Share

Bersiaplah, Kayla

Author: Senja Berpena
last update Last Updated: 2025-06-18 15:16:01

“Tidak … tidak!” seru Kayla panik. “Kumohon jangan lakukan itu!” pintanya memohon.

Ia sama sekali tidak menduga, keinginan untuk bertemu ayahnya akan berakhir menjadi ancaman bertaruh nyawa seperti ini.

Wajah Xavier masih tampak keras. “Dan satu lagi,” katanya. “Mulai detik ini, kau harus berhenti bekerja di café sahabatmu itu.”

Kayla terbelalak. “Apa? Ta-tapi … aku harus bekerja, Xavier.”

Di sanalah ia bisa menjadi dirinya sendiri, tertawa, berbagi cerita dengan sahabatnya, dan lupa sejenak bahwa ia adalah tawanan dari pernikahan yang dipaksakan.

Namun reaksi Xavier cepat dan keras. “Kau pikir aku tidak sanggup menghidupimu?” ucap Xavier dingin.

“Bu-bukan begitu. Aku hanya ….”

Belum sempat Kayla melanjutkan ucapannya, tangan besar dan kokohnya mencengkeram bahu Kayla dan menekannya kuat-kuat.

Kayla meringis, terkejut oleh kekuatan yang ditunjukkan pria itu. Ia mencoba mengelak, tapi genggaman itu menahannya seakan ia tak lebih dari boneka kain.

“Aku tak suka mengulang ucapanku, Kayla.” Suara Xavier berubah menjadi geraman.

Matanya membara, tidak sekadar marah, tapi seperti ingin mengendalikan setiap helaan napas istrinya.

“Dan kau akan membunuhku jika aku menolak perintahmu?” Kayla berusaha tetap tenang, walau tubuhnya bergetar. “Ayolah, Xavier. Kali ini saja. Aku janji akan pulang tepat waktu—”

“Sekali tidak tetap tidak, Kayla!” bentaknya keras.

Bentakan itu menggema di seluruh ruangan, mengguncang udara dan membungkam segalanya.

Kayla spontan menundukkan kepala, kedua bahunya bergetar halus. Ia merasa tubuhnya mengecil, menciut, dan makin hilang kendali atas hidupnya sendiri.

Air mata sudah menggenang di sudut matanya. Tapi, ia menahannya.

“Jika ingin bekerja, kau harus bekerja di dekatku. Aku sudah menyiapkan tempat untukmu.”

Perkataan itu jatuh begitu saja dari bibir Xavier, dingin namun jelas. Seolah ia sudah menyusun rencana itu jauh-jauh hari, menunggu saat yang tepat untuk mengeksekusinya.

Kayla sontak mendongakkan kepala. Matanya menatap Xavier dengan penuh keraguan, alisnya bertaut, dan dada kecilnya berdegup lebih cepat dari biasanya.

“Maksudmu… aku akan bekerja di kantormu?” tanyanya pelan, mencoba menakar niat tersembunyi dari pria yang kini menjadi suaminya itu.

Xavier menjawab tanpa sedikit pun menoleh. “Ya. Kau akan menjadi asisten pribadiku.”

Kayla langsung terperangah. “Hah?” bibirnya setengah terbuka, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

“Menyiapkan semua keperluanmu, menemanimu meeting, mengatur jadwal, bahkan mungkin harus ikut ke luar kota? Asisten pribadi seperti itu maksudmu?” tanyanya dengan suara meninggi, mencoba memastikan bahwa telinganya tidak salah menangkap kata-kata.

Xavier menyesap anggurnya pelan lalu memutar tubuh. Tatapan matanya yang tajam langsung menusuk ke dalam mata Kayla, membuatnya gelisah.

“Ya. Mulai besok, kau akan menjadi asisten pribadiku.”

Kayla menghela napas panjang. Ia tidak pernah bekerja di lingkungan kantor profesional sebelumnya, apalagi menjadi asisten pribadi pria yang seperti badai berjalan itu.

Dalam pikirannya, pekerjaan itu bukan sekadar tugas, melainkan jebakan dalam balutan kesibukan.

“Kau tidak memiliki niat buruk padaku, kan? Ingat, Xavier. Aku harus melahirkan anak untukmu,” ucap Kayla dengan suara nyaris bergetar.

Mendengar itu, Xavier tersenyum samar, senyum yang membuat bulu kuduk Kayla meremang. Ada sesuatu dalam senyum itu. Sesuatu yang tak bisa ia mengerti, tapi cukup membuatnya resah.

“Aku tidak tahu apa maksudmu,” jawab Xavier enteng. Ia lalu berjalan perlahan ke arah Kayla. “Yang jelas, aku hanya mengizinkanmu bekerja jika itu dalam pengawasanku.”

