*Happy Reading*
Menyadari tidak ada langkah kaki mengikutinya. Mama Sulis pun menghentikan laju kakinya, dan menoleh perlahan demi memastikan posisi calon menantunya.
Benar saja, gadis itu tertinggal jauh di belakang, namun tak bergerak sama sekali di tempatnya. Ina terlihat berdiri diam, dengan sedikit menunduk seperti orang malamun.
Ada apa dengan Ina?
"Ina, kenapa?" Mama Sulis pun langsung menyuarakan keheranannya pada sikap Ina di sana.
Ina mengangkat wajahnya dengan terkejut, sambil mengerjap pelan menatap Mama Sulis.
"Kenapa, Ina?" Mama Sulis mengulang pertanyaannya, karena gadis itu seperti masih belum sadar sepenuhnya.
"Uhm ... itu, Bu. Saya ... gak mau jadi simpanan."
Hah?!
Tak ayal, alis Mama Sulis yang sudah di ukir sesempurna itu pun bertaut, tidak mengerti dengan ucapan Ina barusan.
"Maksud kamu apa? Simpanan apa?" Mama Sulis kembali menyuarakan kebingungannya.
Bukannya langsung menjawab. Ina malah terlihat ragu, seperti ikut bingung mau menjawab apa?
"Ina?" Mama Sulis mulai tak sabaran.
"I-itu, Bu," jawab Ina Akhirnya, sambil mengangkat tangan dengan ragu ke arah kanannya.
Mama Sulis pun mengikuti arah tunjuk Ina, dan ....
Oh, ya ampun. Sepertinya Mama Sulis melewatkan sesuatu.
Namun, Mama Sulis akhirnya mengukir senyum hangatnya, sambil berjalan kembali ke arah tempat Ina berdiri.
"Kamu tenang aja, Ina. Kamu gak akan pernah jadi simpanan, kok."
"Tapi itu--"
"Itu photo mendiang Istri Sean," pangkas Mama Sulis cepat. Membuat Ina terdiam kembali sambil mencoba mencerna informasi barusan.
Mendiang?
Jadi ... maksudnya Istri Pak Sean sudah meninggal. Begitu?
"Namanya Audy. Dia sudah meninggal tiga tahun lalu. Karena kanker rahim yang di deritanya."
Inalillahi wainailaihi rojiun.
Hati Ina pun merasa iba mendengar kenyataan itu. Kasihan, padahal mereka serasi sekali di photo itu.
Tetapi ... itu berarti dia akan menikah dengan seorang duda, dong?
"Ya, udah. Ayo kita lanjut jalan. Biar kamu bisa segera istirahat," ucap Mama Sulis lagi, memotong lamunan Ina.
Ina pun tidak menolak, dia kembali mengikuti Mama Sulis, yang kini menggandeng tangannya dan membawanya tour di Rumah megah tersebut.
Satu yang Ina pikirkan selama Mama Sulis mengajaknya berkeliling. Yaitu ...
Ini bersihin Rumahnya gimana ya nanti? Tadi mikirin ngepelnya saja, Ina yakin pasti butuh waktu seharian. Apalagi dengan semua barang mengkilap di sana, yang pasti harus Ina lap tiap hari. Butuh waktu berapa lama beres-beresnya.
Sepertinya hari-hari Ina hanya akan dihabiskan dengan bersih-bersih rumah ini saja sekarang. Tidak ada santai, tidak ada ngopi cantik, dan tidak ada nonton sinetron.
Duh ... Ina sanggup gak, ya?
***
Saat malam menjelang. Mama Sulis terkesiap luar biasa, saat menemukan Ina tertidur pulas di karpet yang ada di kaki ranjang kamar tamu, yang saat ini Ina tempati.Ini maksudnya apa, coba?
Ada Ranjang sebesar itu nganggur, kenapa Ina malah tidur di bawah? Kalau masuk angin, gimana?
"Ina, bangun, Sayang." Akhirnya Mama Sulis pun mencoba membangunkan Ina, dengan cara menggoyangkan tubuh gadis itu dengan lembut.
Untung saja Ina bukan tipe orang yang suka tidur kebo. Hingga mendapat gangguan sedikit saja, membuat matanya langsung terbuka dan langsung bangun meski masih dalam keadaan linglung.
