Alif nampak fokus memperhatikan pemateri, namun ia tidak bisa membohongi saat perlahan kantuk menyerangnya, kelopak matanya seperti digelayuti anak timbangan lima gram. Ia menggeser posisi duduknya sedikit ke belakangan agar tidak langsung terlihat pemateri. Bang Sandi yang duduk di samping kirinya menyadari kantuk yang dirasakan Alif, ia memberinya permen. Alif menerimanya, saat suara pemateri sedang meninggi menjelaskan materi, Alif langsung membuka kemasan permennya.
Saat menjelang sesi materi pagi selesai, terdengar pengumuman dari speaker di kelas. Panitia menginfokan ada dokter yang akan standby selama jam istirahat siang, peserta yang merasa atau sedang sakit bisa melakukan pemeriksaan.
Siang itu Alif membawa daftar hadir kelas ke musala, ia mengirimkan pesan ke grup W* kelas yang baru saja ia buat.
-----
Kelas B News
Teman-teman yang mau isi presensi ibadah bisa langsung ke musala ya, presensi saya taro di meja pintu depan, yang terakhir minta tolong untuk bawa ke kelas saat masuk. Tengkiyuh
-----
Cuaca siang itu sangat terik, mungkin saat matahari berada tepat di atas kepala, udara sudah bercampur dengan kepongahan manusia. Hawa dari kepongahan tersebut semakin menambah panas cuaca siang. Alif membuka keran air, membiarkan kepalanya terguyur.
Setelah salat zuhur, ia ke ruang makan. Mengambil nasi dan lauk lalu mencari meja yang kosong.
“Bro pinjem kunci kamar dong, mau rebahan bentar,” suara Sandi dari belakang.
“Waiit bang.... nih, ntr bawa aja yak,” jawab Alif.
Alif melanjutkan makan siangnya, ternyata Bagus juga baru mengambil nasi di prasmanan, Bagus lalu menghampiri Alif dan duduk di depannya. Meja makan peserta diklat sangat besar hingga mencukupi untuk tiga puluh orang, 15 belas orang di sisi kanan dan 15 orang lagi disisi kiri. Pak Zulkifli menghampiri Alif, kini Alif bersebelahan dengan pak Zulkifli, pak Zulkifli memberikan jadwal kegiatan yang sebelumnya telah didiskusikan oleh pengurus kelurahan, Alif menerima jadwal azan, jadwal imam salat dan kultumnya, hingga jadwal petugas salat jumat.
Selesai makan, Alif kembali ke kamar untuk istirahat sejenak, ia membuka lift dengan hati-hati. Ia menghela nafas panjang, jantungnya entah mengapa berdetak lebih kencang, saat pintu lift terbuka, raut wajahnya nampak bt.
Alif menatap seisi kamar, ada Bagus yang menonton tv, sedangkan Sandi sudah pulas
“Bang ntr kalau masuk kelas bangunin gue yak!” pinta Alif kepada Bagus.
“Ok mas,” jawab Bagus singkat.
Alif terburu-buru merapikan kemejanya, ia masih di kamar sedangkan Sandi dan Bagus sudah lebih dulu kembali ke kelas. Sedangkan Alif, ia sedikit terlambat karena kantuk yang masih ia rasa. Alif sedikit berlari menuju lift ke lantai 2 tempat kelasnya berada. Sesampainya di kelas saat ia membuka pintu semua mata tertuju padanya. Sedari tadi pemateri mencarinya, kelas akan dimulai dan harus ada yang memimpin laporan untuk materi tiap harinya.
Alif hanya sempat meletakan map buku catatannya di meja yang masih kosong, ia tak bisa memilih untuk duduk di belakang seperti biasa. Meja yang kosong tepat berada di depan meja pemateri. Ia langsung maju menyiapkan kelas untuk materi siang, beberapa kali ia hilang fokus dan harus mengulang laporan. Saat kelas sudah kondusif dan siap, ia menuju tempat duduknya. Ia baru menyadari ada 2 permen terselip di bawah map buku catatannya. Saat ia menoleh ke kanan, Nurul hanya mengangkat dua alisnya, lalu menggerakannya naik turun.
