Keesokannya, Elle bekerja seperti biasa.
Namun, ia mengamati sekitar–mencari celah untuk memulai misi menghindari Lucas.Ia tak akan berkeliaran di tempat lain. Lalu,hanya akan berkutat di ruang kerjanya dan dapur.“Berhasil,” gumam Elle bangga.Lalu, untuk masalah kedua….Tepat jam makan siang, Elle melihat executive chef datang.Menghela napas, Elle mulai menghampiri atasannya itu dengan ekspresi yang dibuat cemas."Ada apa, Elle?" tanya atasannya itu."Maaf, Sir. Perutku sangat sakit, aku tidak bisa mengantar makanan untuk Lucas sekarang. Apa kau bisa menyuruh orang lain saja? Aku sudah tidak sanggup. Semua makanan sudah aku letakkan di dalam troli."Pria dengan rambut pirang itu langsung mengiyakan tanpa curiga.Elle senang. Ia segera berlari menuju bilik toilet dan bersembunyi di sana.Namun, itu tak berlangsung lama kala Elle sadar sampai kapan ia bisa memakai trik ini?Sementara itu, Lucas menoleh saat pintu ruangannya terbuka."Ini untuk makan siang, Sir."Melihat bukan Elle yang masuk dan menenteng kotak makanan, Lucas mengerutkan dahi."Kenapa kau yang mengantarnya? Di mana Elle?" tanya pria itu pada sang sekretaris."Executive Chef menyampaikan padaku jika Elle sedang sakit perut, hingga tidak bisa mengantar ke sini," jawabnya hormat.Lucas mengangguk. "Baiklah, letakkan di sana."Tepat ketika bawahannya itu pergi, Lucas berdecih. "Ini caramu untuk menghindariku? Baiklah, akan aku ikuti dulu cara mainmu, Sayang."Pria dingin itu benar-benar diam.Hari pertama, hari kedua, hingga hari keempat, Elle juga berhasil mengelabui executive chef dengan alasan berubah-ubah.Namun, tidak untuk hari kelima, Elle ketahuan.Ia kini berada di ruang atasannya."Aku tidak mengerti denganmu, Ms. Carl. Apa yang membuatmu menghindari Lucas?"Elle tidak bersuara, ia hanya meremas ujung seragamnya."Kau bersikap sangat tidak profesional dan Lucas membenci itu. Sudah beberapa kali ia menanyakan perihal keberadaanmu padaku," marahnya.Elle mendongak. Lucas mencarinya? Namun, lamunannya terhenti ketika mendengar ucapan sang atasan selanjutnya."Sebagai gantinya, Lucas ingin kau membuat makanan untuknya sebanyak tiga kali selama sehari. Sarapan, makan siang, dan juga makan malam."Wanita itu hendak membantah. Namun, melihat tatapan tajam mengarah padanya–Elle urung."Itu konsekuensi dari tindakanmu, Ms. Carl. Sekarang, pulanglah. Kau harus datang lebih pagi esok."Sepanjang perjalanan kembali ke ruangannya , Elle tidak hentinya menghela napas.Ia dibuat frustasi dengan putusan mendadak itu.Jika, sudah seperti ini, tidak ada celah lagi baginya untuk menghindar, kecuali memilih resign. Tapi, ayolah, itu hal yang paling bodoh.“Aku masih butuh uang untuk Ares,” gumamnya lalu mendesah kasar.Setibanya di ruangan, Elle memandangi layar komputer, mencari referensi menu makan siang hari ini.Tidak sengaja, ia menyenggol catatan itu, hingga terjatuh di lantai.Sebuah halaman terbuka membuat Elle terdiam kala melihat sebuah tanggal dengan sebaris kalimat.[ 12.04.2010 - Tu me manques ]Itu bahasa Prancis yang artinya aku merindukanmu.Elle menghela napas dan segera menutup buku itu–memilih fokus pada layar komputernya yang menampilkan sederet menu hidangan sehat.Lalu, pulang ke apartemennya.Ketika Elle membuka pintu apartemennya, ia mendapati Ares sedang memakan sereal. Ya, anak itu sudah dibolehkan pulang dari dua hari yang lalu.Wanita itu sejenak tersenyum, tetapi tak lama.Sayangnya, perubahan wajah Elle diketahui Ares. Anak yang memang cerdas dan peka terhadap sekitar itu–sontak menatap ibunya serius. "Ibu baik-baik saja?"Elle pun tersenyum, "Ibu baik-baik saja, hanya kelelahan. Kau sudah makan?"Ares mengangguk. "Tapi, Ibu—""Sudah, sayang,” potong Elle agar sang anak tak terlalu khawatir, “Ibu hanya kelelahan saja, apalagi perjalanan cukup jauh. Bagaimana jika Ibu sudah menerima gaji, Ibu akan belikan laptop?"Mendengar itu, fokus Ares teralihkan. Ia sontak menjerit senang dan memeluk Elle.