Malam itu, suasana kantor sudah sepi. Aneth menekan tombol turun pada lift hendak ke kafetaria. Ia menunggu sambil melamun memerhatikan ujung-ujung sepatunya. Hingga kemudian lift berdenting dan terbuka, dia lalu mendongak. Terperangah mendapati siapa yang berdiri di dalam lift.
“Mau turun?” tanya laki-laki itu ketika Aneth bergeming di tempat.
“H-huh? Ya...” jawabnya terbata.
“Silakan...” Laki-laki itu lalu bergeser.
Aneth masuk ke dalam lift dengan canggung. Saking gugupnya ia hampir lupa bernapas. Laki-laki yang sekarang ada di sebelahkanya adalah orang yang belum lama men—
“Tim kamu masih lembur?” Pertanyaan Yuka membuyarkan lamunannya.
“Oh? Nggak, cuma saya.”
Sebelah alis Yuka terangkat bingung. “Kenapa kamu lembur?”
“Itu... file artwork saya nggak kesimpan, jadi harus ngulang desainnya,” Aneth menjawabnya tanpa menatap Yuka. Lebih tepatnya, ia tidak bisa
Berikan bintang dan ulasan untuk terus mendukung Aneth yaa :)
Aneth melangkah masuk dengan canggung. Baru kali ini ia datang ke rumah pria dewasa yang tinggal sendiri. Tidak, kalau dipikir lagi ini bukan pertama kali. Sebelumnya dia pernah dibawa ke rumah Elden. Ingatan tidak penting yang nyaris terlupakan.Awalnya ia tidak bisa mengiyakan tawaran Yuka. Tapi laki-laki itu berkata, “Ini udah malam, Neth. Kalo ternyata kuncinya nggak ketemu, besok kamu harus kerja, terus baju kamu gimana? Kalo kamu ke tempatku sekarang, kita bisa ke mal deket apartemenku belanja keperluan kamu untuk malam ini sebelum mal tutup.”Saat itu jam sudah menunjukkan hampir pukul sembilan. Dia memang harus cepat-cepat bergegas. Tapi entah kenapa Aneth masih ragu. Ditambah fakta bahwa ia akan tidur seatap dengan Yuka membuatnya sangat-sangat tidak nyaman.Seperti mengerti apa yang dipikirkan Aneth, laki-laki itu lalu menegaskan, “Kalo kamu takut aku macem-macem, aku bisa panggil Yurika ke tempatku.”Wajah Aneth yang sem
“Ndan, yang ini mau taruh di mana?” tanya seorang laki-laki mengeluarkan satu bal karung besar yang diikat tali dari dalam truk. Suasana pagi hari di pergudangan itu sudah ramai. Beberapa truk besar yang dipenuhi barang sudah terparkir di halaman sejak tadi. Para pegawai sibuk mengangkut karung-karung yang dibawa truk itu. “Di dekat rak sana aja,” Elden menjawabnya sambil menunjuk rak yang penuh karung sejenis. Sejak kepulangannya ke tanah air, ia membuat cabang bisnis impor orang tuanya untuk didistribusikan ke pedagang-pedagang yang tidak ingin repot mengurus ijin impor dan segala perintilannya yang menyulitkan. Karena keluarga Elden memiliki koneksi pada bidang perijinan impor, prosesnya tentu jadi lebih mudah baginya, dan bisa membantu para pengusaha pada bisnis skala kecil hingga besar. “Jangan lupa hitung barang yang datang udah sesuai belum,” ucapnya lagi. “Siap Komandan!” jawab pegawainya dengan kompak. Elden mengeluarkan ponse
Tinggal menumpang di rumah orang lain tanpa membayar sewa rasanya tidak nyaman. Terlebih ia malah tidur di kamar, dan Tuan rumah tidur di sofa. Ranjang yang dipesan Yuka belum datang juga. Belum lagi Bosnya selalu mentraktirnya makan malam bersama.Meski Aneth telah mengucapkan beribu terima kasih, masih terasa tidak sepadan dengan apa yang diterimanya. Oleh karena itu kemarin Aneth bertanya, apa ada yang bisa dia lakukan untuk Yuka. Apa ada yang diinginkan laki-laki itu?Kemudian di sinilah Aneth, berkutat di dapur setelah berbelanja. Hari ini Yuka pulang lebih telat darinya. Dia sudah tidak lembur lagi karena desainnya sudah selesai kemarin. Karena Yuka memberikan satu kartu akses masuk ke unit apartemennya, Aneth bisa langsung masuk walau pulang lebih dulu.Pulang.Mungkin kata datang lebih tepat.Ini bukan rumahnya.Laki-laki itu kemarin bertanya, apa Aneth bisa memasak. Katanya, makan masakan rumah sepertinya menjadi hal yang d