Alif mencuri kesempatan mengetik pesan W* dari kolong meja saat pemateri sibuk mengoperasikan proyektor.
----
/Bisa nggak pakai bahasa manusia?
Sumpah nggak ngerti artinya alis naik turun gitu
----
//Hahahaha, itu permen dua bungkus kira-kira bisa nggak makannya tanpa ketuan pakai teknik nyobek bungkusnya yang kayak kemarin
----
Jedaag, Alif terkejut. Ternyata ada yang mengetahui saat Alif menyobek bungkus permen tempo hari. Ada orang yang memperhatikannya, mungkin jika orang lain yang melihat tentu Alif akan biasa saja.
----
/Cuma tiga kali alis naik turun artinya panjang banget yak?
----
Mereka berdua larut dalam simpul senyum yang sama-sama ditahan. Alif nampak senang, ia memeragakan teknik menyobek permennya kepada Nurul di saat pemateri fokus ke peserta lain. Nurul nampak memberikan isyarat anggukan kepala dan peragaan tepuk tangan tanpa suara. Materi kali ini Alif tak banyak mencatat, isi kepalanya sudah penuh dengan kebahagiaan bisa duduk bersebelahan dengan Nurul. Kebahagiaan Alif belum usai, sebelum sesi coffee break pemateri membagi kelompok untuk presentasi membuat mind mapping dan Alif disatukan kelompoknya dengan Nurul. Lima belas menit yang tersisa sebelum jeda materi, peserta di kelas B sudah berada di masing kelompoknya masing-masing. Kini bukan lagi bersebelahan, Alif kini satu meja dengan Nurul.
Sandi yang mengetahui hal tersebut tak ayal membuat beberapa kekonyolan lagi, ia sengaja memutar lagu “Akad” dari Payung Teduh, ia sambungkan koneksi gawainya dengan speaker di kelas. Seisi kelas nampak menikmati persembahan lagu dari playlist Sandi. Sebenarnya Alif nampak tak tahan lagi menahan senyum, ia hanya bisa geleng-geleng kepala.
Waktu coffe break tiba, beberapa peserta di kelas B langsung keluar kelas, ada seorang wanita dengan jilbab yang panjang mendatangi Alif, ia adalah bendahara kelas. Sabila Nur Azkia namanya, gadis dengan lesung pipi ini nampak anggun. Keberadaan Sabila tentu sedang ramai pula diperbincangkan, Ibnu yang beberapa hari lalu mengajak Alif mengambil seragam training sedang mendekatinya. Sepak terjang Ibnu diaminkan oleh seisi kelas.
“Permisi, Mas Alif ini sudah jadi denah kelasnya, fotonya juga sudah aku tempel. Cuma untuk jadwal piket aja yang belum selesai,” suara Sabila begitu lembut dan tenang.
Alif lalu bangkit dari duduknya.
“Eh ini udah bagus deh, rapi banget malah. Tengkiyuh berat yak,” jawab Alif.
Tiba-tiba lagu di ruang kelas berubah, kali ini lagunya Armada yang dipuar dan langsung pada lirik “harusnya aku yang disana”. Alif melihat ke arah Sandi, Sandi nampak sengaja joget dengan dua jempol diacungkan dan matanya terpejam menikmati lagu.
****
Alif mengambil cangkir, meracik kopi hitamnya dengan takaran yang sebenarnya ngasal. Ia sudah tidak tahan dengan kantuknya, walau pun kadang saat ngopi ternyata tidak membuatnya terjaga, setidaknya aroma dan rasa dari kopi mampu memberikan sensasi tersendiri, mungkin memang hanya sugesti belaka.
“Parah loe bang, kan jadi kikuk gitu suasananya.” Protes Alif kepada Sandi. Alif menyeruput kopi tanpa gula.
