Nurul nampak tertidur dalam perjalanan, Alif menggeser sedikit kepalanya dan menatap sangat dekat Nurul Qolbi Izazynya itu. Ia mengusap kepalanya perlahan.
“De, bangun de. Bentar lagi kita sampai di Stasiun Cakung.”
Alif dan Nurul mengambil jalur ke Stasiun Jatinegara dan lanjut ke Manggarai, siang itu setiap gerbong yang mereka naiki nampak banyak yang kosong. Semenjak duduk dari Stasiun Cakung, Nurul masih nyaman dengan pundak Alif.
“Tadi lancar de sidang laporannya?”
“Lancar dong mas, cuma tadi aku sempat kagok waktu jelasin alat peraga, terus sama penguji kedua masa disuru sambil praktik. Untung penguji utamanya bu Ayu yang waktu itu jadi instruktur di kelas kita mas, jadi beliau belain aku.”
Perlahan suara Nurul hilang, ia lelap dalam nyaman penjagaan Alif. Alif memang selalu menjadi pendengar setia untuk Nurul, jika Nurul sudah bercerita entah itu hal konyol, serius, sedih, gembira atau apa pun itu maka Ali
Seminggu setelah laporan evaluasi, Alif telah kembali ke Sumur Ujung Kulon, kehidupan menbosankannya kembali sedia kala, hanya hari Sabtu dan Minggu yang dapat membuatnya begitu bergairah. Baginya kini, jarak tempuh Sumur ke Rangkasbitung saat weekend seolah rutinitas baru yang tidak boleh terlewat.Trek lurus dan berkelok sepanjang jalan garis pantai dari Sumur, Cikujang, Tanjung Lesung, hingga Panimbang semakin akrab dengannya. Meski sekali tempuh perjalanan bisa menghabiskan waktu tiga sampai empat jam, namun bagi orang yang sedang dimabuk cinta seolah tiada arti.Bukan semata Alif tak sadar menjalaninya, mabuk yang dimaksud bukan juga dalam arti segala tindakan Alif tanpa dasar. Baginya, segala daya upaya yang kini tengah ia lakukan semata bentuk dari perjuangan dan pembuktiannya bahwa ia benar-benar serius merawat hubungannya dengan Nurul.Sabtu ini pun ia akan ke Rangkasbitung untuk bertemu Nurul, ia pergi dengan penuh kesadaran saat memperhitungk
“Udah buka aja itu ada inisialnya NQI.”Hal pertama yang Alif sadarai adalah secarik kertas putih dengan tulisan, “lekas sembuh ya kamuuu, Sumur Ujung Kulon jauh” dan inilah jawaban dari ledekan Mustafa di telepon.“Mas bro gue sih salut sama perhatiannya, udah kayak harta karun aja nih pake peti kemas. Mentang-mentang jauh, takut banget paketnya nggak sampe,” celetuk Mustafa.“Ya gue mana tahu bang dibuat gini bungkusnya, ini gimana ngebukanya ya?”“Coba dicari dengan teliti dulu bang, barangkali ada palu atau apa gitu di dalamnya hehehehe,” ledek Arini.“Ini beneran susah deh ngebukanya.” Alif masih mencoba membuka peti kemas yang berisi suplemen makanan dan vitamin pemberian Nurul. Peti kemas berbahan kayu jatisam itu begitu kokoh.“Yaah yaah sini deh, yang ada malah nambah sakit gara-gara ngebuka peti kemasnya nih.”****Sabtu sore ini Alif
Selesai makan, Alif mengajak Nurul berkeliling Rangkasbitung. Sekalian mengantarkan Nurul kembali ke indekos. Ia berkendara mengelilingi alun-alun hingga tembus di Balong yang dipenui pedagang kaki lima dan orang-orang yang sedang nongkrong menghabiskan malam. Setelah berpamitan Alif kembali ke Sumur Ujung Kulon.****“Teh, kenapa ya aku kok kayak yang berkebalikan banget sama Alif,” curhat Nurul ke Nadia.Nadia sudah dianggap sebagai kakak oleh Nurul. Nadia yang berasal dari Sukabumi pun demikian, ia sudah menganggap Nurul layaknya adik sendiri, usianya terpaut tiga tahun lebih tua dari Nurul.“Neng yang seperti itu hal biasa dalam suatu hubungan. Apalagi kamu dan Alif kan sama-sama mau ke arah serius, perbedaan yang ada diantara kalian sudah semestinya justru bisa saling melengkapi. Kalau menurut teteh sih bukan berkebalikan, tapi ya itu tanda kalian harus saling melengkapi.”“Soalnya aku kan yang kayak nggak punya r
