Share

BAB 2 GADIS BERWAJAH TIRUS

Penulis: Alif Ketjil
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-27 19:07:48

“Ternyata ke dalam banget ya pak tempatnya,” celetuk Alif ke pak Fahri setelah sampai gerbang di lokasi yang dituju.

“Iya mas, inimah di dalem banget,” jawab pak Fahri yang tak kalah dibuat heran.

Tempat yang dituju oleh Alif dan pak Fahri adalah Balai Diklat, Alif dan pak Fahri akan menjalani pendidikan dan latihan bagi orang-orang yang baru saja menjadi pegawai negeri.

Mereka turun di lobi utama, memastikan informasi di depan pintu masuk dan kemudian keduanya masuk. Di dalam ada beberapa orang yang sudah sampai duluan, ada yang sibuk dengan gawainya, ada yang sibuk dengan orang di sampingnya, ada pula yang sibuk menata barang bawaannya.

Ouuh man, what’s going on. Ada aja yang ketinggalan, mesti balik lagi ke mobil”.

Suara gadis dengan wajah tirus mencairkan suasa lobi utama, hijabnya sangat modis namun simpel. Ia berlalu begitu saja seolah seisi ruangan tidak memperhatikannya. Termasuk Alif.

“Mas udah melengkapi persyaratan untuk regis?” suara pak Fahri memecah perhatiannya.

“Oia pak, ada semua di carrier terus gimana ya?” balas Alif sejadinya.

“Nanti langsung aja tuh ke meja regis sekalian ada form yang mesti diisi”, pak Fahri kembali mengarahkan.

“Loh bapak udah?”, Alif kembali menimpali.

“Lah saya kan dari awal masuk langsung ke meja regis emang mas Alif kemana?” balas pak Fahri.

“Ouh iya ya itu pak biasa lah hehehehe”, Alif semakin sejadinya.

Alif menuju meja registrasi, ia meminta formulir yang dimaksud pak Fahri kepada panitia. Ada beberapa lembar yang diberikan, ia mengisinya dengan perlahan, beberapa identitas pendukung mulai Alif keluarkan dari dompet dan berkas yang ia bawa di dalam carrier. Sesekali matanya mencari sosok pak Fahri untuk menanyakan sesuatu, lalu ia kembali melanjutkan mengisi formulir. Setelah selesai, ia diberikan formulir yang baru saja ia isi oleh panitia untuk difotokopi.

“Pak mau fotokopi kemana?” tanya Alif ke pak Fahri.

“Kita coba keluar aja dulu yu, tadi saya tanya panitia sih katanya di depan ada”, jawab pak Fahri.

Alif dan pak Fahri keluar dari lobi utama, di pintu masuk ia kembali melihat si gadis berwajah tirus yang tadi suaranya mengganggu pikirannya, mata Alif membuntutinya membawa koper berwarna ungu. Sosoknya lenyap di balik tembok lobi dengan wangi parfum yang masih tertinggal di pikiran Alif.

“Waduuuuh panas banget ya mas”, celetuk pak Fahri.

“Kita mau pesan ojek online aja pak gimana?’, Alif menawarkan.

“Nggak apa-apa mas kita jalan aja biar tahu nanti kalo mau apa-apa bisa keluar”, jawab pak Fahri.

Siang itu Alif kembali menyusuri teriknya Jakarta bersama pak Fahri, baru saja ia merasakan sejuknya suhu dingin di dalam gedung saat registrasi kini ia harus jalan kaki untuk mencari fotokopi di siang bolong.

Alif dan pak Fahri sama-sama seorang pegawai negeri yang akan mengikuti latihan dasar di balai diklat, Alif mengenal pak Fahri karena berasal dari daerah penempatan tugas yang sama namun beda kecamatan. Persamaan lainnya antara Alif dan pak Fahri adalah sama-sama di tempat tugaskan jauh dari rumah.  Maka ketika pengumuman latihan dasar muncul dan mereka di angkatan yang sama, mereka membuat janji untuk berangkat bersama untuk mempermudah mencari lokasi diklat dan ada teman dalam perjalanan. Mulai hari ini mereka akan mengikuti latihan dasar bagi para pegawai negeri selama delapan belas hari.

“Segini cukup pak, 3 rangkap”, tanya Alif.

“Cukup mas, yuk kita langsung balik biar dapet kamar dan bisa istirahat”, saran pak Fahri.

Keduanya kembali ke gedung diklat, mengembalikan formulir pendaftaran dan menerima kunci kamar. Kamar dibagikan secara random oleh panitia dengan ketentuan satu kamar berisi tiga oarang.

