Home / Rumah Tangga / Bukan Suami Pilihan / Bab 1 - Kenapa Harus Menikah Denganmu?

Share

Bukan Suami Pilihan
Bukan Suami Pilihan
Author: Koran Meikarta

Bab 1 - Kenapa Harus Menikah Denganmu?

last update Last Updated: 2022-07-11 15:24:07

"Kenapa kaumau menikah denganku? Aku sudah mempunyai anak dan aku bukan wanita baik-baik. Tidak ada untungnya bagimu menikahiku."

Emily menatap lelaki di depannya dengan ekspresi datar. Dia menahan amarah karena merasa tertekan oleh keinginan orang tuanya, yang memintanya untuk segera menikah. Hingga dia berakhir di sini. Di sebuah restoran bersama seorang lelaki asing. Mereka baru bertemu pertama kali di sini. Meski ibunya bilang, kalau lelaki di depannya adalah anak dari mantan atasannya dulu. Tapi, siapa peduli?

"Tidak ada alasan lain. Ini perintah orang tuaku."

Jawaban singkat, padat dan jelas itu, berhasil membuat Emily mengernyitkan dahi. Bibir merahnya ikut berkedut. Menyorot aneh lelaki di depannya. Perintah orang tua? Semudah itu orang di depannya ini bicara. "Apa kau Tuan Muda yang manja? Siapa namamu tadi?"

"Keenan Derrel Fellano. Tolong ingat terus nama itu dan jangan sembarangan menilaiku, Emily."

Kalimat bernada penuh penekanan dan tatapan tajam Keenan seakan menembusnya. Emily merasa tidak nyaman saat lelaki asing itu mengintimidasinya. Sambil mengalihkan pandangan sesaat, Emily berusaha tak mengindahkannya. Dia menyandarkan tubuhnya di kursi sembari meminum juice di depannya. Meredakan rasa haus yang sejak tadi mengganggu.

"Bagaimana aku tidak menilaimu begitu? Kau sangat penurut pada orang tuamu. Hidupmu sepertinya sangat monoton, Tuan Muda," ucapnya dengan nada mencemooh.

Emily menyunggingkan salah satu sudut bibirnya ke atas. Menatap remeh lelaki yang ada di depannya. Dia ingin lelaki itu kesal dan menolak menikahinya. Emily juga ingin cepat pulang dan membawa anaknya. Dia mengkhawatirkan Javier di tangan orang tuanya.

"Setidaknya aku bukan anak pembangkang yang sering bergaul bebas, sampai menghamili anak orang, lalu tidak menikahinya."

"Apa? Beraninya kau—"

Kedua bola mata Emily melotot sempurna. Dia menatap tidak terima ke arah Keenan. Apa lelaki itu sedang menyindirnya? Tapi, bagaimana mungkin Keenan tahu masa lalunya? Emily menggeleng. Dia berusaha untuk tidak peduli dan meyakinkan semuanya baik-baik saja. Keenan mungkin hanya asal bicara dan tidak bermaksud apa-apa. Meski segala hal tentang pernikahan dan pergaulan bebas, selalu membuatnya sensitif. Masa lalunya yang dilalui oleh banyak kesalahan, membuat dia sering kali menjadi bahan cemoohan orang-orang.

"Kenapa kau marah? Aku harap, perkataanku tidak menyinggungmu." Keenan tersenyum sangat amat tipis dan sama sekali tidak sadari oleh Emily. Mata elangnya memerhatikan ibu muda satu anak itu. Kesan pertama yang cukup buruk. "Aku tidak mau berbasa-basi lagi, menikahlah denganku. Aku akan menjamin hidupmu dan anakmu."

Emily mendengkus melihat kegigihan Keenan. Ada banyak wanita, kenapa harus dia?

"Aku tidak bisa menikah dengan alasan perintah orang tua. Cari saja wanita lain yang mau menikah denganmu dan batalkan semua ini," ujar Emily dengan setengah frustrasi. Dia memegangi kepalanya yang berdenyut sakit. Urat sarafnya ikut tegang saat berbicara dengan Keenan. Pernikahan bukan prioritasnya saat ini. Dia hanya ingin memerhatikan buah hatinya. Itu saja. Emily merasa dia sudah cukup mampu berperan sebagai orang tua ganda untuk Javier.

"Tidak ada waktu lagi. Aku tidak tahu wanita mana yang mau denganku."

"Huh?"