“Benar, Ibu? Terima kasih!”Ares memang ingin dibelikan laptop untuk menunjang pendidikannya karena ia sangat menyukai teknologi.Hanya saja, ia tidak berani meminta banyak karena tahu keadaan ekonomi keluarganya.Namun, ada suatu hal yang ingin Ares lakukan tanpa Elle ketahui–mencari sang ayah.Ia berharap dengan adanya teknologi membuatnya lebih leluasa."Aku harus mencari ayahku siapa!" seru Ares dalam hati.Nyonya besar keluarga kecil Smith duduk manis di kursi yang berada di depan rumah, ia tengah memperhatikan Ares yang bermain dengan Henry. Tangan kanannya sibuk mengusap perutnya sendiri yang masih rata.Ares yang sudah lelah menghentikan aktivitasnya, ia lalu pamit pada Henry dan berlari menghampiri Elle, langsung mendudukkan diri di samping Elle. Ia menatap sang ibu yang menatapnya itu, lalu kedua matanya tertuju pada perut Elle. "Kapan.. perut ibu besar?" tanyanya.Elle tersenyum tipis. "Mungkin, dua bulan lagi.. sudah mulai terlihat." jawab Lucas, tangan kanannya itu mengusap kepala Ares, merapikan rambutnya yang memang berantakan.Anak kecil bermarga Smith itu mengangguk kecil, ia menghela napasnya panjang. "Ares lelah ibu.." ucapnya lagi dengan rengekan kecil. Tangannya dengan lihai memainkan jari jemari Elle yang menganggur."Itu karena Ares banyak bergerak." balas Elle, ia mengusap wajah Ares dan meniupnya secara perlahan. Banyak sekali keringat yang bercucuran.Ares lalu mend
Elle yang setengah sadar melajukan mobil ibu Smith dengan cepat untuk kembali ke rumah sakit. Begitu ia mendengar kalimat dari sekretaris Lucas yang mengatakan bahwa Lucas kecelakaan, Elle langsung bergegas pergi bahkan meninggalkan Ares dan ibu Smith.Air matanya sudah jatuh membasahi wajahnya, belum setengah jam ia merasakan kebahagiaan karena mendapatkan kabar gembira dengan kandungan keduanya, malah mendapat berita yang benar-benar membuat Elle seperti orang yang kehilangan nyawanya sendiri.Ia tak memikirkan dirinya yang tengah hamil muda, Elle terus melaju beberapa kali membunyikan klakson mobil, hingga akhirnya ia sampai di rumah sakit yang sama. ELG Hospital.Elle segera turun dari mobilnya dan berlari masuk, ia menuju meja resepsionis. "Lucas.. dimana Lucas?" tanyanya tanpa peduli sopan santun.Penjaga itu mengerjap. "Tuan Smith di lantai empat, di--" kalimatnya terhenti karena Elle bergegas meninggalkannya begitu saja.Elle segera menuju ke lift, ia memencet tombol berkali-k
"unh--akhh Lucas it hurts!" Elle langsung protes begitu merasakan gigitan kuat kedua taring Lucas di perpotongan leher kirinya, air matanya mengalir begitu saja. Ia meremas punggung Lucas dengan kuat, Lucas kembali menandainya setelah sekian lama.Lucas tak menghiraukannya, ia melepas gigitannya dan langsung menjilati bekas gigitannya di leher Elle, menjilat habis darah yang keluar dari sana baru ia berhenti. Mendongak dan menatap Elle yang masih merintih karena kesakitan.Lucas mengecup bibir Elle, lalu mulai mengerakkan pinggulnya. "Ahh fuck!" rahangnya mengeras hingga urat lehernya terlihat begitu jelas.Elle menggigit bibir bawahnya, merasakan hentakan keras yang begitu tiba-tiba di lubang miliknya. Ia menatap Lucas yang berada di atasnya, Lucas sudah keluar-masuk dengan mudah di bawah sana. "ohhh! Lucas aah! aah ! ahh! ahh!" hanya bisa mendesah saat merasakan bagaimana kuatnya sentakan Lucas.Sang suami kembali merendah, ia mengecup bekas gigitan yang ia tinggalkan di perpotongan