Saat kunci kamar dibagikan ada dua yang disodorkan oleh panitia di meja registrasi, Alif tidak menyadari sosok gadis berhijab modis disampingnya sedari tadi, matanya disibukan dengan memastikan identitasnya kembali di formulir pendaftaran setelah difotokopi, wangi parfum dengan aroma yang segar tiba-tiba tercium, Alif tidak sampai menerka jenis wangi parfum yang membuatnya tenang, matanya keburu disadarkan oleh tangan dengan kulit yang putih mengambil satu kunci di hadapannya.

“Okay thanks pak”, suara gadis itu terdengar.

Alif menoleh sejenak, matanya mengamati sosok pemilik wajah tirus yang membawa koper ungu dan berlalu meninggalkan meja registrasi. Pandangan Alif berganti tertuju ke pak Fahri yang nampak menunggu dirinya, ia menghampirinya dan pak Fahri bangkit dari dudukunya, keduanya mulai mencari kamar untuk istirahat.

“Loh emang gedungnya sama disini juga?”, pak Fahri mengagetkan Alif yang  sedari tadi mengikutinya.

“Eh beda-beda ya pak, waduh kacau”, jawab Alif sejadinya.

“Itu liat di kuncinya, ada kodenya. B-10.12 berarti gedung B lantai 10 kamar 12 mas”, pak Alif menjelaskan kunci yang ada di Alif.

“Ouh gitu, pak Fahri di gedung apa?”, balas Alif.

“Saya di gedung A lantai 8 kamar 7 mas, kita beda gedung berarti kita pisah di sini nih”, jawab pak Fahri.

“Okay pak kalau gitu, terima kasih nih udah nemenin selama perjalanan saya jadi ada temennya, coba kalau sendiri pak wah ga ada temannya deh”, Alif mencoba guyon.

“Ah saya yang makasih mas, kalo sendiri kesini bingung juga deh”, balas pak Fahri.

Dan guyonan ala Alif ternyata tidak masuk di pak Fahri, mungkin memang beda server. Alif melanjutkan mencari gedung B. Sementara sosok pak Fahri sudah tak lagi terlihat. Alif memasuki gedung B, berbelok dan lurus mencari-cari akses lift menuju lantai 10. Di depan lift hanya ia seorang, tombol merah lift tanda ke atas menyala, langsung ia tekan. Alif tengok kanan kiri bermaksud mencari teman sesama peserta yang mungkin  akan menuju lantai atas, pintu lift terbuka.

****

Sesampainya di lantai sepuluh, beberapa kali tanda pintu lift terbuka berbunyi. Ia terbangun dalam lamunan, kakinya tersandung saat keluar lift. Ia menyusuri kamar demi kamar untuk menemukan kamar dengan kode yang cocok di kuncinya. Lantai sepuluh terdiri dari ruangan tamu lengkap dengan sofa untuk berkumpul berbentuk setengah lingkaran, di sisinya sofa lainnya berbaris rapi dengan warna krem berpadu hitam dan seberangnya ada televisi super tipis yang sangat besar terpasang kokoh di dinding, di bawahnya ada meja hias dengan jejeran vas dan beberapa buku yang tersusun rapi, persisi di kanan meja hias ada dispenser.

Alif mendapati kamarnya dan langsung masuk, menutup tanpa membiarkannya terkunci karena ada dua teman kamarnya yang belum datang. Ia hanya meletakan carrier biru navy nya di sudut kamar, di bawah meja. Ia langsung  merebahkan tubuhnya di kasur. Matanya menerawang jauh.

****

“Mas ya yang barusan tekan tombol liftnya?” tanya gadis berhijab dengan wajah tirus.

“Eh i iya bu, maaf saya kira masih kosong”, jawab Alif setengah terbata.

“Enak aja, emangnya potongan gini kayak ibu-ibu ya?”, gadis berwajah tirus itu menimpali sambil merapikan penampilannya di pantulan interior dalam lift.

“Nggak mba, maksud saya kirain tadi nggak ada orang, mbanya serasi kok, stylenya sama sekali nggak ada potongan ibu-ibu, mana mungkin saya salah lihat”, Alif menjawab sejadinya.