"Eh, iya. Mau pesen apa, Bu? Ada Rendang sama balado terong masih anget," racau Ina kemudian, sambil tiba-tiba bangun dan hendak pergi begitu saja.
"Eh, eh, kamu mau kemana?" Mama Sulis menahan tubuh Ina, yang sepertinya belum sadar sepenuhnya.
"Nyiapin pesenan Ibu. Ibu ke sini mau makan, kan?" jawab Ina polos, sambil menggaruk keningnya dengan bingung.
Tak ayal, Mama Sulis pun ikut bingung mendengar penuturan Ina, karena dia sama sekali tidak bisa menarik benang merah, antara tidur di lantai dan pesan makan. Tapi ... tunggu!
Ah, sepertinya Ina lupa di mana dia sekarang.
Akhirnya, Mama Sulis pun terkekeh, setelah menyadari situasi Ina saat ini.
"Ina ... Ina ... kamu ngigo, ya? Lupa sekarang ada di mana?"
Eh?
Ina lalu mengerjap pelan mendengar hal itu, dan menatap wanita di depannya ini dengan seksama.
Sepertinya wanita ini tidak asing. Tapi ... siapa, ya?
"Jangan-jangan kamu juga lupa sama saya?" tanya Mama Sulis lagi, seperti tahu apa yang Ina pikirkan saat ini.
Ina masih berpikir, memaksa otaknya kecilnya memutar ingatan, dan ....
Ah, iya! Ina lupa kalau sekarang ada di rumah wanita di depannya ini.
Tok ... tok ... tok ....
Belum Sempat Ina bersuara lagi, suara pintu di ketuk pelan terdengar. Membuat dua wanita beda usai itu sontak menoleh ke arah sumber suara dengan kompak.
Ternyata itu Mbok Darmi, salah satu pembantu yang ada di Rumah ini.
"Maaf, Nya. Tapi ... hp nyonya berbunyi terus. Sepertinya ada panggilan telpon dari Non Rara," beritahu si Mbok, dengan sopan.
"Benarkah? Ya udah, saya tinggal dulu ya, Na. Mau ngomong dulu sama Rara dan Kean," ucap Mama Sulis sumringah, sebelum kemudian langsung pergi begitu saja.
Terlihat sekali jika Mama Sulis sangat bahagia mendapat informasi barusan dari Mbok Darmi. Membuat Ina mau tak mau jadi penasaran akan hal itu sekarang.
Siapa sebenarnya Rara dan Kean yang di maksud Nyonya Sulis barusan? Kenapa Nyonya Sulis bisa se-senang itu hanya karena menerima telpon mereka.
Anaknya juga? Atau ... siapa?
Eh, tapi bukannya Sean itu anak semata wayang nyonya Sulis, ya? Lalu ... kalau begitu siapa Rara itu?
"Harap maklum, Neng. Namanya juga tinggal jauh. Pasti Nyonya kangen sama cucu semata wayangnya."
Mbok Darmi tiba-tiba bersuara sambil menepuk bahu Ina dengan lembut. Memberi Ina sedikit clue akan rasa penasaran yang Ina rasakan saat ini.
Hanya saja ... Tunggu! Apa kata Mbok Darmi barusan?
"Cu-cucu semata wayang?" Beo Ina kemudian.
"Iya, den Kean itu cucu satu-satunya yang Nyonya Sulis miliki. Soalnya dulu nona Audy tidak bisa punya anak."
Hah?!
Cucu satu-satunya, karena Nona Audy tidak bisa punya anak?
Ini maksudnya apa, sih? Ada yang bisa jelasin, gak? Ina kok merasa ada yang janggal, ya?
================================
Selow update, gaes!Sorry, lagi nyari ide buat bikin season dua Rara. Siapa yang setuju? Coba angkat tangan!!Jangan lupa like, komen dan share ya ....
