Meytha sampai lebih dulu di kantor dibandingkan Reynaldi yang terjebak macet pada saat jam makan siang. Dengan wajah bahagia, Meytha berjalan menuju pintu ruang kerja Reynaldi. Dibukanya pintu kerja sang CEO, dicarinya OB untuk kembali membersihkan ruangan tersebut sebelum si empunya ruangan datang, pikir Meytha saat itu.Setelah itu, Ia bergabung mengobrol bersama kedua rekan kerjanya. Terlebih Cindy ikut duduk di depan ruang kerja Dinda."Wajahmu sekarang ceria.., ada berita bagus?" tanya Dinda saat Meytha duduk di depan ruangannya."Biasa.., si kembar tadi cerita soal ulangannya bisa di jawab semua. Dan semua yang mereka pelajari semuanya keluar. Jelaslah aku senang," ungkap Meytha atas perasaannya.“Mey.., tadi katanya mau cerita, kenapa muka, voltase ketegangannya tinggi waktu jalan bareng si Bos ke lift,” ujar Dinda melirik ke arah Cindy dan tersenyum penuh arti.“Kaget aja waktu dibilang dia mau ikut jemput kedua anakku. Apa kata kedua anak kembarku coba? Itu yang buat seket
Pagi ini seperti biasa usai membuka pintu ruang kerja Reynaldi, Meytha meminta bagian OB untuk membersihkan ruangan tersebut dan mengganti bunga anggrek yang setiap satu minggu diganti oleh stand bunga, langganan perusahaan itu. Usai dilihat OB tersebut telah membersihkan ruangan sang Bos, Meytha pun menyalakan pendingin ruangan, menyalakan komputernya lalu keluar menunggu kehadiran Dinda di ruangan kerjanya. “Woi..! Pagi amat sih.., padahal ini baru jam tujuh lewat tiga puluh menit. Aku pikir.., diriku yang terlalu pagi,” tegur Dinda saat dilihat Meytha duduk di depan ruang kerja Dinda yang masih terkunci. “Aku mah biasa.., jam tujuh lewat sepuluh udah di kantor, beda dikit sama sekuriti.., hehehehe. Maklum jadi tukang ojek untuk antar anak ke sekolah. Justru kamu yang tumben udah di kantor. Biasanya jam delapan kurang satu menit baru nongol,” singgung Meytha seraya tertawa kecil. Sembari membuka pintu kerjanya, Dinda pun menceritakan Ikhwal dia lebih pagi sampai di kantornya. “T
Meytha kembali masuk ke ruang kerjanya dengan membawa beberapa berkas dan surat masuk yang dititipkan Dinda untuknya. Tanpa bicara Reynaldi pun fokus pada pekerjaannya, membuka beberapa dokumen Eksport batu bara yang harus diteliti legalitasnya.Terdengar beberapa kali dia menghubungi bagian terkait. Dan sementara, Reynaldi menyingkirkan semua syarat yang akan ia ajukan kepada Meytha atas cutinya hingga tuntas pekerjaannya.Meytha sendiri telah berpikir panjang lebar atas keputusan yang akan diambil usai Reynaldi tidak memberikan hak cuti pada dirinya. Ia telah menghitung tabungan yang dimilikinya, jika harus berhenti pada perusahaan itu.Keputusan itu diambil karena Jumat besok kedua anaknya mendapat rangking satu dan dua. Maka ia tidak ingin momen bahagia sebagai seorang ibu atas prestasi kedua anaknya terlewatkan.‘Baiklah.., mungkin aku memang harus berhenti dari pekerjaan ini, cari rejeki dengan usaha dagang kecil-kecilan. Aku pikir tabunganku akan cukup untuk makan kami bert
Pagi sekali Reynaldi telah sampai kantor. Saat itu jam baru menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit. Karena kedua sekretarisnya tidak juga memperlihatkan batang hidungnya, maka Reynaldi pun duduk di depan ruang kerja Dinda karena kedua kunci di pegang oleh kedua sekretarisnya.Meytha yang sudah terbiasa datang jam tujuh lewat sepuluh menit dan terkadang jam tujuh lewat lima belas menit, diberitahu oleh seorang sekuriti saat ia keluar dari lift.“Pagi Buu Meytha..,” sapa seorang Sekuriti bernama Sapto.“Pagi Pak Sapto.., sehat-sehat yaa..,” sambut Meytha balas menyapa.“Buu, Pak Rey sudah lima menit lalu datang,” tutur Sapto dan membuat Meytha melangkah lebar dan tersenyum pada Sapto serta mengucapkan terima kasih.“Selamat Pagi, Pak.., tunggu sebentar Pak, biar ruangnya si bersihkan dulu,” sapa Meytha yang terlebih dahulu menyapa Reynaldi dan berjalan menuju ruang kerja Bos tampan itu.“Pagi.., hemm..,” sahut Reynaldi memandang ponselnya dan terlihat tersenyum manis.Dalam hat