“Biar lebih dramatis bro hahahaha,” jawab Alif seenaknya.
“Gue nggak enak bang sama Ibnu, loe tau sendiri kan,” timpal Alif.
“Iye kalem, romannya udah pake hati beud dah ah hahaha.” Sandi menenangkan teman sekamarnya itu. “Tenang ae bro, yah namanya juga usaha, iya kan. Kita nggak tahu pdktan sama siapa, jadinya sama siapa.”
“Iya bang, iya, emang paling bisa dah loe bang urusan beginian.”
Saat kelas kembali dimulai, kelompok Alif mendapat giliran untuk presentasi. Alif maju mewakili kelompoknya, tidak ada kendala yang berarti, karena memang kalaupun ada pertanyaan, semua peserta dari masing-masing kelompok bisa saling memberikan masukan. Jadi, tiap kelompok yang maju untuk presentasi akan terbantu jika mendapati kendala pada penguasaan materi yang terbatas.
Saat Alif kembali ke tempat duduknya, pak Firdaus yang dianggap senior oleh kelas B mendekatkan kursi ergonomis yang ia duduki ke dekat Alif.
“Mas udah tahu info teman kita yang sakit?” suara pak Firdaus nampak berat.
Di sepanjang jalan Alif terus-terusan kepikiran, duduknya tak tenang, tangannya berkali-kali melihat gawai. Baru saja Alif merasakan indahnya kebersamaan yang sedang ia bangun dengan Fatimah, tanpa ada angin dan badai tiba-tiba Nurul malah kembali membuka komunikasi dengannya. Alif tentu tidak asing dengan profil WA yang tadi mengirim pesan kepadanya, itu jelas Nurul. Meskipun nomernya sudah ia hapus, tapi tetap mudah ia kenali.Alif tidak membalas pesan yang ia dapat, ia berusaha untuk tetap menjaga rumah tangganya dengan Fatimah. Setelah semua yang ia alami saat dahulu bersama Nurul, rasanya sudah cukup ia merasakan pahitnya dikhianati. Alif hanya bisa mendoakan agar Nurul selalu baik-baik saja, bukan semata karena ia ingin membalas sakit hati yang pernah ia alami, tetapi ia pun sadar jika menyimpan rasa kesal dan sesal yang berkepanjangan hanya akan menjadi penyakit di hatinya.****“Kamu mau kemana lagi?”“Kamu kenapa sih nanya terus? Udah kayak anak kecil aja.”“Eh, aku ini istr
Hari Alif kembali ke Sumur Pandeglang, atas masukan dan dukungan Fatimah, ia akhirnya tidak jadi resign dan masih bekerja seperti biasa. Untungnya Alif masih bisa berangkat bersama dengan Mustafa dan Zulham. Teman-temannya itu lewat Tol Serang-Panimbang, jadi Alif bisa menunggu mereka di pintu keluar tol, di Rangkasbitung. Tol Serang-Panimbang memang belum sepenuhnya selesai, jalan yang sudah selesai baru sampai Rangkasbitung.Alif mendapat kabar jika proyek yang dipegang oleh timnya sudah mendapat izin dari pemerintah setempat dan dinas pariwisata, sehingga objek wisata air Wahangan yang ditugaskan padanya bisa mulai dibuka untuk umum.“Kapan nih makan-makannya, Lif? Ucap Mustafa.“Lah, loe belum makan, Bang?”“Bukannya belum makaaaaan, panjul. Proyek loe kan lancar tuh.”“Hehehe, hayuk. Nyobain ikan nila di Bendungan Cikoncang gimana?”“Dimana tuh?”“Daerah munjul, nanti ambilnya dari arah pasar Panimbang belok kiri.”“Makin jauh dong kita.”“Yah, itu sih penawaran, Kalau mau ya hay
