“Kamu harus semangat, ingat Adara hanya delapan bulan saja kamu menderita. Setelah itu kamu bisa menghirup udara segar di luar sana!” batinnya.
Dari dulu Adara tak pernah melakukan pekerjaan yang sering para asisten rumah tangganya lakukan, namun setelah menikah dengan Raka, Adara harus merasakan semua-nya.
“Adara!” teriak Raka.
Adara yang sedang membersihkan rak buku di ruang baca lari tergopoh-gopoh menghampiri Raka yang berada di kamar. Ia terkejut melihat Raka yang sudah tergeletak di lantai.
“Astaga! Kamu kenapa? Kenapa bisa jatuh begini!” ucap Adara seraya membantu Raka dengan sekuat tenaga duduk di ranjang.
Raka tak bisa berbuat apa-apa, yang ia rasakan hanya rasa sakit yang sangat teramat di bagian tangan dan kepalanya.
Raka terdiam, dia masih syok dengan kejadian yang baru saja ia alami. “Raka, lihat aku. Kamu baik-baik saja kan?” tanya Adara, ia meraup wajah Raka dan menatap-nya khawatir.
“Minumlah dulu, aku akan memanggil bu Hanifah sebentar,” ucap Adara bergegas beranjak dari ranjang.
Raka menarik lengan Adara, ia membalikan badan seraya melihat Raka menggenggam tangannya. “Jangan pergi!” ucap Raka memohon.
Adara kembali duduk di samping ranjang menatap Raka dengan penuh tanya. “Jangan pergi, temani aku di sini!” jelas Raka.
“Kenapa, apa ada yang sakit?”
Raka mengangguk. “Ambil ponselku dan telepon dokter Farhan,” pinta Raka.
Adara segera mencari nama dokter tersebut di layar ponsel. Bu Hanifah dan juga Lim datang dengan tergesa-gesa karena mendengar suara Raka berteriak memanggil Adara.
“Ada apa, Nyonya?” tanya bu Hanifah panik.
“Bu, apa bisa anda mencarikan nomor dokter Farhan? Raka barus aja jatuh dari ranjang dan dia mengeluh sakit kepala,” ucap Adara.
Bu Hanifah dengan segera memanggil dokter keluarga untuk segera datang ke kediaman Raka. Adara sangat panik karena Raka sejak tadi hanya diam dan terus menatap Adara tanpa henti.
“Tuan, apa anda baik-baik saja? Nyonya, Bagaimana kronologinya hingga Tuan bisa seperti ini?” tanya Lim.
“Aku mendengar Raka teriak memanggilku, aku langsung berlari menuju kamar. Pas aku tiba, Raka sudah tergeletak di lantai!” jelas Adara panik.
“Mohon tunggu sebentar, dokter Farhan sedang berada dalam perjalanan kemari. Bersabarlah, Tuan!” jelas bu Hanifah.
Raka terus menggenggam tangan Adara dengan erat, entah apa yang terjadi kepadanya sehingga ia tak mau melepaskan genggaman tangannya dari Adara.
Tak berselang lama dokter Farhan pun tiba di kediaman Raka dan langsung memeriksanya. Semua nampak tegang dan cemas ingin segera mendengar hasil pemeriksaan.
“Bagaimana keadaan suami saya, Dok?” tanya Adara.
“Bisa bicara di luar? saya akan menjelaskannya kepada anda!” jelas dokter Farhan.
Adara dan juga bu Hanifah serta dokter Farhan kini duduk di ruang keluarga untuk membahas apa yang sebenarnya terjadi kepada Raka.
“Sebelumnya saya mau memberi tahu Nyonya tentang kondisi suami anda. Tuan Raka mengalami trauma akibat kecelakaan dua tahun yang lalu, tergantung apa yang membuatnya trauma kembali. Nyonya tidak usah khawatir, saya sudah resepkan obat untuk beberapa hari kedepan, dan diusahakan jangan dulu banyak beraktifitas!” jelas dokter Farhan.
“Apa karena kejadian jatuh tadi yang membuat dia seperti ini?” batinnya.
Adara mulai paham dengan keadaan Raka yang sebenarnya, ia mulai mencoba mengerti kondisi suaminya yang sebenarnya.
Bu Hanifah mengusap punggung Adara untuk menguatkan dirinya, karena Adara tak pernah mengetahui keadaan Raka yang sebenarnya. “Yang sabar Nyonya, kita akan merawat tuan hingga sembuh!” jelas bu Hanifah.
Adara mengangguk dan tersenyum simpul pada bu Hanifah. “Iya, Bu. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk kesembuhan raka.”
Adara beranjak dari sofa dan kembali ke kamar menghampiri Raka. Ia tatap wajah Raka yang terlihat pucat dan nampak tidurnya pun masih terlihat gelisah.