*Happy Reading* Sebenarnya, ada banyak sekali pertanyaan yang ingin Ina tanyakan pada Mbok Darmi. Demi menuntaskan rasa penasarannya. Tetapi, wanita tua itu malah pergi begitu saja setelah mengatakan hal tadi, karena harus menyiapkan makan malam sebelum Pak Sean datang. Sumpah demi apapun. Ina benar-benar penasaran sekali pada keluarga ini sekarang. Karena, apa yang barusan Ina dengan benar-benar terasa janggal, dan ... memang Ina juga kan belum kenal betul tentang keluarga ini. Ina baru mengenal mereka satu hari, dan belum tahu apa-apa tentang keluarga ini. Jadi wajarkan, kalau Ina sangat penasaran sekarang. Namun, sebagai orang yang di gadang-gadang akan masuk menjadi anggota keluarga. Ina tentu harus tahu bagaimana keluarga yang akan dia masuki ini, iya kan? Setidaknya, Ina harus tahu sifat-sifat dan masa lalu Pak Sean, yang katanya akan menikahinya. Karena Ina ti
*Happy Reading* "Bibi lagi ngapain? Ina bantu, boleh?" Mbok Darmi yang sedang menyiapkan bahan masakan untuk sarapan pagi itu pun langsung menoleh ke arah Ina, dan terlihat cukup terkejut melihat kehadiran gadis itu di sana. "Loh, Non Ina kok udah bangun? Ini kan masih pagi, Non?" tanya Mbok Darmi kemudian. Ina tak langsung menjawab. Memilih makin mendekat ke arah Mbok Darmi, dan melihat bahan apa saja yang sedang di siapkan oleh orang, yang juga sebagai kepala pembantu di Rumah itu. "Di kampung Ina udah biasa bangun sebelum subuh, Bi. Soalnya harus membantu Ibu Warteg buat masak juga biar dapat uang lebih. Sejak itu malah jadi kebiasaan sampe sekarang." Ina kemudian bercerita dengan riang pada Mbok Darmi. "Oh, begitu ...." Mbok Darmi hanya bergumam menanggapi Ina. "Mbok mau masak apa, sih? Kok banyak banget bahan masakannya?" tanya Ina lagi, setela
*Happy Reading* Jadi, Ina yang ketiga? Ya ampun .... Ina pun refleks mengusap wajahnya, saat menyadari kenyataan itu. Tidak ingin percaya dengan pendengarannya saat ini. Ya, Tuhan .... kenapa Ina merasa jadi terjebak jerat pria doyan kawin, ya? Lah, kalau begitu apa bedanya Pak Sean dan Pak Joko? Meski beda di jumlah Istri, tetap saja mereka intinya doyan kawin iya, kan? Duh, kenapa Ina harus selalu berurusan dengan pria hidung belang, sih? Kek gak ada cowok single baik-baik aja di dunia ini? Kenapa pula harus sama cowok yang doyan kawin? Ugh ... rasanya Ina mulai kesal dengan keadaan. "Jadi Pak Sean sudah pernah menikah dua kali?" Meski begitu, Ina pun tak membuang kesempatan, untuk mengintrogasi Mbok Darmi yang sepertinya memang tahu semua hal tentang keluarga ini. "Tepatnya terpaksa poligami, soalnya Papinya No
*Happy Reading* Bertemu Rara dan Kean? Tentu saja Ina mau! Kebetulan, Ina sudah sangat penasaran pada dua orang itu. Khususnya pada Rara, yang katanya mantan istri Sean. Ina ingin tahu bagaimana rupa Rara itu. Apa secantik istri pertama Sean? Atau malah lebih. Ina benar-benar ingin bertemu Rara. Selain itu, Siapa tahu Ina juga bisa dapat sedikit Info tentang masa lalu mereka? Bukan apa-apa. Jujur saja Ina sebenarnya belum yakin pada pernikahan yang Nyonya Sulis tawarkan untuknya. Ina bukan mau sombong. Atau tak tahu berterima kasih karena sudah di tolong, bahkan diberi tempat tinggal sekarang. Hanya saja, bagaimanapun Ina ini tetaplah seorang wanita biasa, yang punya mimpi seperti wanita pada umumnya. Yaitu ingin menikah sekali seumur hidup. Tidak masalah jika Ina bukan yang pertama. Karena semua orang memang puny
