Usai puas bermain air di tepi pantai, tubuh Kayla masih terasa hangat oleh matahari dan air laut yang menyisakan sisa garam di kulitnya.
Rambutnya dibiarkan tergerai, sedikit basah dan mengembang alami. Sementara itu, Xavier, dengan rambut yang juga setengah kering dan dada masih telanjang, hanya mengenakan celana linen putih dan langkah santai, berjalan di sebelahnya sambil menggenggam tangan Kayla.
Mereka kembali ke vila, tetapi tidak langsung masuk ke dalam.
Sebuah gazebo kecil yang dibangun di sisi taman, menghadap langsung ke laut dan dikelilingi pepohonan tropis rindang telah disiapkan khusus untuk mereka.
Di tengah meja bundar dari kayu jati, hidangan makan siang istimewa telah tertata rapi di bawah penutup saji berwarna perak.
Beberapa pelayan sibuk membereskan peralatan tambahan, sementara seorang pria muda berseragam dapur berdiri tenang di dekat meja.
Wajahnya tampan, rambutnya sedikit ikal dan tersisir rapi, membawa aura tenang k
Kayla menyandarkan kepalanya di dada bidang Xavier. Keheningan menyelimuti kamar, hanya terdengar detak jantung suaminya yang stabil di telinganya.Aroma tubuh Xavier yang hangat bercampur dengan lembutnya kain selimut yang membungkus mereka. Beberapa detik berlalu tanpa kata—hanya kehadiran yang saling menenangkan.Namun, Kayla akhirnya memecah keheningan itu. Suaranya pelan seolah takut mengusik luka yang mungkin belum sembuh.“Apa kau masih mencaritahu keberadaan ibumu, Xavier?” tanyanya penuh kehati-hatian.Xavier tidak langsung menjawab. Dadanya yang kokoh naik-turun perlahan, seakan menimbang jawabannya.Tangan yang tadi membelai punggung Kayla dengan hasrat kini bergerak lebih lambat, seperti tetes hujan yang jatuh satu per satu di musim semi—menenangkan, tapi menyimpan kesedihan yang dalam.“Aku sudah berhenti mencarinya, Kayla,” jawabnya akhirnya dengan nada yang lirih.Kayla mengangkat wajah menatap sosok yang begitu ia cintai. Matanya mencari kejujuran di balik tatapan Xavi
Setelah sebulan penuh menghabiskan waktu hanya berdua, kini mereka kembali ke rumah—ke kenyataan yang penuh rutinitas, tapi terasa berbeda. Rumah itu tak lagi dingin seperti dulu.Suasana yang dulu membungkam kini terasa hidup, seolah ikut menyambut cinta yang tumbuh di antara mereka.Xavier mengenakan jas hitam arloji di pergelangan tangan kirinya, bersiap untuk kembali ke kantor.Kayla menghampiri suaminya dengan gaun kasual berwarna krem, wajahnya dihiasi senyum lembut yang membuat Xavier sejenak terhenti dari kegiatannya."Aku ingin pergi bertemu Julia hari ini," ucap Kayla hati-hati. "Di restorannya. Kami belum sempat bertemu sejak pulang."Xavier mengangguk tanpa ragu. "Tentu. Pergilah. Aku juga akan sibuk hari ini, jadi sepertinya kau akan lebih bebas tanpa aku yang mengganggu."Kayla tersenyum lega. Dia tidak menyangka bahwa janji yang dulu terdengar samar dari bibir Xavier kini benar-benar ditepati. Xavier tidak lagi bersikap
