Share

BAB 2 GADIS BERWAJAH TIRUS

“Ternyata ke dalam banget ya pak tempatnya,” celetuk Alif ke pak Fahri setelah sampai gerbang di lokasi yang dituju.

“Iya mas, inimah di dalem banget,” jawab pak Fahri yang tak kalah dibuat heran.

Tempat yang dituju oleh Alif dan pak Fahri adalah Balai Diklat, Alif dan pak Fahri akan menjalani pendidikan dan latihan bagi orang-orang yang baru saja menjadi pegawai negeri.

Mereka turun di lobi utama, memastikan informasi di depan pintu masuk dan kemudian keduanya masuk. Di dalam ada beberapa orang yang sudah sampai duluan, ada yang sibuk dengan gawainya, ada yang sibuk dengan orang di sampingnya, ada pula yang sibuk menata barang bawaannya.

Ouuh man, what’s going on. Ada aja yang ketinggalan, mesti balik lagi ke mobil”.

Suara gadis dengan wajah tirus mencairkan suasa lobi utama, hijabnya sangat modis namun simpel. Ia berlalu begitu saja seolah seisi ruangan tidak memperhatikannya. Termasuk Alif.

“Mas udah melengkapi persyaratan untuk regis?” suara pak Fahri memecah perhatiannya.

“Oia pak, ada semua di carrier terus gimana ya?” balas Alif sejadinya.

“Nanti langsung aja tuh ke meja regis sekalian ada form yang mesti diisi”, pak Fahri kembali mengarahkan.

“Loh bapak udah?”, Alif kembali menimpali.

“Lah saya kan dari awal masuk langsung ke meja regis emang mas Alif kemana?” balas pak Fahri.

“Ouh iya ya itu pak biasa lah hehehehe”, Alif semakin sejadinya.

Alif menuju meja registrasi, ia meminta formulir yang dimaksud pak Fahri kepada panitia. Ada beberapa lembar yang diberikan, ia mengisinya dengan perlahan, beberapa identitas pendukung mulai Alif keluarkan dari dompet dan berkas yang ia bawa di dalam carrier. Sesekali matanya mencari sosok pak Fahri untuk menanyakan sesuatu, lalu ia kembali melanjutkan mengisi formulir. Setelah selesai, ia diberikan formulir yang baru saja ia isi oleh panitia untuk difotokopi.

“Pak mau fotokopi kemana?” tanya Alif ke pak Fahri.

“Kita coba keluar aja dulu yu, tadi saya tanya panitia sih katanya di depan ada”, jawab pak Fahri.

Alif dan pak Fahri keluar dari lobi utama, di pintu masuk ia kembali melihat si gadis berwajah tirus yang tadi suaranya mengganggu pikirannya, mata Alif membuntutinya membawa koper berwarna ungu. Sosoknya lenyap di balik tembok lobi dengan wangi parfum yang masih tertinggal di pikiran Alif.

“Waduuuuh panas banget ya mas”, celetuk pak Fahri.

“Kita mau pesan ojek online aja pak gimana?’, Alif menawarkan.

“Nggak apa-apa mas kita jalan aja biar tahu nanti kalo mau apa-apa bisa keluar”, jawab pak Fahri.

Siang itu Alif kembali menyusuri teriknya Jakarta bersama pak Fahri, baru saja ia merasakan sejuknya suhu dingin di dalam gedung saat registrasi kini ia harus jalan kaki untuk mencari fotokopi di siang bolong.

Alif dan pak Fahri sama-sama seorang pegawai negeri yang akan mengikuti latihan dasar di balai diklat, Alif mengenal pak Fahri karena berasal dari daerah penempatan tugas yang sama namun beda kecamatan. Persamaan lainnya antara Alif dan pak Fahri adalah sama-sama di tempat tugaskan jauh dari rumah.  Maka ketika pengumuman latihan dasar muncul dan mereka di angkatan yang sama, mereka membuat janji untuk berangkat bersama untuk mempermudah mencari lokasi diklat dan ada teman dalam perjalanan. Mulai hari ini mereka akan mengikuti latihan dasar bagi para pegawai negeri selama delapan belas hari.

“Segini cukup pak, 3 rangkap”, tanya Alif.

“Cukup mas, yuk kita langsung balik biar dapet kamar dan bisa istirahat”, saran pak Fahri.

Keduanya kembali ke gedung diklat, mengembalikan formulir pendaftaran dan menerima kunci kamar. Kamar dibagikan secara random oleh panitia dengan ketentuan satu kamar berisi tiga oarang.

Saat kunci kamar dibagikan ada dua yang disodorkan oleh panitia di meja registrasi, Alif tidak menyadari sosok gadis berhijab modis disampingnya sedari tadi, matanya disibukan dengan memastikan identitasnya kembali di formulir pendaftaran setelah difotokopi, wangi parfum dengan aroma yang segar tiba-tiba tercium, Alif tidak sampai menerka jenis wangi parfum yang membuatnya tenang, matanya keburu disadarkan oleh tangan dengan kulit yang putih mengambil satu kunci di hadapannya.