Kayla kembali terdiam. Dalam pikirannya, ini bukan hanya tentang pekerjaan. Ini tentang kontrol.

Tentang bagaimana Xavier ingin terus memegang kendali atas seluruh kehidupannya, bahkan ketika ia mencoba mencari ruang napas.

“Mau atau tidak, itu pilihanmu,” lanjut Xavier tanpa ekspresi. “Yang pasti, kesempatan ini tidak akan datang dua kali.”

Kayla menatap pria itu cukup lama. Ia tahu, jika menolak, maka ia akan kembali dikurung di dalam rumah besar itu, hidup tanpa arah, hanya menunggu waktu untuk “memenuhi kewajibannya” sebagai istri yang dipaksa.

Tapi jika ia menerima… ia akan lebih dekat dengan pria yang emosinya tidak bisa diprediksi.

Namun pada akhirnya, keinginannya untuk kembali merasa berguna, untuk tidak terpenjara dalam keputusasaan, menang.

“Ya! Aku mau! Aku tidak bisa terus-menerus berada di rumah ini tanpa melakukan apa pun,” jawabnya mantap.

Xavier menyunggingkan senyum misterius, lalu mendekat dan menatap Kayla tepat di wajah.

“Bagus,” katanya. “Kalau begitu, bersiaplah menyambut esok hari, Kayla.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
AlbyMalik
apa rencana Xavier sebenarnya tapi mendingan kerja dari pada dikurung dirumah ya kay
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Kayla ini type yg gak bisa diam menikmati fasilitas rumah yang mewah
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Usulan xavier antara mengerikan dan kelegaan ya kay. Di satu sisi kamu bisa ada kegiatan tapi takut klo itu hanya jebakan dari xavier
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Wanita Pilihanmu (Hanya Istri Pengganti)   Tamat

    Gedung kaca megah milik XKL Company berdiri di bawah langit sore yang berwarna keemasan.Bendera dengan logo XKL berkibar di depan halaman, mencerminkan cahaya matahari seperti lambang harapan baru.Para tamu dan wartawan memenuhi aula besar di lantai utama, di mana Xavier Anderson akan memperkenalkan visi perusahaannya kepada dunia.Beberapa bulan telah berlalu sejak Aurora lahir. Hidup Xavier berubah total. Tak ada lagi ambisi dingin atau malam-malam tanpa arah di kantor The Moons Company.Kini, setiap langkahnya dituntun oleh cinta, oleh tujuan yang sederhana tapi bermakna: keluarganya.Kayla duduk di barisan depan, mengenakan gaun pastel yang anggun. Wajahnya bersinar meski masih tampak lembut kelelahan seorang ibu muda.Di pangkuannya, Aurora tertidur pulas, dibalut selimut putih dengan logo kecil XKL di sudutnya. Anak kecil itu adalah simbol dari segalanya—awal baru, perjuangan, dan cinta yang menebus luka masa lalu.Ketika Xavier naik ke podium, tepuk tangan bergema.Sorot lamp

  • Bukan Wanita Pilihanmu (Hanya Istri Pengganti)   Dua Jiwa yang Membuatnya Utuh

    Beberapa minggu telah berlalu sejak malam penuh ketegangan itu. Rumah mereka kini dipenuhi suara lembut—tangisan kecil, tawa pelan, dan nada-nada kehangatan yang menenangkan hati.Kayla perlahan pulih, meski tubuhnya masih lemah. Di pagi hari, sinar matahari menembus tirai ruang keluarga, menyoroti wajahnya yang mulai kembali segar.Ia duduk di kursi goyang dekat jendela, menyusui bayi mungil mereka, Aurora Beatrice.Di sisinya, Xavier duduk santai dengan laptop terbuka, sesekali mengalihkan pandangan dari layar untuk memastikan Kayla nyaman.Ia lebih sering bekerja dari rumah sekarang. Ruang kerjanya tak lagi sunyi seperti dulu; kadang diselingi tawa kecil Kayla, kadang tangisan Aurora yang menuntut perhatian ayahnya.Dan setiap kali bayi itu menangis, Xavier akan segera bangkit, seolah panggilan kecil itu adalah perintah tertinggi dalam hidupnya.“Psst…” bisik Xavier, menghampiri bayi mereka yang baru saja berhenti menangis. Ia menatap wajah mungil itu dengan senyum lembut, lalu ber

