Home / Romansa / Bukan yang Pertama / Yang sebenarnya terjadi

Share

Yang sebenarnya terjadi

Author: Amih Lilis
last update Last Updated: 2021-07-18 12:29:25

*Happy Reading*

Beberapa jam sebelumnya ....

Sean baru saja mendaratkan diri pada kursi kebesarannya. Saat sang sekretaris menghampiri dan memberinya kabar jika sang Ibu memintanya segera menghubungi, jika sudah selesai meeting.

Darurat! Itu katanya. Terang saja, hal itu membuat Sean segera meraih gawainya yang memang diabaikan sejak beberapa jam lalu, karena harus terlibat dalam meeting besar perusahaan yang di pimpin.

Masalahnya, sang ibu memberikan istilah tak biasa dalam pesannya pada sang sekretaris. Alih-alih kata 'penting' yang biasa sang Mama gunakan. Kali ini kata 'Darurat' adalah pesan mendesak itu.

Karenanya, Sean pun cukup penasaran ingin segera mengetahui pesan darurat apa yang Mamanya sebutkan itu.

"Hallo, Sean? Akhirnya kamu nelpon Mama Juga!"

Mama Sulis menjawab telpon Sean dengan sangat antusias. Membuat alis tebal Sean makin bertaut di tempatnya.

Kenapa reaksi Mamanya seperti ini? Padahal baru tadi pagi bertemu dan sarapan bersama. Tapi, kenapa reaksi Mama malah seperti sudah lama tak melihat anaknya ini. Mamanya baik-baik saja, kan?

"Maaf, Mah. Sean baru selesai meeting."

"Iya, Mama udah denger itu dari Mira."

Lihatlah, Mama bahkan membalas dengan cepat jawab Sean. Seperti orang yang tidak sabaran.

"Oh ... okeh. Kalau begitu, ada apa, Mah? Mira bilang, Sean harus segera nelpon Mama karena ada hal yang darurat? Hal apa itu, Mah?"

Maka Sean pun akhirnya memilih tak berbasa-basi lagi pada sang Mama.

"Iya, Sean. Mama memang sedang ada hal darurat saat ini. Tapi, sebelumnya Mama mohon kamu jangan marah, ya? Karena sungguh! Mama juga terpaksa melakukan hal ini!" Ucapan sang Mama makin membuat Sean penasaran luar biasa.

Apalagi dari nada bicaranya saja, sang Mama seperti orang gusar yang terdesak.

"Ada apa sebenarnya, Mah?" tuntut Sean akhirnya, tak sabaran.

Bukannya langsung menjawab. Mama Sulis malah terdiam, dalam jeda waktu yang cukup lama. Membuat Sean mulai kehilangan kesabarannya

Ingat! Sean ini memang paling payah jika menyangkut rasa sabar. Karenanya, dia sering di sebut si sumbu pendek.

"Mah?" Sean kembali mendesak. Saat sang Mama masih saja tak memberikan jawaban, pada menit kelimanya.

Ya, ya, Sean memang sepayah itu dalam menahan kesabaran.

"Begini Sean." Akhirnya suara sang Mama terdengar kembali. "Mama ... mama ...." Namun kini sang Mama malah terbata di sebrang sana.

Tentu saja, hal itu membuat kesabaran Sean yang memang setipis kulit ari makin habis.

Namun, baru saja Sean akan melontarkan kekesalannya. Ucapan sang Mama selanjutnya membuatnya langsung terdiam, dengan mata membola sempurna. Karena ....

"Mama gak sengaja nabrak pasangan buruh pabrik yang baru pulang, Sean. Suaminya meninggal di tempat. Mereka punya satu anak gadis yang tak punya keluarga untuk bisa dititipi. Karenanya, sebelum yang wanita meninggal, Mama janji akan menikahkan anaknya sama kamu."

What the hell!

Yang benar saja!

Kenapa Mamanya selancang itu membuat keputusan?

Tanpa rundingan apalagi bertanya terlebih dahulu padanya. Apa Mamanya tidak tahu, jika Sean tak ingin menikah lagi.

Sean tak ingin menyakiti wanita manapun lagi!

"Mah, Sean--"

"Mama mohon, Sean. Mama mohon! Mama gak bisa mengabaikan gadis itu. Kasihan. Gara-gara Mama dia jadi yatim piatu, Sean. Gara-gara Mama dia jadi sebatang kara," pangkas Mama Sulis dengan hibaan yang tak bisa Sean abaikan.

Apalagi, hanya Mama Sulis yang masih dia miliki saat ini. Setelah kepergian sang ayah dan kedua istrinya. Hanya Mama Sulis yang tak pernah meninggalkannya.

Istimewanya, sampai kapanpun Sean sadar betul surganya ada pada sang Mama. Karenanya, Sean pun kini dilanda kebingungan yang teramat sangat atas permintaan Mamanya ini.