“Okay thanks pak”, suara gadis itu terdengar.

Alif menoleh sejenak, matanya mengamati sosok pemilik wajah tirus yang membawa koper ungu dan berlalu meninggalkan meja registrasi. Pandangan Alif berganti tertuju ke pak Fahri yang nampak menunggu dirinya, ia menghampirinya dan pak Fahri bangkit dari dudukunya, keduanya mulai mencari kamar untuk istirahat.

“Loh emang gedungnya sama disini juga?”, pak Fahri mengagetkan Alif yang  sedari tadi mengikutinya.

“Eh beda-beda ya pak, waduh kacau”, jawab Alif sejadinya.

“Itu liat di kuncinya, ada kodenya. B-10.12 berarti gedung B lantai 10 kamar 12 mas”, pak Alif menjelaskan kunci yang ada di Alif.

“Ouh gitu, pak Fahri di gedung apa?”, balas Alif.

“Saya di gedung A lantai 8 kamar 7 mas, kita beda gedung berarti kita pisah di sini nih”, jawab pak Fahri.

“Okay pak kalau gitu, terima kasih nih udah nemenin selama perjalanan saya jadi ada temennya, coba kalau sendiri pak wah ga ada temannya deh”, Alif mencoba guyon.

“Ah saya yang makasih mas, kalo sendiri kesini bingung juga deh”, balas pak Fahri.

Dan guyonan ala Alif ternyata tidak masuk di pak Fahri, mungkin memang beda server. Alif melanjutkan mencari gedung B. Sementara sosok pak Fahri sudah tak lagi terlihat. Alif memasuki gedung B, berbelok dan lurus mencari-cari akses lift menuju lantai 10. Di depan lift hanya ia seorang, tombol merah lift tanda ke atas menyala, langsung ia tekan. Alif tengok kanan kiri bermaksud mencari teman sesama peserta yang mungkin  akan menuju lantai atas, pintu lift terbuka.

****

Sesampainya di lantai sepuluh, beberapa kali tanda pintu lift terbuka berbunyi. Ia terbangun dalam lamunan, kakinya tersandung saat keluar lift. Ia menyusuri kamar demi kamar untuk menemukan kamar dengan kode yang cocok di kuncinya. Lantai sepuluh terdiri dari ruangan tamu lengkap dengan sofa untuk berkumpul berbentuk setengah lingkaran, di sisinya sofa lainnya berbaris rapi dengan warna krem berpadu hitam dan seberangnya ada televisi super tipis yang sangat besar terpasang kokoh di dinding, di bawahnya ada meja hias dengan jejeran vas dan beberapa buku yang tersusun rapi, persisi di kanan meja hias ada dispenser.

Alif mendapati kamarnya dan langsung masuk, menutup tanpa membiarkannya terkunci karena ada dua teman kamarnya yang belum datang. Ia hanya meletakan carrier biru navy nya di sudut kamar, di bawah meja. Ia langsung  merebahkan tubuhnya di kasur. Matanya menerawang jauh.

****

“Mas ya yang barusan tekan tombol liftnya?” tanya gadis berhijab dengan wajah tirus.

“Eh i iya bu, maaf saya kira masih kosong”, jawab Alif setengah terbata.

“Enak aja, emangnya potongan gini kayak ibu-ibu ya?”, gadis berwajah tirus itu menimpali sambil merapikan penampilannya di pantulan interior dalam lift.

“Nggak mba, maksud saya kirain tadi nggak ada orang, mbanya serasi kok, stylenya sama sekali nggak ada potongan ibu-ibu, mana mungkin saya salah lihat”, Alif menjawab sejadinya.

Gadis berwajah tirus itu berhenti merapikan penampilannya. Suasana di dalam lift sangat kaku, setelah itu tidak ada percakapan lain. Alif terbawa harus parfum segar yang ia cium, wanginya sama seperti yang ia cium di meja registrasi, wanginya perpaduan jeruk dan mawar namun juga bercampur wangi woddy, ia mengambil pandangan dari pantulan interior dalam lift, ia baru tersadar gambar diri dua insan manusia di hadapannya sangat berbeda, begitu kontras. Lelaki dengan style pendaki gunung, kaos hitam dan kemeja biru yang tidak dikancing, celana dan sepatu outdoor, lengkap dengan carrier 65l di punggung. Satunya gadis manis dengan wajah tirus dibalut hijab unggu muda yang begitu serasi dengan Freya blouse unggu dengan warna yang lebih tua, di lengkapi belt putih dan dipadukan dengan bawahan putih. Saat Alif memfokuskan ingin melihat wajah si gadis mata mereka bertemu, keduanya saling melempar pandangan ke langit-langit lift.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status