Emily tidak bisa menahan keningnya untuk tidak berkerut. Sesaat, pikirannya terasa buntu ketika harus mencerna kalimat yang keluar dari mulut lelaki di depannya. Apa telinganya bermasalah? Atau memang, Keenan yang bermasalah?

Manik matanya refleks mengamati penampilan Keenan dengan detail. Penampilan Keenan jelas tidak buruk. Sangat tidak buruk atau malah bisa dikatakan sempurna. Rambut sehitam arang dan kemeja hitam lengan panjang, membentuk tubuh proporsionalnya. Sekali lirik, Emily tahu tubuh seperti apa yang ada di baliknya. Belum lagi aroma parfum yang begitu menusuk, tapi memberi kesan menyenangkan.

Wajahnya tampan dan sorot matanya terlihat tegas. Emily bisa merasakan aura dominan di sekitar Keenan yang mengintimidasinya. Keenan mungkin lebih tua beberapa tahun darinya, tapi jelas lelaki di depannya menarik secara fisik. Namun apa yang baru saja dia dengar? Tidak ada wanita? Apa lelaki ini sedang bercanda atau membodohinya? Siapa yang akan percaya dengan perkataan itu?

"Aku sudah sering bertemu dengan lelaki berengsek. Jangan main-main denganku."

"Apa menurutmu aku terlihat seperti salah satu dari mereka?" Keenan menunjuk wajahnya sendiri dengan masih mempertahankan ekspresi tanpa senyumnya.

"Terserah apa katamu, tapi aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak bisa menikah denganmu. Aku tidak puas jika harus tidur dengan satu laki-laki." Emily sedikit memajukan tubuhnya saat menyebut kalimat terakhir. Dia menyunggingkan senyum sinis, sembari memerhatikan reaksi jijik yang akan ditampilkan Keenan. Namun beberapa menit mengamati, lelaki itu tampak masih dengan ekspresi yang sama. Alhasil, Emily menjauhkan dirinya kembali.

"Lakukan saja, aku tidak akan melarangmu untuk tidur dengan lelaki lain. Tapi aku tidak akan bertanggung jawab jika orang tuamu tahu tentang ini."

Emily refleks menggebrak meja saat Keenan membahas kedua orang tuanya. Senyumnya langsung surut dan berganti dengan penuh kejengkelan. Dia benci diancam seperti anak kecil. "Kalau begitu, lupakan pembicaraan kita malam ini dan jangan pernah menemuiku lagi. Aku paling tidak suka dengan orang yang suka mengadu."

Tak peduli dirinya telah menjadi pusat perhatian beberapa orang, Emily dengan tak acuh segera bangkit dari duduknya sembari mengambil tas. Dia merasa pertemuan kali ini mencapai titik buntu dan tidak ada pembicaraan yang bermutu. Emily benar-benar tidak suka orang seperti Keenan. Dengan berapi-api, dia melangkah cepat meninggalkan lelaki itu. Namun ketika dia akan mencapai pintu, langkahnya tiba-tiba tertahan saat tangannya tertarik ke belakang dan membentur sebuah tubuh dengan cukup keras. "Hei!"

"Aku juga paling tidak suka dengan orang yang pergi begitu saja di tengah pembicaraan, Emily," bisik Keenan tepat di telinga Emily. Menyentak wanita itu karena tindakannya. Akan tetapi, seakan tidak puas membuat Emily terkejut, dia dengan cepat menarik wanita itu agar menghadapnya. Memegang erat pinggul ibu muda tersebut di hadapan semua orang.

"Pembicaraan kita sudah selesai dan aku juga tidak menyukaimu. Jadi lepaskan aku dan batalkan pernikahan itu," tekan Emily sembari mendorong kasar kedua bahu Keenan. Dadanya bergemuruh menahan jengkel karena sikap lelaki itu yang sangat keras kepala. Belum pernah dia bertemu dengan orang pemaksa seperti ini.

Sayangnya, sepertinya itu bukan akhir dari kesengsaraannya. Tangannya sama sekali tidak dilepaskan oleh Keenan. Lelaki itu malah dengan santainya menarik dia pergi, tanpa melepaskan genggaman paksa di tangannya. Emily berusaha memberontak, tapi nyatanya itu sia-sia. Cengkeraman Keenan sangat kuat dan lelaki itu membawanya masuk ke dalam mobil. "Lepas, sialan! Kau melakukan kekerasan. Aku bisa melaporkanmu!"

