Aku sungguh tidak sudi memanggil pria kejam itu ayah.Ibuku ditinggal olehnya dan akhirnya meninggal karena sakit. Masa kecilku dilalui di panti asuhan.Aku tidak pernah merasakan kasih sayang ayah, juga tidak pernah mengharapkannya.Namun, aku terpaksa berkompromi demi menyelamatkan Laras.Dia sangat senang karena tiba-tiba memiliki seorang putra.Dalam hitungan hari, dia menyerahkan kendali Grup Santoso kepadaku dan menyuruhku untuk mempelajari segala hal tentang bisnis.Aku bukan orang yang cerdas.Namun, aku teringat Laras. Aku pun giat belajar dan akhirnya bisa menguasai perusahaan yang begitu besar.Saat aku menghadiri salah satu pertemuan bisnis, aku bertemu dengan Kevin.Aku tidak punya kesabaran untuk berbasa-basi dengannya, jadi aku langsung terjun ke inti.Aku hanya menginginkan Laras.Kevin sudah terbiasa berhadapan dengan berbagai macam orang di dunia bisnis sehingga tidak mudah menunjukkan reaksi apa pun.Jelasnya, dia minum banyak malam itu.Sepulangnya ke rumah, ayahku
Tentu saja, kebangkrutan itu disebabkan oleh Edrick.Aku juga turut membantu.Aku memanfaatkan sahamku untuk membantu Edrick menjatuhkan Grup Wijaya.Sama seperti dulu ketika Kevin menghancurkan Grup Pradipta.Tengah malam yang hening, Edrick yang biasanya tampak tegas itu berubah menjadi sosok yang manja.Dia terus meminta hadiah dariku.Aku tertawa pelan sambil memamerkan cincin di tangan kananku.Cincin berlian tampak berkilauan di bawah sinar lampu.“Aku sudah jadi milikmu, apa lagi yang mau kamu minta?”Dia meringkuk dan mengusapkan kepalanya di badanku. “Aku lapar ... sayang ....”Rambutnya membuatku geli.Aku pun terpaksa memberikan kecupan ringan di pipinya.Ciuman ini seolah-olah langsung membangkitkan sesuatu dalam dirinya.Dia tertawa nakal, kemudian mulai membuka pakaianku dengan pelan.Tubuhku seketika menegang.Kasih sayang Edrick memang telah membuatku merasa jauh lebih baik.Akan tetapi, trauma di hatiku belum sepenuhnya hilang. Trauma ini seringkali memengaruhi hidupku
Kini aku hanya merasa lucu.Aku melepaskan cincin itu dari jari manisku dan langsung membuangnya ke tempat sampah.“Maaf, Kevin. Cincin murahan seharga belasan ribu ini sudah seharusnya aku buang sejak dulu.”Aku tersenyum lebar. “Apakah kita boleh berangkat sekarang?”Begitu mendapatkan surat cerai, aku merasa seolah beban seberat gunung telah terangkat dari pundakku.Cintaku pada Kevin tanpa sadar telah menjadi beban terberat dalam hidupku.Seiring beberapa kali kesalahpahaman, cinta semakin memudar.Kemudian digantikan oleh penderitaan yang tidak ada habisnya.Sekarang aku telah merelakan semuanya, aku pun tidak ingin menjadi kambing hitam lagi.Aku ingin menjelaskan untuk terakhir kalinya.Aku menggenggam USB yang ada di dalam tasku sambil berkata dengan tenang.“Kevin, kematian ayahmu nggak ada hubungannya denganku. Apakah kamu percaya?”Dia menundukkan kepalanya dan terdiam lama.Aku tersenyum pahit.Diam sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan jawabannya.Tanpa ragu, aku mengel
Kami bersama-sama menyambut tamu, sibuk mondar-mandir sepanjang acara.Di layar LED besar, terpampang foto-foto kenangan ayah Kevin.Ada pula prestasi dan pencapaiannya.Aku terpaku melihat layar. Kenangan masa lalu kembali berputar di benakku.Kenangan-kenangan itu tidak terlalu indah.Sebenarnya, aku tidak terlalu mengenal ayah Kevin.Dalam ingatanku, dia selalu tampak serius dan jarang berbicara.Pada hari pertunangan kami, dia memberiku sebuah gelang giok.Katanya, gelang itu khusus untuk menantu Keluarga Wijaya.Kemudian, gelang itu diambil kembali oleh Kevin.Mengingat hal ini, aku tersenyum getir.Tiba-tiba, layar LED berubah gelap.Ketika kembali menyala, video yang muncul bukan lagi kenangan ayah Kevin.Itu adalah video dari ponsel Sinta.Ruangan seketika riuh.Aku terpaku di tempat.Darahku serasa membeku, lalu aku kencing celana.“Apa yang kalian lihat? Matikan listriknya!”Seseorang melilitkan jas ke pinggangku dan menutupi mataku dengan tangan.Dia melindungiku dari tatapa
Kevin tidak membalas pukulan Edrick, melainkan hanya menyeka darah dari sudut bibirnya."Kalau kamu mau bercerai denganku, ikut aku pulang.”“Meskipun dia nggak ikut kamu pulang, kalian tetap akan cerai.”Kevin tidak menghiraukan Edrick.Dia menatapku langsung untuk menunggu jawabanku.Aku melangkah keluar dari belakang Edrick dengan berpura-pura tenang.“Baik, aku akan pulang denganmu.”Aku ingin segera bercerai dengannya dan menyudahi segala hubungan masa lalu.Untuk itu, aku harus berkompromi.Aku memberikan senyuman menenangkan kepada Edrick berharap dia tidak terlalu khawatir. “Setelah semuanya selesai, aku akan menghubungimu.”Mungkin senyumku terlalu datar sehingga Edrick ragu sejenak.Namun, dia tetap menghormati keputusanku.Kebencian Kevin terhadapku sudah mengakar dalam.Dia membawaku kembali ke vila yang penuh kenangan buruk itu.Sepertinya dia berharap bisa mengembalikan perasaan bersalahku sehingga aku akan tinggal di sini untuk menerima pembalasannya lebih lanjut.Dia sa
Aku membuka lebar mulutku dengan lemah.Ketakutan tak terkira mencekik tenggorokanku. Setelah berusaha keras, akhirnya aku meneriakkan beberapa kata.“Jangan! Jangan sentuh aku!”Kevin terkejut dengan teriakanku yang mendadak. Dia pun segera melepaskan cengkeramannya.Aku terjatuh ke lantai. Kedua tanganku memegang erat pakaian yang robek.Permintaan ampun terus terdengar dariku.“Tolong ... aku nggak akan mendekati Kevin lagi. Aku bersumpah. Tolong lepaskan aku ....”Kevin mendekat lagi. Bibirnya bergerak seperti sedang mengatakan sesuatu.Namun, aku tidak bisa mendengar lagi.Aku merasa seperti kembali ke hari itu.Hari di mana mereka menghancurkan semua martabatku.Aku tidak mau mengalami kejadian seperti itu lagi.Dengan tenaga terakhirku, aku meraih pisau buah di meja dan menusukkannya ke dadaku sendiri.“Laras!”Teriakan Kevin menggema di telingaku, tapi aku tersenyum.Anehnya, aku tidak merasa sakit.Sebaliknya, aku merasa sangat lega.Sayangnya, aku tidak berhasil mati.Tusukan