tuhan yang satu ini.
"Hei, Bil!" Melihat Nabila yang lagi-lagi melamun, dia berinsiatif melambaikan tangan di depan wajah gadis berhijab ini.
"Ha? Eh, so-sorry, Val. Eum, ya udah, masuk yuk!" ajak Nabila canggung. Merasakan pipinya yang terasa panas, dia memilih meninggalkan Valdo yang mematung.
"Gemesin banget. Rasanya pengin gue halalin, deh. Argh, udah gila pasti gue nih ketularan si Hazel."
Sedangkan di dalam rumah, Hazel masih meluncurkan rayuan andalannya agar ia diberi izin untuk pergi hang out tanpa kedua sepupunya, istilah kerennya itu girls time.
Dari tempat duduknya, ia memandang lekat pergerakan Joshua yang masih sibuk dengan segelas susu di tangannya. Bola matanya berotasi saat gelas tersebut diangsurkan padanya. "Nih, minum."
Namun, tak urung ia ambil dan meminumnya setengah. "Gue bukan anak kecil yang harus minum susu, Jo," protes Hazel, kemudian menghabiskan susu cokelatnya cepat.
"Iya, bukan anak kecil tapi bagi gue lo masih bayi. Mau sarapan apa? Lo belum sarapan tadi." Lagi-lagi Hazel diperlakukan layaknya anak bayi yang baru saja lahir padahal mereka lahir di tahun yang sama. Ya, walau hanya berbeda beberapa bulan, nilai plusnya Joshua lebih dulu lahir ketimbang Hazel dan Valdo.
"Roti, mau?" Hazel menggeleng cepat. "Gue dari tadi pengin banget makan bubur ayam. Valdo mana, ya?"
"Tok tok tok. Pakeet. Ahsiaap!" Nah, kan! Valdo itu seperti dedemit yang selalu muncul tiba-tiba saat namanya disebut.
"Valdo, beliin bubur- Wah, bubur ayam! Thank you so much." Raut wajah Hazel berbinar seketika, setelah merebut plastik berisikan sterofoam yang ia yakini bubur ayam, Hazel meninggalkan Valdo yang mematung sambil memegang pipinya yang ia kecup.
Joshua, Nabila dan Valdo sontak tersenyum melihat tingkah Hazel yang menurut mereka masih pantas disebut sebagai anak kecil.
"Zel, please hargain, dong!" Valdo yang sedari tadi diam tiba-tiba bersuara, mengalihkan perhatian Hazel dari bubur ke wajah Valdo. Lalu menaikkan alisnya sebelah.
"Bubur ayam itu seni dan dengan santainya lo aduk gitu aja? Wah, parah, sih!"
"Val, please. Gue laper jadi jangan ajak gue debat dulu, oke? Belum ada tenaga, nih!" protes Hazel dan menyuap buburnya dengan tak santai membuat mereka terkekeh geli, kecuali Joshua yang menatap tingkah mereka datar.
Kaki jenjang Hazel membawanya ke lantai dasar dengan riang. Rambut hitamnya ia gerai menambah kadar kecantikan gadis blasteran Indo-London itu."Selamat pagi, sayangnya aku," sapanya ketika sampai di ruang makan dan duduk di sisi kiri Joshua, dimana ia tak memutuskan pandangan dari sang sepupu sedikitpun."Rok lo gak ada yang lebih pendek, Zel?" sindir Joshua membuat Valdo yang sedari tadi menunduk sontak mendongak.Tanpa menjawab, Hazel memilih untuk menerima sepiring roti panggang selai cokelat yang diulurkan oleh Bibi Onik, asisten yang diutus orang tua mereka."Ada kok. Cuma gue lagi males pake yang itu," jawabnya santai, setelah menelan sesuap sarapannya yang begitu nikmat. Terlebih ditambah susu cokelat hangat.Valdo yang penasaran lantas menegakkan badannya dan melirik ke arah setengah paha Hazel yang terekspos. Takut-takut bisa khilaf, dia kembali mendudukkan bokong
Mata berwarna hazel tersebut mengerjap perlahan menyesuaikan dengan cahaya. Tangan lentiknya memegangi kepala yang berdenyut. Bibirnya mengeluarkan ringisan, dibalas suara penuh khawatir. "Zel? Syukurlah lo udah sadar. Nih, minum dulu." Perlahan-lahan diminum teh yang telah Joshua sediakan. Di ruangan ini, hanya ada Joshua dan Hazel saja sedangkan yang lainnya telah diutus untuk kembali ke kelas masing-masing oleh sang ketua OSIS. Hazel tersenyum manis membuat Joshua mengernyit heran. Namun, tak urung laki-laki itu membalas senyuman Hazel tak kalah manis. "Jo, mau ke kelas," pinta Hazel lemah. "Oke, yuk! Nanti istirahat pertama sama Valdo, ya. Gue ada rapat," ujarnya yang diangguki Hazel. "T-tapi gue malu kalau ke gedung Sosi
Ketukan pintu kelas terdengar membuat penghuni sepawa atau hasil akronim dari sebelas mipa dua mengalihkan perhatian menuju pintu secara serempak.Salah seorang dari mereka beranjak, menghampiri orang tersebut dan tak lama menyembulkan kepalanya ke dalam."Hazel, Jeje sama Nabila bikin masalah apa lagi kalian?" tanyanya."Masalah? Gak ada kayaknya. Apaan, sih?" Rasa penasarannya melambung tinggi, akhirnya demi menuntaskan rasa itu ia menghampiri teman sekelasnya yang masih saja di ambang pintu."Kenapa manggil gue? Eh, lo kelas sepuluh, kan?" Gadis yang ia ketahui adik kelasnya itu mengangguk pelan dan dengan hati-hati menyampaikan informasi bahwa ia dan kedua temannya dipanggil oleh guru BK. Selesai urusannya, gadis itu berlalu setelah mendapat ucapan terima kasih dari sang primadona Altair."Masuk, yuk! Bikin masalah apalagi lo sama mereka?""Gak ada ya, Se