Suara bentakan terdengar dari ruang tengah vila, memecah keheningan pagi yang masih diselimuti embun.Kayla menggeliat pelan di atas ranjang, lalu membuka matanya perlahan. Dahinya berkerut saat mengenali suara berat Xavier yang tengah memarahi seseorang dari balik telepon.Dengan selimut yang nyaris melorot dari tubuh telanjangnya, Kayla bangkit dan berdiri.Tapi kemudian dia biarkan saja tubuhnya tetap terbuka, lalu melangkah tanpa ragu menghampiri arah suara itu, kakinya menjejak lantai kayu hangat tanpa alas.Begitu tiba di ruang tengah yang menghadap laut, Kayla melihat Xavier berdiri membelakangi jendela besar.Cahaya matahari pagi menyinari tubuh telanjangnya yang hanya dibalut kain tipis dari handuk yang disampirkan asal di pinggangnya. Urat di lehernya menegang, ekspresi wajahnya terlihat geram.“Apa kau pikir aku akan datang hanya karena ancaman murahan seperti itu?!” bentaknya dengan suara tajam.“Kalau be
Malam harinya, mereka pergi ke sebuah club pantai di seberang pulau pribadi yang mereka tempati.Suara musik berdentum menghentak udara malam saat Xavier dan Kayla melangkah ke area klub pantai yang semarak.Lampu-lampu neon berkedip dalam irama, menyinari tubuh-tubuh yang bergerak liar di atas pasir dan panggung kecil. Aroma alkohol, parfum mahal, dan udara asin pantai bercampur menjadi satu, menciptakan suasana yang panas dan tak biasa.Kayla mengenakan dress tipis berwarna merah marun yang memeluk tubuhnya dengan sempurna, sementara Xavier tampil dengan kemeja hitam terbuka di dada dan celana linen putih.Tangan Xavier menggenggam erat pinggang Kayla saat mereka berjalan menembus kerumunan yang berdesakan di bawah sinar bulan.Mata Kayla menyapu sekeliling dan refleks membelalak. Beberapa pasangan terlihat saling menempel, bercumbu tanpa segan di depan umum.Bahkan, di sudut gelap tak jauh dari bar, sepasang pria dan wanita tengah asyik b
Kayla membuka matanya perlahan ketika mendapatkan serangan ciuman bertubi-tubi dari Xavier.“Ah, Xavier … jangan mengganggu tidurku,” keluh Kayla dengan suara beratnya.“Bangunlah, sudah siang.” Xavier mengusapi pucuk kepala Kayla dengan lembut.“Siang?” Kayla membuka matanya dan melihat jam di dinding. “Baru jam sepuluh pagi, ini masih pagi, Xavier. Aku masih mengantuk. Kau tahu? Kita baru tidur jam tiga pagi.”Xavier terkekeh mendengarnya. “Karena kau terlalu menggoda dan akhirnya berujung jadi empat ronde.”Kayla mendesah pelan. “Itu karena kau yang mencoba membangkitkan gairahmu sendiri padahal aku diam saja.”“Sudah, jangan dibahas lagi. Ayo, mandi dan sarapan. Aku akan membawamu ke tempat yang belum pernah kau lihat di sini.”Kayla mengerutkan kening mendengarnya. Namun, karena penasaran, akhirnya Kayla menurut dan bangun dari tidurnya.“Sayang?” panggil Xavier menahan tangan Kayla yang hendak masuk ke kamar mandi.“Ada apa?” tanyanya kemudian.Xavier mendekat dan mengusap bibir
Tanpa menunggu lebih lama, Xavier membopong tubuh Kayla yang ringan dan membawanya ke kasur empuk di balkon luar yang menghadap ke pantai.Kayla memberikan dirinya sepenuhnya. Tak ada rasa malu, tak ada keraguan. Hanya cinta, gairah, dan keterbukaan total yang mengalir dalam setiap sentuhan dan bisikan.Desiran angin laut menerpa kulit mereka yang hangat, membawa serta aroma garam dan hasrat yang mendidih dalam senyap.Teras vila itu sunyi—hanya diterangi temaram lampu gantung yang berayun lembut. Ombak memecah di kejauhan, tetapi suara mereka tenggelam dalam desir napas yang makin tak beraturan.Xavier berdiri di belakang Kayla, satu tangannya menyentuh pinggang gadis itu yang mengenakan lingerie transparan warna abu-abu yang memperlihatkan lekuk tubuh yang membuat napas Xavier memburu."Aku tak bisa lagi menahannya, Kayla ...," bisiknya rendah, serak, dan menggigit tepat di belakang telinga wanita itu.Tubuh Kayla gemetar karena gelo