Mulut Elle menganga lebar begitu ia keluar dari vila dan melihat sebuah motor Harley terparkir di samping mobil yang ia biasa gunakan dengan Lucas untuk menuju ke kota. Kedua matanya mengerjap kecil, ia menoleh ke belakang saat mendengar suara langkah kaki Lucas.Melihat sang suami yang memakai celana jeans dengan jaket kulitnya, Elle menutup mulutnya sendiri dengan kedua matanya yang membulat. Menatap sang suami yang mendekat ke arahnya dan memberikan sebuah jaket kulit yang mereka beli kemarin, sebenarnya Lucas yang memaksa untuk membelinya.Ini hari keempat mereka di sana dan Elle tak menyangka bahwa Lucas akan memberikan sebuah kejutan yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi. Ia sudah cukup sebenarnya dengan kemarin, Lucas mengajaknya mengunjungi beberapa tempat wisata yang ada di pulau Hawaii.Ia menerima jaket tersebut. "Kau serius Lucas?" tanyanya dan sang suami mengangguk untuk menanggapi. Elle pernah bercerita pada Lucas bahwa ia dulu saat remaja ingin membeli motor Harley
Elle memakai kembali bajunya saat dokter telah selesai mengecek luka di punggungnya, lalu sang dokter keluar dari ruang inap tersebut. Ia menatap Lucas yang memasangkan kancing baju yang ia gunakan, melihat wajah sendu sang suami. "Lucas, kenapa wajahmu murung seperti itu hm?" tanyanya."Aku sungguh menyesal karena kemarin aku datang terlambat." jawabnya tanpa mendongak, ia terus memasangkan kancing baju Elle hingga selesai dan dirinya baru mendongak. "Maafkan aku sayang.." ucapnya lirih.Elle menggeleng kecil. "Tidak, masih beruntung kau datang sebelum kapal itu berangkat." jawabnya."Tapi karena aku terlambat, kau mendapat luka itu dan--" "Kau juga.." Elle menyela, ia menunjuk lengan Lucas yang diperban karena goresan pisau yang cukup dalam di sana. "Kau juga punya bekas luka tembak di punggungmu, kita sama-sama punya Lucas."Lucas tersenyum tipis, meskipun terkesan sedih. "Maafkan aku hm?" "Tentu Lucas.." ia meraih tubuh Lucas dan memeluknya dengan erat."Aku memaafkanmu dan berh
"Henry." Elle yang duduk di belakang memanggil, ia memangku Ares yang terlelap, karena memang sudah jamnya untuk tidur siang. Henry melirik Elle dari spion tengah tersebut. "Iya, Elle?" tanyanya."Apakah aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Elle dan Henry mengangguk kecil untuk menanggapi."Apa kau tidak akan menikah?" tanyanya kemudian, ia memang sering berbincang dengan Henry, tapi ia terlalu ragu untuk bertanya mengenai kehidupan pribadi Henry.Pria itu tersenyum. "Tentu saja saya ingin menikah Elle, hanya saja belum menemukan pasangan yang pas untuk saya." jawabnya.Dahi Elle mengernyit bingung. "Lalu bagaimana dengan Olive, bukankah kau dekat dengannya?" tanya Elle penasaran.Wajah Henry langsung berubah bingung. "Bagaimana anda tahu?" tanyanya bingung.Wanita cantik itu terkekeh pelan. "Bagaimana mungkin aku tidak tahu, hubungan kalian begitu jelas, kau juga terlihat begitu semangat ketika kita ke rumah sakit untuk memeriksa bulanan Ares." jawab Elle. Sungguh, Henry rasanya begitu