"Syahdu, kenapa kamu tidur di sini?" tanyaku penuh selidik pada Syahdu yang juga terduduk kebingungan karena nyawanya belum pulih tapi Ayah menarik lengannya lalu berkali-kali menampar pipi Syahdu.
"Hentikan, Yah! Ini tidak seperti yang Ayah lihat. Ayah telah salah sangka. Ayah lihat kan kami masih berpakaian utuh. Kami tidak melakukan apa-apa, Yah. Aku jamin itu.""Dasar, anak tak tahu diuntung! Jadi dari kemarin kamu seharian tidak di rumah bahkan tidak pulang itu karena kamu di sini, Banyu?! Apa maumu? Kamu menyukai Syahdu? Jawab Banyu!""Ayah yang harus menjawab pertanyaan Banyu! Apa yang sudah Ayah lakukan pada Bapaknya Syahdu?!""Apa maksudmu?" Terlihat wajah Ayah yang tiba-tiba pucat ketakutan."Banyu sangat menyesal, Ayah sudah menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta! Sampai harus membunuh bapaknya Syahdu!""Lancang mulutmu, Banyu! Ayah mulai mengangkat tangannya mau menamparku lagi tapi kucekal lengannya."Benar kan, Yah?""Siapa yang mencekoki kamu dengan fitnah itu? Mbok Nah? pasti Mbok Nah!""Mbok Nah tidak salah! Kebenaran cepat atau lambat pasti akan terungkap, Yah.""Jaga mulutmu, Banyu! Jangan sembarangan kamu kalau ngomong!" teriak Ayah dengan wajah memerah memendam amarah yang siap diluapkan.Bergegas Ayah keluar dari kamar dengan berteriak-teriak memanggil Mbok Nah."Mbok Nah! Mbok Nah! Keluar! Keluar! Aku tidak akan pernah memaafkan Mbok Nah! Lihat saja!"Tapi entahlah kenapa Mbok Nah tak kunjung datang. Kemana, Mbok Nah? Apa mungkin Mbok Nah mendengar obrolan kami lalu ketakutan lalu meninggalkan rumah ini?Tiba-tiba Ayah membabi buta, mengamuk, melempar apa saja yang ada di rumah sambil berteriak-teriak tak terkendali."Keparat kalian!" Sekali lagi Ayah menghampiriku dan menonjok tanpa ampun wajahku lalu menendang Syahdu dengan biadab di depan mataku.Hatiku yang tak tahan dengan perlakuan Ayah pada Syahdu akhirnya tak bisa menahan tanganku untuk balas menonjok Ayah. Kami pun akhirnya terlibat perkelahian. Tak ada rasa hormatku lagi pada Ayah. Syahdu yang melihat kami hanya menjerit-jerit memanggil namaku sambil berusaha menarik tubuh Ayah dan memukul-mukul Ayah."Mas Banyu! Jangan pukul Mas Banyu! Hentikan! Jangan pukul Mas Banyu!" Ayah menghentikan pukulannya di wajahku lalu berganti mencekal lengan Syahdu mengayunkan tangannya mau memukul Syahdu."Sekali lagi Ayah berani menyiksa Syahdu, Banyu akan mengadukan perbuatan Ayah terhadap bapak Syahdu kepada yang berwenang! Banyu tidak main-main, Yah!""Ada hubungan apa sebenarnya kalian berdua?" tanya Ayah dengan tatapan tajam ke arahku."Sebelum Banyu menjawab, Banyu pengin nanya, Yah. Kenapa Ayah mengaku-ngaku kalau Dinda anak Ayah?""Dinda memang anakku!""Ayah yakin?""Apa maksudmu, Banyu?!""Aku satu-satunya laki-laki yang pernah menyentuh Syahdu, Yah. Aku yang sudah merenggut kesucian Syahdu dan menghamili Syahdu! Aku Ayah Dinda!" pekikku yang membuat Ayah terpaku."Ini tidak mungkin, bagaimana mungkin semua serba kebetulan. Kamu pasti bohong, Banyu!""Banyu tidak bohong, Yah. Semua itu terjadi waktu Banyu liburan ke rumah Embah sendirian. Dan sekarang Banyu merasa punya tanggung jawab pada Syahdu dan Dinda. Banyu akan memperjuangkan apa yang menjadi hak Syahdu yang sudah Ayah rampas selama ini. Ayah harus menebus kesalahan Ayah di penjara!" Ayah terdiam dengan bibir tergetar.Aku tak peduli lagi kalau laki-laki di hadapanku ini adalah ayah kandungku. Hanya satu yang ingin kulakukan padanya. Membalaskan penderitaan Syahdu selama ini.Dalam diamnya, tiba-tiba Ayah mencengkeram dadanya sambil merintih kesakitan lalu tersungkur jatuh."Ayaaah!"