Memang bukan hal sulit dengan permintaan mamanya ini. Menikah lagi juga bukan hal yang aneh. Toh, dia juga free dan sudah menduda lama. Jadi semuanya bukan perkara besar.

Hanya saja, Sean cuma takut akan mengulangi dosa masa lalunya. Karena jika dia boleh jujur. Bahkan sampai saat ini pun penyesalan itu masih sering menghantuinya.

Namun, bagaimana dengan permintaan mamanya ini? Haruskah dia abaikan?

"Sean, Mama mohon. Tolong, ya, Nak." Mama Sulis kembali memohon.

"Kenapa Mama tidak memberikannya uang saja sebagai ganti rugi? Atau, jadikan saja dia anak angkat Mama. Kenapa harus--"

"Sean?!" Mama Sulis berseru marah.

"Ini bukan perkara ganti rugi, Sean. Ini perkara hati nurani!" Mamanya mulai murka. "Dia sebatang kara, Sean. Dia yatim piatu! Dan itu semua karena Mama! Ngerti, gak, sih?"

Sean memilih menutup mulut rapat-rapat menghadapi kemurkaan ibunya. Bukan tak berani melawan, Sean hanya tak ingin membuat suasana makin kacau.

Mulutnya kadang memang tak punya saringan. Hingga tak jarang, kerap melontarkan kata-kata pedas dan membuat orang sakit hati.

Pengalaman membuatnya harus extra belajar menutup mulut jika tak ingin termakan sumpah serapahnya sendiri.

"Lagipula, Sean. Kamu tahu pasti kan, tidak semua hal bisa dinilai dengan uang. Termasuk nyawa seseorang dan kesempatan kedua yang tidak selalu hadir," lanjut Mamanya seakan menyindir Sean.

Lalu, harus bagaimana Sean sekarang?

================================

Kan udah di bilang. Ini Sean yang itu!

Kira-kira .... Sean sudah tobat belum ya di sini? Atau masih seiblis di lapak sebelah?

Yuk kepoin.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Apriliana Yohana
salut buat Sean yang selalu mementingkan kepentingan ibunya
goodnovel comment avatar
Yuli Harmina
trus istri pertamanya sean kemana....apa meninggal juga jadinya
goodnovel comment avatar
yeni diana sari
kayaknya sean sdh insyaf ya mak. semoga sean menemukan kebahagiaan nya.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan yang Pertama   Extra part terakhir

    *Happy Reading*Nyatanya, meski telah sampai ke Rumah sakit dengan cepat. Sebab kebetulan hari masih pagi dan juga memasuki weekend. Namun Ina masih harus berjuang sedikit lagi, karena pembukaan baru sampai tujuh."Kamu gila, ya? Istri saya sudah sangat kesakitan itu, kenapa tidak bisa langsung melahirkan sekarang?" Sean Murka, saat Ina hanya di masukan ruang persalinan namun tidak di beri tindakan apa-apa.Tidak, sebenarnya para perawat di sana langsung bergerak melakukan hal yang seharusnya dilakukan. Bahkan sedang memasang Infusan ditangan Ina. Namun di mata Sean, itu tidak berefek apa-apa."Maaf, Pak. Tapi pembukaannya belum sempurna. Hanya menunggu sebentar lagi, kok, Pak.""Sebentar gimana? Kamu mau membunuh istri saya? Gak liat kalau istri saya sudah pucat seperti itu?!" salak Sean masih tak terima dengan prosedur rumah sakit.Rumah sakit apa ini? Katanya terbaik, tapi Melahirkan saja harus menunggu pembukaan sempurn

  • Bukan yang Pertama   Extra part 3

    *Happy Reading* "Mas ... Ina ... gak kuat. Ngantuk." Ina menyuarakan isi hatinya, seraya menatap Sean penuh harap. "Ya, udah. Kamu tidur aja. Biar Mas yang selesaikan," sahut Sean, mengusap lembut pipi Istrinya di sela gerakan pinggulnya yang teratur. "Tapi abis ini udahan ya, Mas? Mas juga harus tidur." Ina mengingatkan, namun ditanggapi Sean dengan seulas senyum tipis. "Gak janji, ya? Mas masih pengen soalnya." Ina pun hanya bisa mendesah panjang mendengar jawaban suaminya, karena memang bukan hal aneh lagi untuknya. Sejak awal pernikahan, Sean Abdillah mana puas hanya sampai stasiun sekali saja. Jalur express atau pun economi, pasti harus berkali-kali. "Ya udah terserah Mas aja. Puas-puasin , deh, sebelum harus puasa lama lagi." Sebagai seorang istri, Ina bisa apa selain pasrah? Meski kadang lelah, tapi Ina tidak berani menolak. Bahkan saat Sean memintanya belajar berbagai gaya pun, Ina pasrah. Dari gaya terlentang, miring,