“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Adara.
Raka membuka matanya dengan perlahan, ia menatap Adara yang kini sudah ada di sampingnya. “Kamu dari mana?” tanya Raka lirih.
Adara tersenyum simpul dan menggenggam kedua tangan Raka. “A-aku baru saja mengantarkan dokter Farhan ke depan, apa kamu baik-baik saja?” tanya Adara.
Raka mengangguk dengan perlahan, di dalam hatinya ia masih takut jika kejadian dua tahun silam menghantuinya kembali.
“Sudah jangan takut, ada aku disini. Sekrang kamu istirahat ya, untuk sementra waktu kamu jangan dulu ke kantor.”
Raka mengangguk dan kembali menggenggam tangan Adara, untuk kali ini Raka tak mau sendiri. Dia belum bisa terbuka mengenai penyebab kecelakaan dua tau lalu.
“Kenapa hatiku tak karuan begini, kenapa jika seperti ini aku merasa tenang dan nyaman. Apa yang membuat dirimu seistimewa ini, Adara?” batinnya.
Adara tak meninggalkan Raka sedikit pun. Dia masih mengingat apa yang dikatakan dokter Farhan kepadanya. Ia tatap dan belai lembut wajah Raka, baru kali ini Adara melihat dari dekat wajah Raka yang tampan rupawan.
“Kenapa di saat seperti ini kamu sangat membuatku nyaman! bagaimanapun aku, aku adalah istrimu. Aku meminta kepadamu cintai aku apa adanya dan jadikan aku istrimu yang sesungguhnya, bukan pembantu!” ucap Adara lirih.
Ketukan pintu membuyarkan konsentrasi Adara, ia melihat ke arah pintu dan melihat bu Hanifah masuk kedalam kamar.
“Maaf, Nyonya. Di luar ada ayah anda!” jelas Bu Hanifah.
“Ayah? dia sama siapa kesini?” tanya Adara.
“Beliau datang sendiri, Nyonya!”
Adara beranjak dari duduknya dan menghampiri sang ayah. “Maaf, apa bisa bu Hanifah menjaga Raka sebentar? Aku mau menemui ayah!” pinta Adara kepada bu Hanifah.
Senyum menganbang di wajah Adara kali ini, kerinduannya yang sangat mendalam kepada sang ayah akhirnya terbayar sudah.
Adara berlari menghampiri sang ayah dan memeluknya erat. “Ayah, aku sangat merindukanmu!” ucap Adara seraya memeluk erat lelaki tua yang ia panggil ayah.
“Adara, Ayah juga sangat merindukanmu, Sayang! bagaimana kabarmu? Setelah menikah, kamu tak pernah menemui ayah!” ucap Handoko dengan penuh tanya.
Adara nampak murung, bukan ia tak mau menemui sang Ayah, tetapi permintaan Raka dan surat perjanjian yang ia sepakati dengan Raka membuat Adara tak bisa kemana-mana. Apa lagi melihat kondisi Raka yang kini sangat mengkhawatirkan.
“Maaf, Ayah bukan aku tak mau mengunjungi Ayah. Oh iya bagaimana keadaan Ayah? Ayah sehat kan?” tanya Adara mengalihkan pembicaraannya.
Dalam hatinya ingin sekali menceritakan keluh kesahnya kepada sang Ayah, namun semua hanya bisa Adara kubur dalam-dalam.
“Maaf, Ayah ada hal yang tak bisa Adara jelaskan sekarang. Nanti jika waktunya sudah tepat pasti Adara ceritakan semua kepada, Ayah!” batinnya.
“Ayah sehat, Ayah mengunjungimu karena Ayah rindu sekali kepada putri Ayah yang cantik ini. ngomong-ngomong kemana suamimu?” tanya Handoko.
“Raka sedang kurang sehat, dia sedang istirahat di kamar!” jelas Adara.
“Memangnya Raka sakit apa? apa boleh Ayah menjenguknya?”
Adara dan sang Ayah beranjak dari duduk nya, mereka menemui Raka yang tengah tidur pulas karena pengaruh obat.
Handoko nampak prihatin dengan kondisi Raka kali ini, ia tak menyangka jika Raka harus merasakan kesakitan yang teramat dalam hidupnya.
Menantu yang sangat ia banggakan dan sangat ia sayangi kini tergeletak lemas tak berdaya. “Semoga Raka segera pulih dan bisa berjalan kembali!” jelas Handoko.
Handoko menatap Adara dengan penuh tanya, banyak sekali pertanyaan dalam isi kepalanya mengenai kedua anaknya itu.
“Sayang, apa raka memperlakukanmu dengan baik?” tanya Handoko.