"Assalamualaikum, Hazel pulang!" sapa Hazel dengan nada riang, tak ketinggalan dua pet cargo yang senantiasa ia bawa."Wa'alaikumussalam, wah kesayangan kita darimana, nih?" balas Valdo menggoda."Dari pet shop terus ke mal. Ah, iya, Val, tolong dong Luna sama Luki dibawa ke kamarnya, gue mau ambil hasil jalan-jalan," pintanya, dalam sekejap kucing tersebut raib dari pandangan."Non, ini ditaruh mana?" tanya Pak Surya."Eh? Aduh, maaf Pak, Hazel ngerepotin Bapak. Udah sini Hazel aja yang bawa Pak, Hazel jadi gak enak, nih." Sungguh tak enak rasanya, padahal bisa saja ia membawa belanjaan itu sendiri.Joshua sendiri yang sedari tadi hanya memicingkan matanya terkesiap melihat raut wajah Hazel yang kesal, bagaimanapun kesalnya seorang Hazelna itu bisa tertutup rapat dengan ekspresi yang lain. Namun, tetap saja Joshua bisa menerkanya."Ndak papa, Non. Ya u
Seperti yang telah diketahui bersama, bahwa hari ini tepatnya hari Jumat, Hazel kembali ke aktivitas semulanya yakni, sekolah di Altair High School. Tempatnya mengemban ilmu selama hampir dua tahun ini.Sekolah yang memiliki tiga lantai di dua gedungnya yang berseberangan cukup jauh. Gedung MIPA dan gedung Sosial dimana lantai dasar terisi oleh seluruh kelas sepuluh, di lantai dua kelas sebelas dan di lantai tiga ada kelas dua belas. Dengan dilengkapi tangga juga lift. Diantara kedua gedung itu ada masjid dan gereja yang bersebelahan.Dilengkapi dua lapangan basket, in door dan out door. Satu ruangan luas untuk olahraga dalam ruang, misalnya senam lantai dll. Satu kolam renang in door, serta ada satu ruang khusus gym. Pun ada gedung ekstrakulikuler di sana, berisi beberapa ruangan luas khusus ekstrakurikuler yang biasanya menggunakan ruangan, misalnya vokal dan musik.Setelah melewati lobi, di ujung sana terlihat satu ge
"Wah, berani juga lo nemuin gua. Gua pikir lo takut."Kedua laki-laki yang masih nangkring di atas motor Kawasaki Ninja 300 berwarna hitam dan putih masing-masing insan itu tersenyum miring."Bacot banget." Di atas motor putih itu sambil mengunyah permen karet membalas. "Gue gak punya banyak waktu. So, penting gak?"Rei meludah ke arah kirinya. "Gua gak mau basa-basi, sih. Gu-""Kan yang basa-basi elo, Sat," potong Valdo kesal."Kayak apa yang gua chat, gua nantangin kalian balapan dengan Hazel jadi taruhan.""Wah, sialan nih Si anjing! Hazel gak ada urusannya ya, njir. Jangan bawa-bawa nama sepupu gue!" Joshua yang sedari tadi menahan emosi, kini meluap-luap."Santai dong, santai." Dua orang cewek dengan pakaian kurang bahan di sebelah Rei ikut menyahut. Entahlah, apa fungsi keduanya yang jelas-jelas membuat salah satu sepupu Hazel
Di depan kamar Hazel, ia langsung disuguhi pemandangan kedua lelaki bermata merah akibat kurang tidur tak lupa dengan beberapa luka yang menghiasi wajah tampan mereka."Pagi, Zel," sapa mereka bersamaan ditambah senyuman manis berharap agar perempuan itu luluh.Hazel menatap keduanya datar dan melengos pergi diekori dua lelaki itu. Bahkan ke manapun kaki Hazel melaju begitu juga dengan keduanya. Benar-benar mirip dengan anak ayam pada induknya."Zel, lo tau gak? Kita dikeroyok sama si Rei soalnya dia kalah balapan," ungkap Valdo. Joshua di sebelahnya reflek menyenggol lengannya.Joshua berbisik, "Sst! Hazel jangan tau nanti– eh, Hazel." Tatapan tajam yang dilayangkan sepupunya itu menghentikan.Hazel diam membisu, melangkah ke ruang tengah. Ah, iya, kedua laki-laki itu paham sekarang. Walaupun sedang dalam mode diamnya ia tetap perhatian apalagi jika wajah merek
"Gue gak suka kalian berurusan lagi sama Rei, pokoknya jangan! Gue bisa lebih marah dari kemarin, loh. Apalagi kalau cuma menghilang dari hadapan kalian, gampang!" omel Hazel."Lo juga salah," sahut Joshua santai."Iya, gue tau, sorry.""Makanya sekarang kalau ada apapun langsung cerita jangan ambil keputusan sendiri," ujar Valdo yang sedari tadi menyimak."Yang ambil keputusan sendiri siapa?" Joshua sengaja memancing, Valdo sepertinya tidak sadar bahwa ia menyindir dirinya sendiri."Ya gue, udah ah, sorry. Sini berpelukan! Kangen banget gue sama Hazel." Akhirnya Hazel meringsek dalam pelukan Valdo yang memang ia rindukan dan dirinya merasakan beberapa kecupan yang tersemat di pucuk kepalanya.Beralih ke pelukan Joshua, ia pun kembali mendapat kecupan yang sama kali ini ditambah elusan lembut pada surainya. "Jangan diulangi, ya," pintanya yang langsung diangg