***"Mas Banyumu, Syahdu!""Mas Banyu?!" Aku tersentak, " Ngapain Mas Banyu di sana, Mas Adit?""Kan aku bilang, orang itu jadi pasienku, pasien Dokter Hans, berarti apa?""Berarti Mas Banyu gila?!""Iya, Syahdu. Tadi Mas Adit juga nggak percaya. Keadaannya sangat menyedihkan. Yang keluar dari mulutnya cuma namamu dan Dinda. Syahdu ... Dinda ... Gitu terus. Tatapan matanya kosong. Dan yang lebih menyedihkan dia buta, Syahdu.""Mas Banyu!" Aku pun menangis histeris."Tadi aku sempet tanya saudara yang kebetulan menjenguknya. Kamu tahu ternyata Banyu mendonorkan mata buat putrinya yang sangat ia cintai dulu sebelum dimasukkan ke penjara.""Jadi mata Dinda itu mata Mas Banyu, Mas Adit?" Mas Adit mengangguk dan aku pun menangis sejadi jadinya."Mas Adit! Syahdu mau ketemu Mas Banyu, Mas Adit! Anterin Syahdu ke Mas Banyu!" rengekku."Enggak, Syahdu! Untuk keadaan sekarang belum aman.""Pokoknya Syahdu mau ketemu Mas Banyu! Kalau Mas Adit nggak mau nganterin, Syahdu mau kesana sendiri! minta d
Sampai akhirnya kami harus kembali ke perantauan. Mas Adit sudah sembuh total dan menutuskan untuk melanjutkan kuliah lagi. Dito sudah berumur 3 bulan jadi sudah aman untuk melakukan perjalanan jauh."Kamu yakin, Dit membawa Syahdu ke Jakarta? Apa bisa dia mengasuh 2 anak sendirian?" tanya Mama khawatir."Syahdu bisa kok, Ma." jawabku"Jangan sepelein Syahdu, Ma. Dia memang punya kekurangan. Tapi dia juga punya naluri seorang ibu. Nih buktinya, Dinda tumbuh dengan baik dan sehat.""Iyo Yo, Dit. Cantik lagi nih Dinda nya."."Maaf ya, Mbak Syahdu, Mbok Nah nggak bisa ikut. Mbok Nah pengin menikmati masa tua di kampung.""Iya, Mbok Nah, nggak pa pa. Sekarang Syahdu udah bisa ngapa ngapain sendiri, udah diajarin masak Mbok Nah juga kan. Yang penting Syahdu ada di samping Mas Adit. Itu sudah cukup.""Iya, Mbak Syahdu, Mbok Nah sudah tenang sekarang, Mbak Syahdu pasti aman dan bahagia sama Mas Adit. Mas Adit nitip Mbak Syahdu, ya.""Iya, Mbok. Tenang saja.""Dit, sudah kamu nurut sama Papa,
"Syahdu nggak pa pa. Syahdu janji nggak selingkuh. Mas Adit juga janji jangan nyari istri lagi, ya?""1 istri saja aku nggak bisa ngasih nafkah batin, gimana mau 2, Syahdu. Kamu ada-ada aja. Kamu tuh yang bisa selingkuh.""Nggak, Syahdu nggak bakal selingkuh. Syahdu sayang Mas Adit.""Lha iya, selingkuhanmu dah di penjara. Mo selingkuh sama siapa.""Mas Adiiiiiit!" Kucubit saja lengannya.***Setelah latihan tiap hari bersamaku, 2 bulan berikutnya, Mas Adit akhirnya bisa berjalan normal kembali walaupun masih pakai tongkat. Semangat Mas Adit yang menggebu gebu telah mempercepat proses penyembuhan.Pagi ini kami berdua jalan pagi menyusuri jalanan pedesaan yang masih sepi. Udaranya segar sekali. Diusia kehamilanku yang sudah mendekati lahiran, disarankan banyak jalan biar persalinan lancar katanya. Makanya tiap hari, Mas Adit yang bersemangat ngajak jalan, sekalian terapi buat Mas Adit juga."Duuuh, yang terkenang dengan seseorang ...," ledek Mas Adit sambil menyikut lenganku ketika k
