Share

Guru Sastra Yang Masih Belajar

''Mengajar sastra?'' tanya Andrew kepada pria berperut buncit itu tak percaya. 

Andrew adalah lulusan teknologi militer. Seharusnya dia mengajar semua yang berhubungan dengan teori kemiliteran pada para siswa di Keio. Namun ucapan Mr. Perry barusan membuatnya melongo. 

''Kita kekurangan guru sastra. Tokugawa Layesu menginginkan lebih banyak lagi guru sastra. Hanya untuk sementara sampai kapal berikutnya datang membawa lebih banyak guru sastra.'' Mr. Perry menerangkan.

''Tapi aku lulusan teknologi militer, Sir,'' protes Andrew. 

Mr. Perry terkekeh. ''Kau bisa mengenalkan pada para siswa itu karya-karya Shakespeare, Alexandre Dumas. Ada banyak buku di perpustakaan kita. Bacalah!''

''Sial!'' umpat Andrew sambil mengacak rambutnya dengan kasar.

Mr. Perry tergelak melihat ekspresi wajah Andrew yang sedikit panik. Pemuda itu pasti tidak menyangka ia akan mendapat posisi sebagai guru sastra. Namun, sebagai orang yang mengenal Andrew sejak kecil, ia tahu kemampuan pikir pemuda itu. Ia cerdas, meskipun sangat bandel.

''Pergilah ke perpustakaan sekarang. Habiskan hari ini dengan membaca buku. Kita di sini bukan hanya untuk bersenang-senang saja,'' sindir Mr. Perry seraya menarik susut bibirnya. ''Bagaimana malammu di Edo, Andrew?'' tanyanya kemudian membuat Andrew mengelus tengkuknya sambil meringis malu.

''Sangat memesona,'' jawab Andrew seraya membungkuk hormat pada Mr. Perry lalu melangkah keluar dari tenda pria berkumis lancip itu.

Andrew merogoh saku mantel panjangnya, mengambil satu bungkus cigars dan mengambilnya satu batang kemudian menyalakannya. Sembari menikmati cerutunya, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling pelabuhan. Bangunan-bangunan yang akan menjadi markas mereka mulai terlihat perkembangannya. 

Ia melangkah menuju satu tenda besar yang terletak tidak jauh dari tenda Mr. Perry. Di sana terdapat beberapa rak panjang yang berisi buku-buku dari berbagai macam ilmu pengetahuan. Andrew menghampiri satu rak yang tertempel sebuah papan nama kayu di atasnya. Papan nama itu bertuliskan kata-kata History And Literature. 

''Shakespeare ... Shakespeare,'' gumamnya sembari memeriksa satu persatu judul buku yang kertasnya sudah mulai lusuh dan menguning. ''Ini dia,'' ujarnya ketika matanya menangkap satu judul buku yang sedang dicarinya.

Shall I compare thee to a summer’s day?

Thou art more lovely and more temperate.

Rough winds do shake the darling buds of May,

And summer’s lease hath all too short a date.

Sometime too hot the eye of heaven shines,

And often is his gold complexion dimmed;

And every fair from fair sometime declines,

By chance, or nature’s changing course, untrimmed;

But thy eternal summer shall not fade,

Nor lose possession of that fair thou ow’st,

Nor shall death brag thou wand’rest in his shade,

When in eternal lines to Time thou grow’st.

So long as men can breathe, or eyes can see,

So long lives this, and this gives life to thee

Kening Andrew mengerenyit. Mengartikan puisi Shakespeare bukan hal yang mudah. Untuk satu puisi saja sepertinya ia harus membacanya berulang-ulang. Lalu bagaimana caranya mengajarkan pada para siswa di Koei, sedangkan bahasa Inggris saja mungkin baru kali ini mereka dengar. Ia tidak yakin para penerjemah istana yang akan mendampinginya di kelas bisa dengan mudah menerjemahkannya untuk para siswa itu. Mungkin sebaiknya ia mencari buku sastra yang bisa dipakai untuk pemula. Atau ia mengajarkan bahasa Inggris terlebih dahulu pada mereka. Atau ia harus mempelajari bahasa Jepang. 

Andrew menghembuskan napasnya dengan kasar. Ia berpikir sejenak. ''Sial! Sial!'' makinya.

Matanya kembali menelusuri buku-buku lusuh yang berjejer rapi di dalam rak. Ia membulatkan matanya ketika melihat sebuah buku dengan judul paling terkenal sepanjang masa. Karya dari Shakespeare yang berjudul Romeo And Juliet. 