Gadis berwajah tirus itu berhenti merapikan penampilannya. Suasana di dalam lift sangat kaku, setelah itu tidak ada percakapan lain. Alif terbawa harus parfum segar yang ia cium, wanginya sama seperti yang ia cium di meja registrasi, wanginya perpaduan jeruk dan mawar namun juga bercampur wangi woddy, ia mengambil pandangan dari pantulan interior dalam lift, ia baru tersadar gambar diri dua insan manusia di hadapannya sangat berbeda, begitu kontras. Lelaki dengan style pendaki gunung, kaos hitam dan kemeja biru yang tidak dikancing, celana dan sepatu outdoor, lengkap dengan carrier 65l di punggung. Satunya gadis manis dengan wajah tirus dibalut hijab unggu muda yang begitu serasi dengan Freya blouse unggu dengan warna yang lebih tua, di lengkapi belt putih dan dipadukan dengan bawahan putih. Saat Alif memfokuskan ingin melihat wajah si gadis mata mereka bertemu, keduanya saling melempar pandangan ke langit-langit lift.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • CALON ISTRIKU, BUKAN ISTRIKU (BERBEDA KEYAKINAN)   BAB 52 KERESAHAN YANG DATANG (Bagian 2)

    Di sepanjang jalan Alif terus-terusan kepikiran, duduknya tak tenang, tangannya berkali-kali melihat gawai. Baru saja Alif merasakan indahnya kebersamaan yang sedang ia bangun dengan Fatimah, tanpa ada angin dan badai tiba-tiba Nurul malah kembali membuka komunikasi dengannya. Alif tentu tidak asing dengan profil WA yang tadi mengirim pesan kepadanya, itu jelas Nurul. Meskipun nomernya sudah ia hapus, tapi tetap mudah ia kenali.Alif tidak membalas pesan yang ia dapat, ia berusaha untuk tetap menjaga rumah tangganya dengan Fatimah. Setelah semua yang ia alami saat dahulu bersama Nurul, rasanya sudah cukup ia merasakan pahitnya dikhianati. Alif hanya bisa mendoakan agar Nurul selalu baik-baik saja, bukan semata karena ia ingin membalas sakit hati yang pernah ia alami, tetapi ia pun sadar jika menyimpan rasa kesal dan sesal yang berkepanjangan hanya akan menjadi penyakit di hatinya.****“Kamu mau kemana lagi?”“Kamu kenapa sih nanya terus? Udah kayak anak kecil aja.”“Eh, aku ini istr

  • CALON ISTRIKU, BUKAN ISTRIKU (BERBEDA KEYAKINAN)   BAB 52 KERESAHAN YANG DATANG (Bagian 1)

    Hari Alif kembali ke Sumur Pandeglang, atas masukan dan dukungan Fatimah, ia akhirnya tidak jadi resign dan masih bekerja seperti biasa. Untungnya Alif masih bisa berangkat bersama dengan Mustafa dan Zulham. Teman-temannya itu lewat Tol Serang-Panimbang, jadi Alif bisa menunggu mereka di pintu keluar tol, di Rangkasbitung. Tol Serang-Panimbang memang belum sepenuhnya selesai, jalan yang sudah selesai baru sampai Rangkasbitung.Alif mendapat kabar jika proyek yang dipegang oleh timnya sudah mendapat izin dari pemerintah setempat dan dinas pariwisata, sehingga objek wisata air Wahangan yang ditugaskan padanya bisa mulai dibuka untuk umum.“Kapan nih makan-makannya, Lif? Ucap Mustafa.“Lah, loe belum makan, Bang?”“Bukannya belum makaaaaan, panjul. Proyek loe kan lancar tuh.”“Hehehe, hayuk. Nyobain ikan nila di Bendungan Cikoncang gimana?”“Dimana tuh?”“Daerah munjul, nanti ambilnya dari arah pasar Panimbang belok kiri.”“Makin jauh dong kita.”“Yah, itu sih penawaran, Kalau mau ya hay

  • CALON ISTRIKU, BUKAN ISTRIKU (BERBEDA KEYAKINAN)   BAB 51 BADAI RUMAH TANGGA (Bagian 2)

    Namun, kali ini saat hal yang sama terjadi, ia hanya diam seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Ada kegetiran dalam hatinya, kini ia tidak lagi merasakan manisnya kata-kata indah dan penuh harap dari suaminya.Udara di kamarnya tak kunjung sejuk, keberadaan AC 2pk ditambah kipas angin seakan percuma. Guratan kecewa nampak jelas di wajahnya, tapi tetap ia coba sembunyikan saat bertemu orang lain.Saat di awal pernikahan, betapa ia merasa diperlakukan bak seorang ratu. Ia yang merupakan anak bungsu dari keluarganya, memang sangat nyaman saat dihadirkan kasih sayang. Belakangan, ia jarang mendapatkannya.Di tengah kepenatan dari sikap suaminya dan untuk menghilangkan rasa suntuknya, ia sengaja membuka gawainya, dengan maksud pikirannya bisa teralihkan. Jemarinya digerakan naik turun, lalu berhenti di salah satu status media sosial seseorang yang ia kenal di instagram.Semula ia hanya melihat kata-kata yang tertera di bawah foto itu, akhirnya ia klik juga dan masuklah ke akun si pemilik fo