Semalaman ia tidak bisa tidur dengan nyenyak karena perlakuan Yuka. Laki-laki itu tidak menyentuhnya, tapi menyiksa hati dan pikirannya dengan tingkah laku yang membingungkan. Apa sikap seperti itu disebut menggoda?‘Ah, gila. Kepedean banget sih, Neth.Mana mungkin orang seperti Yuka menggodanya?’Maksudnya, kalau mau marayu ya minimal yang levelnya seperti Ivy. Atau seperti wanita yang pernah berciuman dengan Yuka waktu itu.Ponselnya tiba-tiba bergetar membuyarkan lamunannya. Panggilan masuk dari ibunya.“Halo,” jawab Aneth malas.“Ke mana aja kamu nggak pernah telepon, nggak mampir juga di akhir pekan?”“Lembur.”“Bulan depan ada libur kan? Pulanglah ke rumah. Jangan cuma habisin waktu bekerja. Percuma kamu kerja setiap hari, sementara di usia segini anak gadis lain udah mempersiapkan pernikahan. Tetangga kita Tante Leny anaknya mau nikah bulan depan,&r
Hangat, nyaman, harum, dan sempit. Baru kali ini Aneth tidur senyenyak dan senyaman ini. Seperti ada kelegaan tersendiri. Sepanjang malam seperti dilingkupi aroma terapi selama tidurnya. Ia meregang sebentar sebelum membuka mata hingga menyadari badannya terbelit sesuatu namun bukan selimut.Bukan selimut???Dia pun membuka matanya yang masih berat. Seketika mengerjap kaget mendapati tangan kekar yang melingkari tubuhnya.‘Apa ini?!’Dia ketiduran di rumah Elden lagi?Tapi dia tidak bertemu laki-laki itu. Dia kan di apartemen Yuka.Apartemen Yuka.Begitu kata-kata itu terulang di kepalanya. Gadis itu membalikkan badan dan langsung terkesiap ketika melihat wajah tidur Yuka. Benar juga, kemarin Aneth menungguinya yang sedang demam. Laki-laki itu kembali merangkulnya setelah ia mandi.Ya, dia meninggalkan Yuka lebih dari lima menit kemarin. Tapi ternyata Bosnya belum tidur juga. Terpaksa Aneth mengham
Pertama kali dalam hidupnya Aneth dapat menikmati berciuman dengan seorang pria. Berciuman dengan normal tanpa didasari rasa takut, rasa bersalah, cemas, maupun keterpaksaan. Jika diingat, kemarin bahkan mereka melakukannya dengan penuh gairah. Hingga sebelum tidur, mereka melakukannya lagi berkali-kali dan lebih lama di ranjang. Meski gerakannya menuntut, tapi perlakuan lembut Yuka menenangkan.Ya, mereka memang tidur di ranjang yang sama. Tapi tidak ada hal lain yang dilakukan setelah itu. Lebih tepatnya karena Aneth tidak menghendakinya. Ia tidak mungkin memperlihatkan pada Yuka keadaan tubuhnya.Selama ini berciuman adalah hal yang menakutkan bagi gadis itu. Hal yang hanya pernah dilakukannya dengan Elden. Tanda yang akan mengingatkannya pada kejadian itu. Sebagai bentuk penebus atas apa yang ingin disimpannya rapat-rapat.Aneth tidak tahu, mengapa kali ini dia bisa melakukannya semudah itu. Saat dengan Valdi jelas-jelas kecemasan menyelubungi dirinya walau
“Ayo, Yuka juga duduk, makan sama-sama. Nggak buru-buru, kan?”“Nggak kok,” jawab Yuka menebar senyum menawannya.Tadi, sewaktu Aneth turun dari mobil, pas sekali saat kak Rena juga baru tiba di rumah Mama. Dia memanggil Aneth dan bertanya siapa yang mengantarnya. Lalu dengan wajah berbinar seperti matahari yang terik siang itu, laki-laki itu turun dari mobilnya menyapa kak Rena.‘Kukutuk kamu, Bos!’“Halo...” Yuka mengangguk sopan.“Oh,” Kak Rena terpukau sesaat menatap sosok yang super tampan itu. “Halo,”“Temennya Aneth?” tanya kak Rena kemudian.“D-dia atasanku di kantor kak!”“Atasan di kantor? Kamu diantar ke sini?”“I-itu tadi... sebelum ke sini ada urusan sebentar,” jawab Aneth tidak sepenuhnya berdusta. Mereka memang ada urusan di kos Aneth, kan.Yuka melirik Aneth sekilas
Aneth hanya melamun selama perjalanan, teringat pada perdebatannya dengan Om Ben dan kata-kata Mama yang terus membawa pikirannya berkelana pada kejadian-kejadian yang telah dialaminya. Ironisnya ia seperti ditampar oleh fakta bahwa dirinya dan Yuka sama sekali tak cocok.Ia juga tahu sejak awal mereka sangat berbeda bagai langit dan bumi. Yuka lelaki yang tampan, dari keluarga terpandang, cerdas, berkepribadian baik, pekerja keras, dan segudang kelebihan lain yang dia miliki, yang bisa membuat orang lain iri padanya, termasuk Aneth.Sementara Aneth, perempuan biasa dengan jerih payahnya, bukan golongan wanita super cantik, tidak pandai bergaul, tidak punya sesuatu yang patut dibanggakannya, gangguan mental yang kadang menyiksanya. Terlebih, ia bercacat. Meski telah bekerja keras dan berdoa, jika semesta tetap tidak mendukung, memang apa yang bisa diperbuat?Kemenangannya dalam sayembara itu pun pertama kali dalam hidupnya. Sesuatu tak terduga sepanjang sejarah.