Share

9. Ayah

"Syahdu, kenapa kamu tidur di sini?" tanyaku penuh selidik pada Syahdu yang juga terduduk kebingungan karena nyawanya belum pulih tapi Ayah menarik lengannya lalu berkali-kali menampar pipi Syahdu.

"Hentikan, Yah! Ini tidak seperti yang Ayah lihat. Ayah telah salah sangka. Ayah lihat kan kami masih berpakaian utuh. Kami tidak melakukan apa-apa, Yah. Aku jamin itu."

"Dasar, anak tak tahu diuntung! Jadi dari kemarin kamu seharian tidak di rumah bahkan tidak pulang itu karena kamu di sini, Banyu?! Apa maumu? Kamu menyukai Syahdu? Jawab Banyu!"

"Ayah yang harus menjawab pertanyaan Banyu! Apa yang sudah Ayah lakukan pada Bapaknya Syahdu?!"

"Apa maksudmu?" Terlihat wajah Ayah yang tiba-tiba pucat ketakutan.

"Banyu sangat menyesal, Ayah sudah menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta! Sampai harus membunuh bapaknya Syahdu!"

"Lancang mulutmu, Banyu! Ayah mulai mengangkat tangannya mau menamparku lagi tapi kucekal lengannya.

"Benar kan, Yah?"

"Siapa yang mencekoki kamu dengan fitnah itu? Mbok Nah? pasti Mbok Nah!"

"Mbok Nah tidak salah! Kebenaran cepat atau lambat pasti akan terungkap, Yah."

"Jaga mulutmu, Banyu! Jangan sembarangan kamu kalau ngomong!" teriak Ayah dengan wajah memerah memendam amarah yang siap diluapkan.

Bergegas Ayah keluar dari kamar dengan berteriak-teriak memanggil Mbok Nah.

"Mbok Nah! Mbok Nah! Keluar! Keluar! Aku tidak akan pernah memaafkan Mbok Nah! Lihat saja!"

Tapi entahlah kenapa Mbok Nah tak kunjung datang. Kemana, Mbok Nah? Apa mungkin Mbok Nah mendengar obrolan kami lalu ketakutan lalu meninggalkan rumah ini?

Tiba-tiba Ayah membabi buta, mengamuk, melempar apa saja yang ada di rumah sambil berteriak-teriak tak terkendali.

"Keparat kalian!" Sekali lagi Ayah menghampiriku dan menonjok tanpa ampun wajahku lalu menendang Syahdu dengan biadab di depan mataku.

Hatiku yang tak tahan dengan perlakuan Ayah pada Syahdu akhirnya tak bisa menahan tanganku untuk balas menonjok Ayah. Kami pun akhirnya terlibat perkelahian. Tak ada rasa hormatku lagi pada Ayah. Syahdu yang melihat kami hanya menjerit-jerit memanggil namaku sambil berusaha menarik tubuh Ayah dan memukul-mukul Ayah.

"Mas Banyu! Jangan pukul Mas Banyu! Hentikan! Jangan pukul Mas Banyu!" Ayah menghentikan pukulannya di wajahku lalu berganti mencekal lengan Syahdu mengayunkan tangannya mau memukul Syahdu.

"Sekali lagi Ayah berani menyiksa Syahdu, Banyu akan mengadukan perbuatan Ayah terhadap bapak Syahdu kepada yang berwenang! Banyu tidak main-main, Yah!"

"Ada hubungan apa sebenarnya kalian berdua?" tanya Ayah dengan tatapan tajam ke arahku.

"Sebelum Banyu menjawab, Banyu pengin nanya, Yah. Kenapa Ayah mengaku-ngaku kalau Dinda anak Ayah?"

"Dinda memang anakku!"

"Ayah yakin?"

"Apa maksudmu, Banyu?!"

"Aku satu-satunya laki-laki yang pernah menyentuh Syahdu, Yah. Aku yang sudah merenggut kesucian Syahdu dan menghamili Syahdu! Aku Ayah Dinda!" pekikku yang membuat Ayah terpaku.

"Ini tidak mungkin, bagaimana mungkin semua serba kebetulan. Kamu pasti bohong, Banyu!"

"Banyu tidak bohong, Yah. Semua itu terjadi waktu Banyu liburan ke rumah Embah sendirian. Dan sekarang Banyu merasa punya tanggung jawab pada Syahdu dan Dinda. Banyu akan memperjuangkan apa yang menjadi hak Syahdu yang sudah Ayah rampas selama ini. Ayah harus menebus kesalahan Ayah di penjara!" Ayah terdiam dengan bibir tergetar.

Aku tak peduli lagi kalau laki-laki di hadapanku ini adalah ayah kandungku. Hanya satu yang ingin kulakukan padanya. Membalaskan penderitaan Syahdu selama ini.

Dalam diamnya, tiba-tiba Ayah mencengkeram dadanya sambil merintih kesakitan lalu tersungkur jatuh.

"Ayaaah!"

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yanyan
biar mampus guntur.. biarin.. orang jahat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status