Adara terkejut mendengar perkataan Ayah nya, kenapa sang Ayah bisa berkata demikian. Apa seorang ayah bisa merasakan apa yang dirasakan anaknya? “Tenang saja, Raka memperlakukanku dengan baik kok. Bahkan kedua orang tuanya pun sangat menyayangiku!” jelsa Adara. “Syukurlah kalau begitu, Ayah jadi tenang mendengarnya!” Senyum mengembang di wajah cantik Adara, dia tak mau memperlihatkan wajah sedihnya di depan sang Ayah, cukup dia yang merasakan dan memendam nya sendiri. “Oh, iya. Bagaimana dengan perusahaan? Apa semua berjalan dengan baik?” tanya Adara. Handoko tersenyum simpul di hadapan Adara, Handoko berbincang panjang lebar tentang perusahaan yang sekarang sudah semakin maju pesat. “Alhamdulillah, berkat Raka semua kembali normal. Ayah sudah bisa melunasi semua hutang ke bank dan para pekerja pun sudah mendapat upah yang layak,” jelas Handoko. “Syukurlah kalau begitu, aku senang mendengarnya!” Handoko tak bisa berlama-lama bersama sang anak, ia harus kembali ke kantor karena
“Dasar laki-laki kurang ajar, bisa-bisanya dia nyosor seperti itu. Awas saja, jika dia berani seperti itu lagi, aku tak akan segan memukul kepalanya.”Raka tertawa kecil mendengar perkataan Adara, dia hanya bisa menyampaikan isi hatinya. Si manusia setengah serigala itu kini bisa selembut dan sehangat itu. Apa jangan-jangan semua ada kaitannya dengan novel yang ia baca tadi?Adara mengerutkan keningnya dengan ekspresi tak suka. “Apa aku tak salah dengar, aku harus tidur denganmu?” ucap Adara.Raka tersenyum manis di depan Adara, ia sengaja melakukan itu untuk menarik hati Adara supaya ia mau menuruti apa yang Raka mau.“Memangnya kamu tak mau tidur dengan suamimu ini?” jelas Raka meyakinkan.Ia menatap Raka dengan sinis, bagaimana bisa Raka mencari kesempatan dalam kesempitan. Bukankah tadi dia sedang tidak enak badan hingga pagi tadi membuat orang yang ada di rumah itu panik!“Aku tak mau! Lagi pula kamu bukan tipeku, ingat kita menikah tidak karena cinta!” tegas Adara.Raka terus me
Setiap hari Adara melatih Raka dengan penuh semangat, kali ini dia mengajaknya untuk berkeliling mansion. Tak terasa sudah 4 bulan berlalu mereka berlatih namun belum saja ada kemajuan.“Kamu kenapa, nampak lesu sekali?” tanya Adara.Raka memalingkan pandangan dan terdiam. Adara berlutut di hadapan Raka dan memandangi wajah nya yang murung.“JIka kamu mau, aku bisa menjadi pendengar yang baik untuk mu!” jelas Adara tersenyum manis.Ia menatap Adara dengan lesu. “Menurutmu aku lelaki seperti apa? apa aku lelaki yang sangat menyedihkan dan tak berguna?” tanya Raka.Sejenak Adara terdiam, kenapa Raka bisa berkata demikian, sebenarnya ada apa dengan Raka?“Maksud nya?”“Iya, katakan saja dengan jujur. Aku lebih menyukai wanita yang jujur tanpa topeng di depanku!”Dalam hati memang Adara sangat kesal jika Raka sudah dalam mode menyebalkan, namun kali ini Raka berkata yang sebenarnya.“Kamu itu adalah lelaki yang diberi keistimewaan oleh Tuhan, buktinya di saat kamu seperti ini masih banyak
Seperti biasa setiap pagi Adara sudah sibuk berkutat di dapur untuk membuat sarapan. Kali ini suasana hatinya sedang senang, ia berharap kali ini ia bisa melatih Raka dengan penuh semangat.“Kali ini aku harus bisa membuat Raka berdiri, ya. Aku yakin setelah menonton siaran di televisi aku yakin dengan cara itu Raka bisa cepat berjalan.”Raka yang baru saja bangun langsung ke dapur untuk menemui Adara. Ia sengaja ingin sekali melihat Adara yang setiap hari nya sibuk di dapur.Ia pandangi Adara dari kejauhan, ia sangat senang melihat Adara yang selalu semangat. Seperti melihat matahari pagi yang bersinar yang selalu memancarkan energi positif setiap harinya.“Aku baru saja mau membangunkan mu!” jelas Adara.“Aku sudah bangun dari tadi, kamu masak apa hari ini?” tanya Raka.“Aku masak masakan kesukaanmu, oh iya nanti sesudah sarapan aku akan mengajakmu jalan-jalan ke taman belakang sambil kita berlatih lagi bagaimana apa kamu mau?”Raka menghela nafas ia merasa malas jika harus berlatih