Hari hariku selanjutnya terasa suram melihat Dinda yang lebih banyak nangisnya daripada diemnya. Selalu rewel, nangis terus nggak pagi, nggak siang, nggak malem. Naluri seorang ibu, bisa merasakan apa yang dirasakan Dinda. Dia kesepian dan ketakutan.Yang bisa menghiburnya hanya suaraku dan suara Mas Adit. Setiap kami diam dia nangis. Penginnya kita ngomong terus, ngajak ngobrol dia. Tidurpun nggak bisa lepas dari kami. Minta kupeluk juga Mas Adit."Tapi, Dit, anak Anggita yang di perut ini juga butuh kamu" rengek Anggita manja ketika Mas Adit ijin mo tidur di kamarku "Tolong dong, Nggit. Ngalah dulu. Kasihan, Dinda. Dia pengin tidur dipeluk papanya. Kamu jangan egois kayak gitu!" Seru Mas Adit.Akhirnya Mas Adit sekarang tidur bersama kami tidak peduli Anggita sewot. Buat Mas Adit kebahagiaan Dinda lebih penting dari segalanya.Satu satunya harapan kami hanya menunggu ada orang yang mau mendonorkan matanya. Papa terus berusaha. Mas Adit yang bersikeras pengin mendonorkan mata akhirn
Setelah seminggu dirawat akhirnya aku boleh pulang. Senangnya ... walaupun ada yang kurang karena Dinda masih dirawat di Rumah sakit di Semarang. "Syahdu, nanti ada kejutan buatmu." ucap Mama ketika perjalanan pulang dari rumah sakit. Hanya Mama dan sopir yang menjemputku karena Papa dan Mas Yoga nungguin Dinda di Semarang. Dan Mas Adit nungguin Anggita yang lagi sakit katanya."Kejutan buat Syahdu? Kejutan apa, Ma?" "Kalau aku ngomong sekarang namanya bukan kejutan dong, Syahdu. Nanti nyampe rumah."Setelah melewati hamparan sawah, kami pun sampai di rumah Mas Adit. Terlihat Mas Adit yang sudah menyambutku di pintu gerbang."Akhirnya, istriku yang lucu menggemaskan ini kembali juga ke rumahku." "Mas Adit!" Kupeluk Mas Adit yang duduk di kursi roda. "Syahdu, lihat ini ada siapa?" panggil Mama, Aku melepaskan pelukan Mas Adit menoleh ke arah Mama.Seorang wanita tua yang pakai kebaya berdiri di samping Mama. Kuusap usap mataku. Rasanya tidak percaya. "Mbok Nah!" Aku berlari ke ar
Bunga ilalangPart 34_Merajut_memori_lama"Dinda kritis di rumah sakit, Dit.""Dinda ... Dinda kenapa, Mas Adit?!" Aku yang mendengar nama Dinda disebut langsung teriak panik tapi Mas Adit tak menjawabku malah menjalankan kursi rodanya menjauh dariku.Tapi lamat-lamat aku bisa mendengar percakapan mereka."Kritis kenapa, Pa?" "Kecelakaan di tol Semarang. Polisi mengejar mobil yang dikendarai Banyu. Perhitungan mereka kalau ditangkap di jalan, mereka tidak sempat merencanakan sesuatu untuk menggunakan Dinda sebagai tameng.""Lalu, Pa?""Tapi ternyata perhitungan polisi meleset. Banyu menabrakkan mobilnya pada besi pembatas jalan dengan kecepatan tinggi, Dit. Menurut pengamatan polisi dia sengaja menabrakkan karena tidak terlihat mobil oleng atau menghindari sesuatu.""Innalilahi. Apa maunya, Banyu itu! Bisa bisanya dia senekat itu! Terus bagaimana keadaan mereka, Pa? Keadaan, Dinda?""Semua kritis, Dit, termasuk Dinda. Mereka di rawat di rumah sakit di Semarang. Ini Papa dan Mas Yog