"Aku tidak melakukan apa pun." Keenan dengan cepat melepaskan tangan Emily setelah mendorongnya cukup masuk ke dalam mobil. Wanita itu terjerembab dan dia memanfaatkan itu untuk segera masuk melalui pintu kemudi. Mengunci pintu mobil dengan cepat. Tak membiarkan Emily pergi begitu saja.

"Keenan! Turunkan aku! Aku mau pulang."

"Kita akan pulang," jawab Keenan sambil melajukan kendaraannya dengan cepat.

Sementara Emily melirik tajam lelaki yang baru saja memaksanya masuk ke dalam mobil. Ini baru pertemuan pertama mereka, tapi lelaki tidak tahu diri itu sudah berani bertindak seenaknya. Kenapa ada orang yang tidak tahu malu seperti ini? Keenan bersikap seolah mereka sudah lama dekat. "Ini bukan jalan menuju rumahku. Berhenti di depan."

"Siapa yang bilang kita akan ke rumahmu?"

"Apa? Lalu kita akan ke mana?"

Keenan melirik Emily yang terkejut melalui ujung matanya. "Ke rumahku. Malam ini, kau akan menginap di sana."

"Kau gila!" pekik Emily.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 111 - Kejutan Untuk Keenan (Extra Part)

    "Oek ... oek ...."Suara tangis anak kecil terdengar jelas dan mengusik ketenangan Keenan yang saat ini sedang asyik terlelap. Dia menutup telinganya dengan bantal, tapi suara itu tetap terdengar dan justru semakin keras. Dia berdecak kesal, tapi tak ayal matanya terbuka. Keenan setengah mengantuk, terduduk dan melihat ke arah keranjang bayi. Lalu beralih melirik Emily yang tertidur pulas. "Yang, Sayang? Anak kita nangis." Keenan mengguncang tubuh Emily, berharap istrinya akan segera bangun. Namun Emily hanya melenguh dan tetap terlelap. "Sayang, Feli nangis."Keenan masih mencoba membangunkan Emily, tapi istrinya masih terlelap. Dia yang melihat itu, merasa bingung karena tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ini sudah nyaris empat puluh hari sejak Feli lahir, tapi dia belum bisa menggendongnya. Namun melihat Emily yang sepertinya tidak akan bangun, Keenan akhirnya berusaha mendekat dan menatap anaknya. "Ssstt, Feli sayang, jangan nangis ya. Mommy lagi tidur, kamu juga harus tidu

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 110 - Kelahiran Malaikat Kecil (End)

    Lima bulan kemudian .... "Akhhh ... akhhh ... sakit!"Emily mengerang hebat. Dia mencengkeram kuat lengan Keenan sembari mendengar intruksi sang dokter untuk terus mengejan. Keringat bercucuran seiring dengan dirinya yang berusaha keras mengeluarkan sang anak. Rasa sakit di perutnya semakin menjadi dan Emily harus tetap dalam kesadarannya agar bisa melahirkan anak keduanya dengan selamat. "Sayang, ayo semangat! Kamu pasti bisa," ucap Keenan sambil mengecup tangan Emily dan mengusap keringat di keningnya. Dia takut dan cemas melihat Emily bersusah payah mengeluarkan anaknya. Hingga dirinya kini membiarkan saat kukuk-kukuk tajam Emily menancap di kulitnya. Rasa sakit yang dia rasakan sekarang, sama sekali tidak ada apa-apanya dibanding apa yang dirasakan oleh istrinya. "Ayo, Bu, sedikit lagi. Kepalanya sudah keluar."Keenan tak berani melihat anaknya. Dia hanya fokus pada Emily yang kini berjuang keras, hingga akhirnya istrinya itu menjerit kuat sampai kemudian disusul oleh suara tang

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 109 - Cinta Terakhir

    "Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga, sekarang ... juga ...."Suara nyanyian ulang tahun bergema di sebuah ballroom hotel, yang mana saat ini mereka sedang merayakan hari ulang tahun Evelyn. Mengundang beberapa anak, termasuk Javier yang datang bersama Emily dan Keenan. Ada juga James yang turut hadir untuk menemani. Perayaan ulang tahun itu juga digelar bersamaan dengan acara syukuran atas kehamilan kedua Ashley, hingga cukup banyak orang dewasa yang datang. "Selamat ulang tahun, Evelyn."Semua orang berseru memberi selamat hingga acara terus berlanjut pada pemotongan kue. Gadis kecil yang kini seusia Javier itu tampak sangat antuasias saat memotong kue untuk dibagikan pada teman-temannya. Namun sebelum itu, Evelyn hendak memberikan kue potongan pertamanya. Emily, Keenan dan Javier hanya mengamati Evelyn yang menuruni panggung sampai gadis itu tak disangka berjalan ke arah mereka. Emily hanya bisa mengernyit kebingungan menanti aksi apa lagi yan

