Arana povDasar menyebalkan seenaknya saja mencium orang. Aku menggeruru dalam hati mengingat kejadian semalam. Saat aku terbangun dari tidurku sepulang dari kediaman keluarga Bagaskara. Aku sangat kesal dengan Mas Saga. Bisa-bisanga dia bersikap tidak sopan padaku, memeluk dan mencium ku tanpa izin. Meskipun aku istrinya tapi kita tidak dalam hubungan yang baik-baik saja. Ceklek, Pintu kamar mandi terbuka. Mas Saga keluar dari kamar mandi dengan wajah yang berbeda dari biasanya. Ada apa dengannya? Apa maksudnya itu? Dia tersenyum padaku? Aku mengernyit bingung, Apa tadi dia terpeleset di kamar mandi? Lalu kepalanya terbentur dan membuatnya mengalami gegar otak. Ya Tuhan. Apa apaan ini? Dia hanya memakai handuk untuk menutupi bagian bawah tubuhnya. "Astaga" Aku langsung memalingkan wajah ku kearah lain. "Ada apa?" Mas Saga berjalan mendekat kearah ku. "Stop!" perintahku yang langsung di lakukan mas Saga. "Pakai baju dulu sana!" Aku menunjuk pintu ruang pakaian yang ada dibelak
"Ayo kita berdamai. Lupakan masa lalu, lupakan semua kebencian mu padaku. Ayo kita berdamai dengan masa lalu untuk satu tahun ke depan" kata Mas Saga mengutarakan keinginannya."Aku akan menebus semua kesalahanku sama kamu" tambahnya meyakinkan. Hatiku memanas mendengar keinginan mas Saga. Dia ingin aku melupakan semuanya. "Kenapa aku harus melupakan semuanya?" tanyaku tidak terima, "Apa demi Tania? kamu ingin menebus dosa Tania?" Aku benar-benar sakit hati mendengar keinginannya. "Bukan gitu Na" sanggah Mas Saga. "Aku hanya tidak ingin...""Tidak ingin aku menyakiti kekasihmu itu?" selaku memotong kalimat mas Saga "Kamu tidak perlu menebus dosa-dosa kamu. Juga tidak perlu khawatir, aku tidak akan menyentuh kekasih tercintamu itu." Aku berdiri dan melangkah pergi meninggal Mas Saga.Rasa sesak itu mulai terasa lagi. Setiap aku mengingat kejadian itu, rasa sesak kembali terasa di dadaku. Ketika aku memasuki ruang tamu, aku mendengar derap kaki Mas Saga mengejar ku. "Rana, dengerin
Arana pov. Aku membereskan barang-barang ku dan beberapa baju untuk pindah ke kamar lain di sebelah ruang kerja Mas Saga. Sejak kejadian kemarin siang aku jadi takut tidur di dalam kamar yang sama dengan Mas Saga. Akhirnya aku memutuskan untuk pindah kamar saja apalagi kamar yang selama ini aku tempati pintunya rusak Karena kejadian kemarin. Aku brpikir akan lebih baik jika aku pindah kamar saja. Setelah kejadian kemarin mas Saga langsung pergi dan belum kembali sampai hari ini. "Sini biar Bibi aja yang bawa, Mbak." Bibi gmengambil beberapa pakaian yang sedang ku bawa. "Makasih ya Bi." ucapku tulus. Aku selalu berusaha bersyukur dengan apa yang terjadi di hidupku. Aku berusaha meyakinkan diriku bahwa setiap hal yang terjadi di hidupku pasti ada pembelajaran yang bisa di ambil. •••Setelah pekerjaan membereskan kamar selesai, aku memutuskan untuk turun ke lantai bawah dan mencari udara segar di teras depan rumah. Rasanya udara di dalam rumah sangat pengap membuatku sesak nafas.