“Mulai mala mini Viona akan menginap di sini! kamu tak usah khawatir, mulai besok Viona yang akan mengurusku!” jelas Raka.Viona tersenyum penuh kemenangan, ia tahu jika dirinya akan diterima oleh Raka di rumah itu. Adara hanya mengangguk dan terus menyantap makan malam nya hingga tandas.Dalam hati Adara sangat terkejut, namun ia masih bersikap bodo amat karena memang dia bukan istri yang diharapkan Raka, begitu pula Raka bukan suami pilihan Adara.“Kamu tak keberatan bukan jika aku tinggal dan mengurus Raka?” tanya Viona dengan ramah.Adara mengangguk dan terpaksa tersenyum. “Aku tidak keberatan kok!”Viona tersenyum simpul dan menggenggam tangan Adara. “Terimakasih banyak kamu telah menerimaku di rumah ini.”Akhirnya permasalahan Viona bisa teratasi juga. Setelah selesai makan malam Viona segera beristirahat di kamar tamu, sedang Adara kini tengah dilanda kegundahan. Bagaimana bisa Raka memasukan wanita lain ke rumahnya, walaupun di antara mereka tak ada rasa cinta, namun Raka har
Pagi-pagi sekali Adara sudah disibukkan dengan segudang pekerjaan yang telah menantinya. Kali ini ia sangat bersemangat karena tugas nya hanya membersihkan rumah dan membuatkan sarapan untuk mereka.“Akhirnya semua selesai dengan cepat, setelah ini aku bisa bersantai di kamar!” ucap Adara seraya membersihkan tangannya dengan kain lap.Ia berjalan ke ruang tengah dan di sana ia melihat Viona yang baru saja keluar dari kamar Raka. “Kenapa si wanita menyebalkan itu keluar dari kamar Raka?”Tanpa basa-basi Adara segera menghampiri Viona dan menarik tangannya. “Kamu dari mana? kenapa kamu keluar dari kamar Raka?” tanya Adara penasaran.Viona tersenyum manis di depan Adara seraya merapikan pakaian dan rambutnya yang berantakan. “Semalam aku tidur di kamar Raka, kenapa kamu keberatan jika aku tidur dengan suamimu?” tanya Viona dengan nada mengejek.“Aku tak habis pikir Raka bisa mengenal wanita murahan sepertimu. Aku tahu kamu adalah kekasihnya, namun kamu bisa menjaga sikapmu di rumah ini!
“Terserah kalian saja, lagi pula aku sangat senang jika kalian tak ada rumah. Aku bisa lebih bebas melakukan apa saja yang aku mau!” jelas Adara.Viona dan Raka kini tiba di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta, mereka menghabiskan waktu untuk berbelanja, makan dan mengobrol. Raka sangat senang akhirnya bisa keluar dari rumah menghirup udara segar.“Bagaimana apa kamu senang hari ini?” tanya Raka.Viona mengangguk dan tersenyum kepada Raka. “Aku sangat senang sekali hari ini, kamu banyak memberikan ku barang-barang yang aku mau. Terimakasih banyak, Sayang!” ucap Viona memeluk Raka.Raka pun sangat senang melihat sang kekasih sangat bahagia. Hari ini mereka menghabiskan waktu di mall. Sedang Adara sedari tadi pagi ia enggan keluar dari kamarnya. Ia menghabiskan waktu untuk tidur dan memainkan ponselnya.Napak sangat membosankan namun Adara sangat bersyukur beberapa jam ini tak ada yang mencari dirinya.“Apa aku telepon Mariana saja, sudah lama sekali aku tak mendengar kaba
Viona memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan beristirahat, di sana Adara baru saja menyelesaikan tugasnya dan membantu Raka untuk berpakaian.Adara tak banyak berbicara, bukanya ia tak mau mengobrol banyak dengan Raka namun ia tak kuasa untuk mengatakan semua keluh kesahnya.“Sudah selesai, lebih baik kamu segera tidur lagipula ini sudah malam!” ucap Adara.Raka terus menatap Adara tanpa henti. “Apa ada yang mau kamu sampaikan padaku?”Adara menghela nafasnya perlahan dan menatap Raka. “Banyak sekali yang aku ingin katakan kepadamu, tetapi sudahlah ini sudah malam lagi pula aku sangat lelah!”Adara beranjak dari duduknya namun Raka menarik lengan Adara, dan ia pun duduk di sebelah Raka. “Kenapa, coba katakan apa yang ingin kamu katakan padaku? Aku akan mendengarkan semua yang kamu katakan!”Adara tak berani menatap Raka, ia masih diam seribu bahasa. Lidahnya kini terasa kelu untuk mengatakan semua kepada Raka.“Sebelumnya aku mau minta maaf, aku tahu kamu merasa tak nyaman dengan ke