Karena penasaran akhirnya profil Nisa di follow oleh Alif. Tak butuh waktu lama, Alif menerima DM dan Nisa mengenali Alif.Sejak saat itu Alif lumayan sering berbalas DM-an dengan Nisa hingga berujung pada pertanyaan kepada Nisa dalam pesannya.----/Nis, komunikasi kita sudah pada tahap intens seperti ini. Kak Alif juga nggak nyangka, padahal dulu di kampus sering ketemu dan kita biasa aja. Ada yang bilang dari seringnya komunikasi dan kebersamaan menghabiskan waktu menimbulkan rasa tertentu. Kak Alif sepertinya nggak bisa terus-terusan hahahihi dengan kamu kalau nyatanya sudah timbul rasa ketertarikan ke kamu.Nis, kalau kamu merasakan hal yang sama. Kak Alif izin untuk lanjut komunikasi dengan minta nomer kontak kamu. Itu artinya ada hal serius yang kak Alif ingin lanjutkan dengan kamu. Tapi, sebaliknya. Silakan abaikan pesan ini.----Dari situ komunikasi Alif dan Nisa berlanjut ke WA dan semakin intens. Hingga sampai pada tahap ketika N
----/Mas kamu udah sampe mana?----Isi pesan dari WA yang baru saja Alif baca dari gawai di saku jaketnya. Hal pertama yang ia lakukan setelah memarkirkan motor di salah satu waralaba yang berwarna dominan merah dan kuning adalah mencari keberadaan ponsel pintar miliknya, sedari sepanjang jalan sudah beberapa kali ada getaran yang terasa, membuat gelisah pikirannya, bahkan beberapa kali ia berniat berhenti namun karena tidak menemukan tempat pemberhentian yang nyaman ia urungkan, benar saja selain pesan WA ada lima panggilan masuk dari Nurul. Setelah mendaratkan kakinya di halaman parkir, matanya tertuju pada satu pesan WA yang mengusik perhatiannya. Alif segera membalasnya.----//Mas lagi rehat bentar nih di minimarket pinggir jalan, mau pesen kopi dulu ya, ngantuk banget----Lelaki dengan jaket merah itu lalu masuk ke minimarket merah kuing, hawa dingin yang ia inginkan membuat nyaman seluruh tubuhnya yang sepanjang jalan dijeje
Ia terus melaju dengan kendaraannya memasuki kawasan industri Krakatau Steel lalu berbelok kanan di jalan lingkar selatan yang tembus ke arah tol Cilegon Timur.Beberapa jalan berlubang di pertengahan jalan lingkar selatan membuatnya kembali terjaga, setelah sampai di perempatan lampu merah ia belok kiri ke Perumahan Cilegon Indah.Alif berhenti selisih dua gang dari rumah Nurul, ia mengambil gawainya, memfoto lokasinya berada dan mengirim pesan ke Nurul.----/De, mas udah disiniEh ini ngepas banget azan zuhurSalat bentar ya di masjid----// Kamu nggak mau salat di rumah aja mas?----/Sebenarnya mas mau sambil nenangin diri dulu nih, kalau di rumah kamu makin menjadi de, ini aja deg-degan banget de----//Ya ampuuun calon suami aku bikin uwuu terus nihYaudah sekalian doa ya biar tenang hatinya ketemu bapak dan lancar----Panas yang Alif rasa berganti sejuk di hati se
“Saya bertemu dan kenal Nurul saat diklat pak.”“Ouh gitu, terus tempat kerjanya dimana?”“Di daerah Sumur pak, di Ujung Kulon.”“Wah jauh banget ya, kamu di Ujung Kulon sedangkan Nurul di Rangkasbitung. Lah nanti gimana?”“Kami akan membicarakannya pak kalau untuk hal itu.”“Hemmm, Ujung Kulon ya. Oia baru ingat, saya pernah tuh tugas di Klinik yang ada di Labuan. Kalau dari situ kemana lagi untuk ke tempatmu?”Ternyata di luar dugaan Alif, ia kini justru lebih banyak menjawab pertanyaan pak Handoko.“Di Labuan ke arah PLTU pak, nanti masih lurus ke arah Tanjung Lesung, kira-kira sekitar satu jam setengah.”“Aduh mas maaf ya, ibu kira tadi orang yang mau ambil pesanan kue.”Bu Hintan bergabung dengan pak Handoko di ruang tamu.“Oia nggak apa-apa bu. Maaf saya juga tadi seperti orang bingung.”“
Mas Alif sudah salat dan makan?”“Tadi sudah salat zuhur pak di masjid gang sebelah.”“Kalau gitu kita makan dulu ya.”Pak Handoko bangkit dari duduknya dan meminta izin untuk ke kamar. Nurul dipanggil untuk menemani Alif makan siang.“Gimana mas tadi?”“Mas napas dulu ya de sebentar.”Alif melepas semua ketegangan yang ia tahan. Nurul memberinya air.“Mas sih udah sampaikan ke bapak.”“Terus bapak jawab apa?”“Bapak belum bisa jawab de, ini dijeda katanya makan dulu.”“Hemmmm gitu ya mas.”Nurul menundukan kepalanya.“Belum itu bukan berati nggak boleh loh de.”“Astagfirullah, makasih ya mas selalu jadi mood buster buat aku. Oia, yudah yu makan dulu.”Nurul mengajak Alif ke ruang makan.“De, Inimah nasinya kebanyakan.&rdqu