  • Bukan yang Pertama   Extra part 2

    Byp Extra part 2*Happy Reading*Sean menggeleng tak habis pikir di tempatnya. Saat menyaksikan Ina begitu antusias memakan cilok yang baru saja Mira bawakan beberapa menit lalu.Oh, tenang saja. Sean tidak jadi membeli cilok sebanyak 200 ribu, kok. Karena untungnya, pas tadi Mira beli cilok si mamang tinggal 50rb saja. Jadi, hanya segitu yang Mira bawakan. Itu pun tetap membuat Sean terperangah saat melihat jumlahnya.Namun berbeda dengan Sean yang melongo terkejut melihat jumlah cilok yang dibawa Mira bersama seorang OB yang membantunya. Ina sendiri malah bersorak riang melihatnya. Karena, kapan lagi dia bisa makan cemilan gurih itu, selain saat Sean kecolongan seperti ini?Maklum, sejak Ina hamil, Sean memang lumayan rewel terhadap asupan gizi yang istrinya konsumsi. Hingga tak jarang, Ina pun harus putar otak, agar bisa mendapat semua camilan yang sangat dia idamkan itu. Bahkan tak jarang, Ina harus bekerja sama dengan Mbok Darmi, demi bisa men

  • Bukan yang Pertama   Extra part 1

    *Happy Reading*"Selamat siang, Bu." Sambut seorang wanita muda seraya berdiri dari duduknya, saat Ina baru saja memasuki lobby kantor suaminya."Siang, Mbak. Pak Sean, ada?""Ada, Bu. Silahkan. Perlu saya antar?""Ah, tidak usah. Terima kasih, ya?" ucap Ina diiringi senyum manis, sebelum sebelum meninggalkan gadis yang di kenalnya sebagai resepsionis kantor ini, untuk menuju lift yang tak jauh dari sana, untuk menemui suaminya.Sang Recepsionis itu pun membalas senyum Ina tak kalah manis, di balut rasa kagum pada sosok istri bos, yang tidak pernah berubah sejak awal diperkenalkan di kantor ini.Dari dulu, setiap kali datang ke kantor ini. Alih-alih menelpon Suaminya, Ina malah selalu menghampiri meja receptionis, dan memastikan keberadaan suaminya pada resepsionis. Tak lupa, setelahnya Ina akan berterima kasih dan memberikan senyum ramahnya pada siapapun yang menyapanya."Siang, Bu." Seorang karyawati di sana menyapa Ina

  • Bukan yang Pertama   Last part

    *Happy Reading*Mengutip permintaan Ina. Sean pun akhirnya mengadakan pesta sederhana di sebuah rooftop sebuah hotel, yang di sulap seperti pesta kebun.Orang-orang yang di undang pun tidak banyak. Hanya Rara dan keluarga kecilnya, Kairo dan istrinya, juga beberapa rekan bisnis yang lumayan dekat dengan Sean.Tidak lupa, semua pelayan Rumahnya pun, khususnya Mbok Darmi, Sean undang juga. Sebab meski bagi Sean, mereka semua hanya pembantu di Rumahnya, jelas itu berbeda dengan Ina. Bahkan bisa dibilang, mereka adalah teman-teman Ina. Maka dari itu, bagi Ina mereka wajib di undang."Pepet terus! Jangan sampai lepas. Hati-hati! Tikungan di depan banyak, kawan!"Sean langsung mendengkus kesal, Saat mendengar seruan lantang itu. Pelakunya tentu saja Ken, Si Dokter Obygn jahil sekaligus masih Sean jadikan musuh.Sudah dibilang, kan? Mengundang Ken itu bukan alasan ya bagus. Lihat saja kelakuannya, baru datang saja sudah bikin hebo

  • Bukan yang Pertama   Hubungan yang membaik

    *Happy Reading*"Mas? Mas? Mas?"Sean melenguh pelan. saat rungunya menangkap panggilan itu, beserta guncangan pelan di lengan atasnya. Berusaha mengumpulkan kesadarannya, Sean pun membuka mata yang sebenarnya masih sangat perih.Netranya langsung menangkap keberadaan Ina yang tengah duduk di sampingnya, dengan tampilan yang sudah segar dan rapi. Aroma sabun mandi bahkan masih tercium dari tubuh istrinya itu."Hai," sapa Sean sambil tersenyum hangat, seraya mengusap pipi Ina, dan membawa kepala gadis itu mendekat ke arah bibir untuk di kecupnya pelan. Ina pun tersipu malu."Pagi, Sayang. Ada apa?" lanjut Sean, mengusap kembali pipi Ina yang tampak merona. Entah karena ciumannya atau karena panggilan sayang darinya."Pagi, Mas. Maaf ganggu tidur, Mas. Ina cuma mau ijin bantu Bi Darmi di dapur. Boleh, kan? Kata Mas kemaren. Ina harus ijin meski pergi ke dapur," terang Ina.Sean mengingat perintah itu, dan tentu saja, kembali mengu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status