Share

8. Sekamar

"Kemana kamu, Syahdu?" Ditengah kekalutanku tiba-tiba petugas keamanan mengabariku.

"Mas, ada gadis yang yang menggendong anak kecil sedang berteriak-teriak memanggil Mas Banyu."

"Iya, Pak. Itu Syahdu. Dimana, Pak?"

"Di tempat pemberhentian kereta di dekat pintu masuk."

Buru-buru aku dengan diantar petugas keamanan menuju tempat yang di maksud. Terlihat Syahdu duduk di dekat loket sambil mendekap Dinda dengan wajah kelelahan dan ketakutan. Melihatku, buru-buru dia menghambur ke pelukanku dan menangis sesenggukan.

"Kenapa kamu tinggalin Mas Banyu? Kan Mas Banyu sudah pesan, jangan kemana-mana!"

"Tadi Syahdu kebelet pipis jadi Syahdu nyari kamar mandi. Tapi nggak ketemu jadinya Syahdu ngompol, Mas. Lalu ada kereta berhenti, Syahdu naik aja. Syahdu takut. Syahdu nggak ketemu Mas Banyu," jelasnya kemudian menangis lagi.

"Sudah, diam nangisnya. Kan sudah ketemu Mas Banyu sekarang. Ayo pulang, ya. Sampai sudah sore begini. Kamu lapar kan? Kita sampai belum makan siang gara-gara kamu hilang."

Keluar dari Mekar Sari aku pun mengajak Syahdu dan Dinda mampir ke toko pakaian untuk membelikan Syahdu baju ganti karena nggak tahan dengan baunya. Lalu kami mencari tempat makan sekalian menunggu magrib. Setelah Maghrib baru kami melanjutkan perjalanan pulang. Tapi baru saja mobil melaju, terlihat kemacetan yang sangat panjang entah karena apa. Mobil sama sekali tidak bergerak. Untunglah Dinda nggak rewel, anteng tertidur pulas. Justru ibunya yang rewel.

"Syahdu capek, Mas. Kenapa nggak nyampe-nyampe. Syahdu pengin tiduran, kepala Syahdu pusing."

Kubiarkan saja dia merengek-rengek dan akhirnya tertidur pulas sendiri. Menatap wajahnya yang tertidur, seperti menatap seorang perempuan normal. Ketidaknormalannya hanya terlihat kalau dia bicara.

Meski kecapekan, tapi kecantikannya tetap memukau bagiku. Seraut wajah yang tak pernah sirna dari pikiranku dan semakin membekas setelah hari ini pertama kalinya aku berkomunikasi dengan Syahdu. Setelah hari ini, entahlah apa aku tega meninggalkannya, berangkat ke Jepang.

Jam 10 malam akhirnya kami sampai di rumah Syahdu dengan diiringi hujan yang sangat deras dan petir yang menyambar-nyambar. Perjalanan yang harusnya cuma 1 jam harus ditempuh berjam-jam karena macet parah disebabkan kecelakaan beruntun.

"Syahdu, bangun. Sudah sampai," lirihku.

"Sampai malam begini, Mas Banyu?" tanya Mbok Nah sambil meraih Dinda dari pangkuan Syahdu.

"Iya, Mbok. Ceritanya panjang. Saya numpang istirahat dulu sebentar ya, Mbok. Lumayan capek tadi di jalan kena macet."

"Sudah, Mas Banyu nginep di sini saja. Sudah malam begini, hujannya juga deras sekali. Jalanan di Jonggol sepi, Mas. Takut kenapa-napa."

"Tetapi, Mbok ...,"

"Pulang besok habis subuh saja, Mas. Lebih aman."

"Iya, Sih, Mbok. Saya juga ngantuk dan capek ini."

"Saya siapin kamar dulu ya, Mas."

"Saya tidur di ruang tamu saja, Mbok."

"Nggak, ada kamar Mbak Syahdu kosong kok. Mbak Syahdu tidurnya di kamar Neng Dinda."

Aku akhirnya manut lalu diantar Mbok Nah ke kamar Syahdu.

"Nah, ini kamarnya, Mas."

"Terima kasih, Mbok. Itu kok ada pintu di dalam kamar, Mbok?"

"O iya. Itu pintu menghubungkan ke kamar Neng Dinda. Sudah ya Mbok tinggal dulu. Mas Banyu istirahat."

"Mbok Nah percaya sama saya untuk tidur di sini?"

"Iya, Mbok Nah percaya. Mas Banyu tidak mungkin menyakiti Mbak Syahdu."

"Sekali lagi, terima kasih ya, Mbok."

Karena capeknya, setelah kutelepon Arumi, aku pun tertidur pulas tak ingat apa-apa. Aku terbangun ketika seseorang berteriak kencang lalu memukul wajahku.

"Banyu! Apa-apaan ini! Apa yang kamu lakukan disini? Kurang ajar kamu! Dan kamu Syahdu dasar wanita jalang!"

Aku yang masih belum pulih benar kesadarannya, merasa bingung dengan apa yang terjadi. Kenapa Syahdu bisa tidur di sampingku dan aku memeluknya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yanyan
syahdu hanya cinta sama mas banyu.. shev syahdu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status