  • CALON ISTRIKU, BUKAN ISTRIKU (BERBEDA KEYAKINAN)   BAB 51 BADAI RUMAH TANGGA (Bagian 1)

    /Assalamualaikum, selamata ya Mas. Aku turut berbahagia atas pernikahanmu. Maaf baru ngucapin selamat, aku baru liat foto profil kamu, hehehe.Btw minat maaf lagi baru tiga bulan berselang ngucapinnya.----Manisnya masa-masa awal pernikahan Alif hanya berlangsung tiga bulan, sebelum pesan dari Nurul terdampar di WAnya. Semula, ia tidak menggubrisnya. Tapi, saat pesan yang sama ia dapatkan tiga kali dalam waktu satu hari. Dengan berat hati, Alif membalasnya.----//Walaikumsalam. Terima kasih, ya.----Alif telah sepakat dengan Fatimah, mereka memulai perjalanan keluarga kecilnya tetap tinggal di lingkungan pesantren. Bukan tanpa alasan, Fatimah memang sudah meminta izin kepada Alif untuk bisa tetap dekat dengan Abahnya, yang saat ini sendirian. Sementara Alif, ia sedang mencari cara untuk mutasi ke Lebak atau memutuskan untuk resign dari pegawai negeri.Alasannya untuk mutasi, jelas karena ingin dekat dengan Fatimah dan bisa meluangkan waktu dengannya. Sebagai keluarga yang baru seum

  • CALON ISTRIKU, BUKAN ISTRIKU (BERBEDA KEYAKINAN)   BAB 50 TINDAKAN ALIF

    Proyek revitasilasi kawasan wisata yang beberapa bulan lalu disurvei oleh Alif, ternyata harus memenuhi dua dokumen lagi untuk bisa dibuka untuk masyarakat umum. Kawasan wisata yang ia tangani adalah wisata air yang memiliki potensi besar jika bisa dikelola dengan baik, yaitu berupa sungai yang di sisinya berdiri tebing tinggi mirip Grand Canyon. Masyarakat sekitar menyebutnya dengan istilah “wahangan”. Semula lokasi tersebut luput dari perhatian penduduk sekitar karena memang tempat-tempat sejenis wahangan dianggap sungai biasa yang airnya biasa dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Namun, dengan ketelitian dari tim yang dibawahi oleh Alif, masyarakat sekitar akhirnya menemui titik temu untuk sepakat dikelola sebagai objek wisata agar bisa menggerakan roda ekonomi warga.Hanya tinggal menunggu dokumen yang kelengkapan ternyata bisa ditangani oleh rekan kerjanya, Akif memutuskan kembali ke indekost. Besok ada hal besar yang tengah menantinya.Alif menda

  • CALON ISTRIKU, BUKAN ISTRIKU (BERBEDA KEYAKINAN)   BAB 49 LELAKI BIASA

    “Kenapa sih mas harus selalu menjadikan alasan segala hal di masa lalu kita untuk sulit melangkah ke depan? Memahami dan belajar ilmu agama itu memang penting, wajib malahan. Tapi kalau kita bukan orang yang diberi kesempatan untuk sama dengan orang-orang yang bisa belajar ilmu agama, kenapa nggak menjadi orang yang mencegah diri dari berbuat yang bisa membuat Allah murka.” Alif masih teringat kata-kata Fatimah saat ia berbincang dengannya beberapa hari yang lalu, saat itu Alif dengan sadar mengakui bahwa ia bukanlah seseorang yang memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, ia mengutarakan hal seperti itu karena merasa perlu disampaikan kepada Fatimah, tetapi Fatimah malah memberikan jawaban yang menurut Alif begitu berimbang. Fatimah sepertinya memahami bahwa setiap manusia memiliki perannya masing-masing, tanpa harus mengungkit masa lalu dan mencari-cari alasan mengapa seseorang tidak belajar ilmu agama dengan serius, ia lebih kepada memiliki pemikiran untuk me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status