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 108 - Apa pun Demi Anak Kita

    "Mom, jadi Mommy suka sama Ayah, ya?""Eh? Kenapa kamu bertanya begitu?" Emily yang sedang mengusap puncak kepala Javier untuk menidurkan sang anak, terkejut oleh pertanyaan yang tiba-tiba terlontar dari mulut kecil itu. "Kata Ayah, Mommy itu cinta banget sama Ayah, jadi Mommy ngejar-ngejar Ayah, terus hamil Iel deh. Beneran gitu, ya, Mom?" tanya Javier dengan penasaran. Dia tidak sadar jika pertanyaannya itu membuat Emily langsung mati kutu. 'James, kau bilang apa saja pada anakmu!' Emily menggeram dalam hati. "Y-ya, itu masa lalu. Ayahmu bilang apa lagi sama kamu?""Buanyyakkk banget, Mom!" Javier melebarkan kedua tangannya untuk mengekspresikan sebanyak apa James bercerita tentang Emily. "Ayah banyak cerita tentang Mommy. Katanya, Mommy, Ayah dan Tante Ashley itu teman. Ayah itu populer dan Mommy suka Ayah karena Ayah ganteng. Iya sih, Ayah ganteng, Iel juga jadinya ganteng.""Iya, itu benar. Terus apalagi yang Ayahmu katakan?""Hmm, itu ... Ayah bilang, dulu Ayah nggak suka Mom

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 107 - Perkara Camilan

    Satu minggu kemudian .... "Mommy! Daddy! Iel kangen!"Javier berhambur ke dalam pelukan Emily dan Keenan begitu pintu rumah terbuka. Hari ini tepat dua hari setelah Javier akhirnya keluar dari rumah sakit dan menginap bersama James serta Sheila. Mereka menahan Javier lebih lama dari permintaan dan Emily mau tak mau mengizinkannya. Hingga kini, James sendiri yang datang mengembalikan Javier padanya. "Sayang—maksudku, Emily, akhir pekan besok aku ingin mengajak Javier ke luar kota bersama Mama, sekalian jalan-jalan. Apa aku boleh membawanya?" James meralat ucapannya saat melihat tatapan posesif Keenan. Suami dari wanita yang dia cintai, masih tampak waspada saat dia datang. James belum sepenuhnya menerima keputusan wanita itu, tapi dia juga tidak mau dipisahkan dari Javier atau membuat sang anak kecewa, jika dia tetap memaksakan kehendaknya. James hanya bisa mencintai Emily dalam hatinya. "Keluar kota?" Emily menatap Keenan dengan ragu. Dia meminta pendapat suaminya soal masalah ini,

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 106 - Kecemburuan Emily

    "Ini, ambillah."Emily menyodorkan kunci mobil pada Ashley yang terkejut. Dia yang kalah taruhan beberapa waktu lalu, tentu saja akan memenuhi janjinya. Meski uang tabungannya terkuras habis. Bagaimana lagi? Ucapan Ashley jadi kenyataannya. "Kenapa kau memberikan mobil? Memangnya ada apa? Ini bukan ulang tahunku." Ashley mengambil kunci mobil itu dan menatap Emily dengan bingung. "Kau tidak ingat kita taruhan? Jika aku kalah aku harus membelikanmu mobil dan jika kau salah, kau harus menyerahkan semua restoran ini jadi milikku. Ingat?" jelas Emily dengan sedikit gemas melihat Ashley yang tampaknya melupakan apa yang dipertaruhkan. Padahal wanita itu sendiri yang mengajaknya bertaruh. "Aahh! Jadi aku menang? Ahahaha ... sudah kuduga, kau pasti jatuh cinta dan tidak bisa berjauhan dengan Keenan. Sekarang sepertinya kau sudah mengakui itu.""Berhenti mengejekku.""Ayolah, jangan malu. Sudah kubilang Keenan itu tampan. Kau sih gengsi terus."Emily berdecak dan diam membiarkan Ashley men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status