Di hari Jumat ini ada pengumuman yang di kirim lewat email dari koordinator penyelenggara pertemuan bersama pengusaha batu bara, kalau pertemuan diadakan pada pukul tiga sore sampai selesai, mengingat beberapa teman dari daerah terakhir akan tiba di Jakarta pukul dua belas siang. “Dinda.., nanti ke pertemuannya jam tiga sore. Tolong kamu ingatkan lagi yaa,” pinta Reynaldi saat telah ada di kantornya sekitar jam delapan pagi. Karena seharusnya pertemuan itu dilakukan pukul sembilan pagi. “Baik Pak,” jawab Dinda dalam sambungan telepon. “Permisi Pak.., apa Bapak ingin saya buatkan kopi?” tanya Dinda saat masuk ke ruang kerja Reynaldi. “Nggak usah saya sudah minum kopi di rumah. Aku minta bawa saja air mineral saja,” pinta Reynaldi. “Baik Pak..,” ucap Dinda berlalu dari hadapannya menuju lemari pendingin yang ada di pantry. Tak lama kemudian, Dinda pun telah memberikan minuman mineral pada Reynaldi. Usai Dinda keluar dari ruangannya, Reynaldi yang sebenarnya ingin melihat dari dekat
Mendengar tutur kata kedua anak Meytha membuat Reynaldi memutuskan untuk bertanya pada si kembar tentang keberadaan Papa mereka. Dan Reynaldi pun akhirnya bertanya pada keduanya.“Kenapa Papa harus bisa lihat Bulan dari sinarnya dan Bintang dari kilauannya?” tanya Reynaldi sembari mengemudikan kendaraannya.“Soalnya Papa itu.., nggak sayang sama kita. Jadi kata Mama, nanti juga Papa sayang. Karena kan Bulan ada sinarnya dan Bintang ada kerlipnya,” ucap Bulan dari kursi belakang.“Ooh.., gitu..,” ucap Reynaldi menganggukkan kepalanya.Dalam hati Reynaldi ada perasaan lega, setidaknya ia tidak bertindak kejam pada seorang janda seperti Meytha dengan berkata, ‘Syukurlah kalau masih ada Papanya. Kasihan anak-anak ini masih kecil. Aku pikir Papanya udah wafat.’Entah mengapa hati Reynaldi tergelitik kembali, untuk bisa mengetahui tipe lelaki yang telah menikahi Meytha dan Papa dari sikembar dengan memancing beberapa pertanyaan, dalam keseharian mereka.“Siapa yang paling disayang Mam
Di hari Sabtu pagi pada sebuah rumah berlantai dua berwarna putih, jendela-jendela besar terbuka lebar dengan model rumah bergaya Eropa menikmati sinar kehidupan yang masuk ke dalam setiap ruang pada rumah besar itu. Aksen kayu lebih bayak berada dalam kemegahan rumah itu dibandingkan kaca yang hanya berupa kaca blok untuk mempermanis rumah tersebut.Jendela besar dari kayu tanpa kaca itu terbuka lebar pada setiap pagi hari dan akan ditutup kembali pada saat jam sebelas siang. Karena bagi Richard yang terbiasa tinggal di Eropa dengan suhu dingin sangat menikmati iklim tropis yang kini ia rasakan.Richard sangat bersyukur atas terpaan mentari yang bisa dinikmatinya sepanjang waktu di negara ini. Karena itu, bagi Richard suatu anugerah tertinggi jika suatu negara bisa menikmat dan diberikan anugerah atas sinar mentari dari sang pencipta.Seperti biasa di pagi hari usai Reynaldi berolah raga keliling kompleks perumahan, ia selalu menyiram tanaman dan membersihkan akuarium air laut mili
Suasana tempat tinggal Richard Gerald tampak ramai oleh kehadiran ketiga teman lama Reynaldi dari Bali. Usai makan siang mereka mengobrol di kamar Reynaldi yang luas berisi permainan PS 4 serta ada pula di sebelah kamar Reynaldi satu meja bilyar diletakkan di sana. Biasanya Reynaldi dan Richard bermain bilyar bersama mengisi waktu luang.“Rey.., mantap sekali hidupmu di sini, yaa,” ucap Arta memandang Rey yang sedang bermain PS 4 bersama Oki. Dan mereka saling menunggu giliran untuk digantikan.“Ya disyukuri aja.., Arta. Namanya hidup bisa turun bisa naik,” ujar Reynaldi yang mendengar kabar kalau Oki orang tuanya kena tipu lumayan besar.“Itulah.., kayak bapakku sekarang stress... marah-marah terus di rumah. Buat aku malas tinggal di rumah,” keluh Oki yang dulu sangat tajir, seolah uang bapaknya tidak akan habis, ternyata kini amblas. Walau pun tersisa beberapa kontrakan toko di pinggir jalan.“Sabar aja.., Oki. Namanya orang tua.. jangan kesel seperti itu. Besok atau lusa kalau