''Kenapa tidak terpikirkan olehku?'' kekehnya sembari menarik buku itu dari rak. Lalu dengan senyum miringnya, ia melangkah keluar dari perpustakaan dan berjalan melewati para pekerja bangunan yang berseliweran di sekitarnya.

''Baker!'' panggil seseorang memaksa Andrew untuk berhenti. Ia menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Melihat kedatangan temannya, Thomas Carver, Andrew buru-buru menyembunyikan buku yang dipegangnya ke balik punggungnya.

''Kita jalan-jalan lagi malam ini,'' kata Thomas dengan seringai di mulutnya.

''Ah, sial ... sepertinya aku tidak bisa ikut,'' sahut Andrew dengan raut wajah kecewa.

''Kenapa?'' tanya Thomas seraya memicingkan matanya.

Andrew menggaruk kepalanya sambil meringis. ''Besok pagi aku mulai mengajar. Sepertinya malam ini aku harus mendalami materinya terlebih dahulu.''

''Mendalami materi? Seorang lulusan teknologi militer Harvard harus mendalami materi untuk mengajar ilmu-ilmu dasar?'' tanya Thomas tidak percaya.

Andrew terkekeh. Ia kembali menggaruk kepalanya yang tidak gatal sam sekali. Tangannya masih menyembunyikan buku di balik punggungnya.

''Apa yang kau sembunyikan?'' tanya Thomas sembari mengintip ke balik punggung Andrew.

Pelan Andrew menunjukkan pada Thomas buku yang sedang di pegangnya. Pemuda berambut merah itu membulatkan kedua mata hijaunya dan sejurus kemudian terbahak-bahak. ''Jadi, kau sekarang menjadi romantis karena menghabiskan satu malam bersama wanita Edo?'' 

Andrew mendesis sebal. ''Bukan begitu, Brengsek!'' hardiknya. ''Mr. Perry menunjukku sebagai guru sastra di Koei. Ini satu-satunya buku yang paling ringan isinya dari semua tulisan Shakespeare. Aku pikir buku ini cocok untuk pemula,'' terangnya membela diri.

Tak ayal lagi, ucapan Andrew membuat Thomas kembali tergelak. ''Guru sastra? Andrew Baker? Astaga ... apa aku tidak salah dengar?'' Ia berucap sambil menggelengkan kepala. Thomas mengenal siapa pemuda tampan bermata biru di hadapannya ini. Mereka berasal dari kota yang sama, Philadelphia, dan masuk ke universitas yang sama, Harvard. Andrew adalah pemuda bandel yang susah diatur. Ia juga cukup brengsek dan senang mempermainkan wanita. Ia bahkan berani menentang keinginan ayahnya yang menghendaki dirinya masuk kemiliteran. Namun, meskipun reputasinya tidak terlalu baik, Andrew adalah pemuda yang cerdas.

''Diam kau, Brengsek!'' maki Andrew kesal. ''Kau pikir aku senang dengan keputusan Mr. Perry?'' Ia terdiam sejenak. Lalu mengelus dagunya sembari mencebikkan bibir tipisnya. ''Mungkin tidak akan terlalu buruk.'' Ia menggumam. Senyum lebarnya tiba-tiba lolos dari bibirnya. ''Aku yakin kelas sastra banyak dihuni gadis-gadis muda dan kaya. Mungkin aku bisa mendapatkan salah satu atau dua dari mereka,'' ucapnya senang. 

Thomas tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Andrew yang sangat mencerminkan seorang Andrew Baker. Ia menepuk pundak sahabatnya itu pelan. ''Baiklah, selamat belajar, Guru Sastra yang masih belajar. Aku akan bersenang-senang tanpamu malam ini,'' kekehnya seraya berlalu meninggalkan Andrew dengan tawa yang berderai-derai.

''Ah, sial!'' maki Andrew kesal. Ia ingin sekali ikut bersenang-senang lagi malam ini. Menghabiskan malam dengan wanita Edo yang sangat menggairahkan. Baru semalam ia bisa kembali menyentuh tubuh seorang wanita, setelah berbulan-bulan lamanya berada dalam perjalanan kapal yang membosankan.

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Lee_Yuta
Lanjut baca dong.........
goodnovel comment avatar
Angspoer
orang militer disuruh ngajar sastra, beneran guru dadakan. untung bukan tataboga
goodnovel comment avatar
HanyCha Reny
jadi ank baik aja, jgn nackal
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status