Saga PovSudah satu bulan sejak pertengkaran terakhir kami. sejak itu aku tinggal di kantor seperti sebelumnya. Aku akan pulang tengah malam untuk mengambil baju ganti dan untuk melihat Arana sebentar. Aku sengaja pulang larut malam menunggu Arana tidur baru aku akan masuk ke kamarnya untuk memastikan dia baik-baik saja. Aku memasukkan tiga potong kemeja dan celana kain ke dalam Ransel. Setelahnya aku berjalan keluar menuju ruang kerja untuk mengambil beberapa berkas penting yang aku butuhkan. Ku percepatan gerakan ku karena aku ingin segera melihat Arana. Walaupun hanya melihatnya tidur setidaknya itu bisa mengobati rinduku. Aku sangat merindukannya tapi aku tidak punya keberanian menatap wajahnya. Aku sangat menyesal telah membela Tania waktu itu. Seandainya aku tahu yang sebenarnya, aku sendiri yang akan menghukum Tania. Aku sudah menyuruh orang untuk mencari Tania. Aku pastikan dia mendapatkan hukuman lebih sakit dari yang Arana rasakan. Setelah semu
Arana pov. Mas saga tidak pernah pulang lagi. Aku tidak pernah bertemu dengannya setelah hari itu. Dimana mas Saga mengamuk seperti orang kesetanan. Ya mungkin aku salah. Harusnya aku mengatakannya sebelum aku pergi dulu. Dia pikir aku sengaja membuatnya merasa bersalah karena baru mengatakannya sekarang. Sekitar satu bulan karena marah mas Saga mengurungku di rumah ini tanpa boleh keluar atau menerima tamu. Tapi beberapa kali Rendra datang tanpa sepengetahuan Mas Saga. Setidaknya itu bisa menghilangkan rasa bosanku. Rendra juga membantuku mengantarkan desain bajuku ke Reza. Dari Reza akan diantar ke Ryan lalu Ryan akan mengurus semuanya. Semua hasil penjualan desain ku Ryan masukkan di rekeningku. Setelah berpisah dengan mas Saga aku tidak akan meminta harta gono gini ataupun uang dari ayah. Aku tidak akan menerima saham yang diberikan ayah padaku. Aku sudah menyiapkan masa depanku sendiri. Ada rasa sedih saat memikirkan perceraian kami. Aku tidak
Arana povAku meremas kertas dan membuangnya ketempat sampah. Itu kertas terakhir di mejaku. Aku tidak bisa berkonsentrasi untuk membuat desain malam ini. Entah sudah berapa kertas yang sudah aku buang. Aku mendongak untuk melihat jam. Jam 11.35 menit. Masih ada waktu sebelum jam 12. Aku beranjak untuk mengambil kertas di ruang kerja mas Saga. Aku langsung membuka pintu karena aku pikir cuma ada aku di lantai atas. "Astaghfirullah" ucapku karena kaget. Mas Saga berdiri didepan meja kerjanya menoleh ke arahku. "Ada apa?" tanyanya setelah membalikkan badannya membelakangi ku. Segitu nya dia tidak ingin melihatku. Mengapa tidak mengusirku saja dari rumahnya, supaya dia tidak melihatku lagi. "Maaf. Aku hanya ingin mengambil kertas" jawabku "Tidak perlu khawatir aku tidak pernah menyentuh barang-barang yang lain" kataku dengan sedikit ketus lalu menutup pintu dan kembali ke kamar ku. Aku menutup pintu kamarku dengan keras dan menguncinya.
Arana povKami meninggalkan rumah ayah menggunakan motor. Motor Rendra yang dulu. Aku masih ingat ini motor yang dulu sering dia pakai. "Ini motor kamu yang dulu kan?" tanyaku. "Iya." jawabnya dengan pandangan ke depan. "Yakin nanti bensinnya gak habis?" cibirku. Aku tidak akan pernah lupa, dulu dia sering kehabisan bensin didepan rumah bapak. "Hhhh. Tenang kali ini tidak akan kehabisan bensin" sahutnya menoleh sebentar padaku lalu kembali fokus ke depan. Sudah 30 menit perjalanan. Aku sepertinya mengenal jalan yang kami lewati. Benar aku hafal sekali jalanan ini. Rendra Menghentikan motornya di halaman rumah yang sangat aku rindukan beberapa bulan ini. Rumah bapak dan ibu. Aku langsung turun. Melepas helm lalu berlari mengetuk pintu "Assalamualaikum Pak, Buk" "Wa'alaikum salam, Arana" ibu membukakan pintu. Ibu terkejut sebentar lalu memelukku. "Ibu kangen Na" kata ibu sambil menangis. "Arana juga kangen sama ibu" sahut
"Ya Benar. Aku juga belum mengenalmu dengan baik. Harusnya kita tidak sampai sejauh ini" balasku menimpali ucapannya. "Aku suamimu" tegasnya menatapku tajam. Suami? Aku tersenyum sinis. "Dan Rendra Adik iparku. Aku pergi ke rumah Bapak bukan berkencan. Aku tidak berduaan dan membelai pipi Rendra di depan umum." ungkap ku balas menatapnya tajam. "Maksud kamu apa?" Mas Saga mengerutkan dahinya. Astaga. Apa yang sudah aku katakan. "Pikir saja sendiri" Aku melepaskan tangannya kasar lalu berbalik berjalan menuju kamar. "Arana. Kita belum selesai" Mas Saga mengikuti aku sampai di dalam kamar. "Apa lagi sih?" Aku menghentakkan kakiku kesal. "Aku tidak suka kamu pergi berdua dengan Rendra. Dan kamu harus menuruti perintahku karena aku suamimu" Kekeh nya yang membuat emosiku memuncak. Aku benar-benar lelah dengan semua keegoisannya. "Aku tidak boleh pergi dengan Rendra walaupun untuk mengunjungi orang tuaku dan kamu bisa pergi dengan siapapun yang kamu suka. Kamu bisa menginjakkan kak