  • Bukan Wanita Pilihanmu (Hanya Istri Pengganti)   Putri Kita Telah Lahir

    Suasana di luar ruang bersalin begitu mencekam. Lampu indikator merah di atas pintu menyala, menandakan proses kelahiran sedang berlangsung.Setiap detik terasa seperti jarum yang menembus dada Xavier. Ia berdiri mematung di depan pintu, telapak tangannya dingin, napasnya tersengal meski ia berusaha tenang.Dari balik pintu tertutup rapat itu, suara jeritan Kayla terdengar lagi—serak, penuh rasa sakit, membuat darah Xavier seakan berhenti mengalir.“Kayla…” bisiknya lirih, seolah panggilan lembut itu bisa menembus dinding tebal dan memberi kekuatan pada istrinya di dalam sana.Ia menunduk, menatap lantai steril rumah sakit yang terasa seperti dunia yang membeku.Perawat berlalu-lalang, suara alat medis berdentang dari kejauhan, tapi yang ia dengar hanya satu: tangisan tertahan, napas tersengal, dan teriakan “tolong” dari orang yang paling dicintainya.Waktu seperti kehilangan makna.Xavier bersandar pada dinding, menutup wajah dengan kedua tangan. Di sanalah semua ketegangan menumpuk—

  • Bukan Wanita Pilihanmu (Hanya Istri Pengganti)   Panik

    Waktu terus berjalan, dan kini usia kandungan Kayla memasuki bulan kesembilan. Perutnya membulat sempurna, kulitnya meregang dengan indah di bawah sentuhan lembut lampu kamar.Namun di balik senyum hangat yang sering ia tunjukkan pada Xavier, tubuhnya mulai terasa semakin berat, setiap langkah disertai napas yang sedikit terengah.Malam-malamnya pun tak lagi tenang — kontraksi palsu datang dan pergi seperti gelombang kecil yang mengingatkannya bahwa waktu sudah semakin dekat.Xavier selalu berusaha pulang tepat waktu. Begitu melewati pintu rumah, ia akan menggulung lengan kemejanya, melepaskan dasi, lalu menuju kamar tanpa menunggu lama.Kayla biasanya sudah duduk di ranjang, mengelus perutnya sambil berbicara pelan pada bayi mereka.Tanpa banyak kata, Xavier duduk di lantai, mengangkat kaki istrinya ke pangkuannya, dan mulai memijat dengan gerakan lembut.Jemarinya menyusuri betis Kayla, penuh perhatian dan kasih yang hanya dimiliki seseorang yang benar-benar mencintai.“Aku sudah bi

  • Bukan Wanita Pilihanmu (Hanya Istri Pengganti)   Awal dari Segalanya

    Mobil hitam itu berhenti di depan sebuah gedung berlantai lima di kawasan yang masih baru berkembang.Tidak semegah The Moons Company, tapi memiliki aura berbeda — lebih hangat, lebih hidup.Logo XKL Company terpampang jelas di atas pintu masuk: tiga huruf yang melambangkan harapan baru, kerja keras, dan cinta yang menjadi pondasinya.Xavier turun dari mobil dengan langkah mantap.Ia menatap gedung itu lama, membiarkan dirinya menyerap setiap detailnya — dinding kaca modern, taman kecil di depan lobi, dan papan nama yang baru dipasang semalam. Semuanya sederhana, tapi memiliki makna besar.Richard sudah menunggunya di pintu, tersenyum bangga. “Tidak sebesar The Moons Company, tapi ini punya jiwa, Xavier.”Xavier mengangguk, matanya menatap lobi yang dipenuhi wajah-wajah muda penuh semangat. “Dan itu lebih dari cukup.”Begitu ia melangkah masuk, seluruh ruangan langsung riuh oleh suara langkah kaki dan bisik kagum.Karyawan-karyawan baru — sebagian besar anak muda idealis yang percaya

  • Bukan Wanita Pilihanmu (Hanya Istri Pengganti)   Langkah Menuju Kebebasan

    Udara pagi di depan gedung The Moons Company terasa dingin menusuk, meski matahari sudah tinggi di langit.Langit Jakarta tampak biru pucat, dan angin membawa aroma logam dari jalan raya yang sibuk.Xavier berdiri di depan pintu kaca besar yang selama bertahun-tahun menjadi pintu masuknya menuju dunia penuh tekanan, ambisi, dan manipulasi. Hari ini, untuk pertama kalinya, pintu itu bukan lagi miliknya.Ia menarik napas panjang, menatap ke dalam sejenak — ke arah lobi megah dengan lantai marmer putih, dinding kaca tinggi, dan logo besar berbentuk bulan perak yang bersinar di tengah ruangan.Di tempat itulah ia dulu belajar menjadi pemimpin, lalu perlahan berubah menjadi boneka di tangan ayahnya.Kini, tempat itu hanya menjadi kenangan.Langkah kakinya terdengar tegas menuruni anak tangga. Setiap langkah seolah menandai akhir dari satu bab besar dalam hidupnya.Mantap, namun berat — seperti seseorang yang meninggalkan bagian dari dirinya sendiri di belakang.Para karyawan yang melihatny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status