*Happy Reading* Tok ... tok ... tok .... Ina baru saja selesai shalat saat ketukan itu terdengar. Masih menggunakan mukenanya, Ina pun bergegas menghampiri suara tersebut, untuk melihat siapa gerangan yang mengetuk pintu kamarnya? Degh! Napas Ina pun sontak tercekat, saat akhirnya melihat Sean sudah berdiri gagah di ambang pintu kamarnya. Dengan wajah datar ciri khas pria itum Mau apa lagi pria ini? Mau nyakitin hati Ina lagi? Atau, apa? Dia mau apa nemuin Ina lagi? Segala praduga pun mulai bermunculan di kepala Ina, akibat kehadiran pria, yang tadi pagi sudah kembali melukai hatinya itu. Bukan apa-apa, sejak selesai sarapan bersama tadi pagi. Ina memang berusaha menghindari Sean, yang ternyata hari ini tidak pergi ke kantornya. Tentu saja, hari ini kan sabtu. Pria ini tentu libur bekerja di hari weekend, kan? Mak
*Happy Reading* "I-ini apa?" tanya Ina dengan ragu, saat akhirnya meraih dan membuka kotak berwarna merah, yang tadi Sean lemparkan dengan pelan ke pangkuannya. Isinya liontin indah sekali. Ina sampai menelan salivanya kasar saat melihat liontin tersebut. Sebab, selama 20 tahun dia hidup dan bernapas di dunia. Inilah kali pertama dia melihat langsung perhiasan mahal, yang lebih berkilau dari perhiasan yang biasa di pajang toko emas depan wartegnya dulu. Ini, bandulnya pasti berlian, iya kan? Duh, indah banget, sih? Ina jadi pengen segera-- "Hadiah untuk Mama." Eh? Oh, buat Nyonya Sulis ternyata. Seketika Ina pun merasa kecewa, karena sudah berharap tinggi saat melihat perhiasan di tangannya ini. Ina yang bodoh. Siapa dia, coba? Sampai Sean mau repot-repot memberikan perhiasan semahal ini untuknya. Ina pun langsung menutup kotak itu
*Happy Reading* Akibat kejadian kemarin, tepatnya kedekatan yang tercipta di Mall. Semalam Ina sukses tak bisa memejamkan matanya, karena terus terbayang sikap Sean yang menurutnya manis. Ya, ampun. Kemaren yang jalan sama Ina beneran Sean, kan? Bukan kembarannya. Apalagi makhluk jadi-jadian yang menyerupai pria itu. Soalnya ... beda banget sumpah, sama Sean yang Ina kenal. Pria galak yang punya mulut pedas, ternyata bisa semanis kemarin. Duh ... Ina jadi baper. Tolong jangan salahkan Ina untuk hal ini. Karena usia yang masih terbilang muda, dan tidak adanya pengalaman soal percintaan sebelumnya. Membuat Ina jadi baperan begini pada Sean. Jangankan diperlakukan manis oleh pria seperti Sean, yang tampangnya memang tak diragukan lagi. Dikasih tetelan lebih oleh tukang bakso saja. Ina kadang baper. Soalnya, tukang baksonya juga masih muda dan lumayan tampan.
*Happy Reading* Sebenarnya, sejak mendapati sikap Sean yang ternyata masih cuek dan acuh seperti sebelumnya. Ina malas sekali bertemu pria itu lagi. Katakanlah Ina ngambek! Tentu saja! Bagaimana Ina tidak ngambek? Kalau gara-gara sikap Sean kemarin, dia sudah baper sampai tidak bisa tidur semalaman. Eh, Sean-nya malah B aja. Kan, kesel, ya? Mentang sudah dua kali nikah! Seenaknya aja manis-manisin anak gadis orang. Kan Ina jadi baper. Karena itulah, demi mengembalikan perasaannya yang terlanjur baper. Ina pun awalnya berniat menghindari Sean, bahkan tak ingin bertemu untuk beberapa hari. Sayangnya, itu hanya jadi niat awal saja. Karena selain mereka satu atap, ada saja kejadian yang mengharuskan mereka bertemu pria itu. Misal pagi ini, saat masakan sudah matang, dan Ina sudah akan beranjak kembali ke kamar. Mbok Darmi tiba-tiba diare dan ... ya ...