Namun, kali ini saat hal yang sama terjadi, ia hanya diam seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Ada kegetiran dalam hatinya, kini ia tidak lagi merasakan manisnya kata-kata indah dan penuh harap dari suaminya.Udara di kamarnya tak kunjung sejuk, keberadaan AC 2pk ditambah kipas angin seakan percuma. Guratan kecewa nampak jelas di wajahnya, tapi tetap ia coba sembunyikan saat bertemu orang lain.Saat di awal pernikahan, betapa ia merasa diperlakukan bak seorang ratu. Ia yang merupakan anak bungsu dari keluarganya, memang sangat nyaman saat dihadirkan kasih sayang. Belakangan, ia jarang mendapatkannya.Di tengah kepenatan dari sikap suaminya dan untuk menghilangkan rasa suntuknya, ia sengaja membuka gawainya, dengan maksud pikirannya bisa teralihkan. Jemarinya digerakan naik turun, lalu berhenti di salah satu status media sosial seseorang yang ia kenal di instagram.Semula ia hanya melihat kata-kata yang tertera di bawah foto itu, akhirnya ia klik juga dan masuklah ke akun si pemilik fo
/Assalamualaikum, selamata ya Mas. Aku turut berbahagia atas pernikahanmu. Maaf baru ngucapin selamat, aku baru liat foto profil kamu, hehehe.Btw minat maaf lagi baru tiga bulan berselang ngucapinnya.----Manisnya masa-masa awal pernikahan Alif hanya berlangsung tiga bulan, sebelum pesan dari Nurul terdampar di WAnya. Semula, ia tidak menggubrisnya. Tapi, saat pesan yang sama ia dapatkan tiga kali dalam waktu satu hari. Dengan berat hati, Alif membalasnya.----//Walaikumsalam. Terima kasih, ya.----Alif telah sepakat dengan Fatimah, mereka memulai perjalanan keluarga kecilnya tetap tinggal di lingkungan pesantren. Bukan tanpa alasan, Fatimah memang sudah meminta izin kepada Alif untuk bisa tetap dekat dengan Abahnya, yang saat ini sendirian. Sementara Alif, ia sedang mencari cara untuk mutasi ke Lebak atau memutuskan untuk resign dari pegawai negeri.Alasannya untuk mutasi, jelas karena ingin dekat dengan Fatimah dan bisa meluangkan waktu dengannya. Sebagai keluarga yang baru seum
Proyek revitasilasi kawasan wisata yang beberapa bulan lalu disurvei oleh Alif, ternyata harus memenuhi dua dokumen lagi untuk bisa dibuka untuk masyarakat umum. Kawasan wisata yang ia tangani adalah wisata air yang memiliki potensi besar jika bisa dikelola dengan baik, yaitu berupa sungai yang di sisinya berdiri tebing tinggi mirip Grand Canyon. Masyarakat sekitar menyebutnya dengan istilah “wahangan”. Semula lokasi tersebut luput dari perhatian penduduk sekitar karena memang tempat-tempat sejenis wahangan dianggap sungai biasa yang airnya biasa dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Namun, dengan ketelitian dari tim yang dibawahi oleh Alif, masyarakat sekitar akhirnya menemui titik temu untuk sepakat dikelola sebagai objek wisata agar bisa menggerakan roda ekonomi warga.Hanya tinggal menunggu dokumen yang kelengkapan ternyata bisa ditangani oleh rekan kerjanya, Akif memutuskan kembali ke indekost. Besok ada hal besar yang tengah menantinya.Alif menda
“Kenapa sih mas harus selalu menjadikan alasan segala hal di masa lalu kita untuk sulit melangkah ke depan? Memahami dan belajar ilmu agama itu memang penting, wajib malahan. Tapi kalau kita bukan orang yang diberi kesempatan untuk sama dengan orang-orang yang bisa belajar ilmu agama, kenapa nggak menjadi orang yang mencegah diri dari berbuat yang bisa membuat Allah murka.” Alif masih teringat kata-kata Fatimah saat ia berbincang dengannya beberapa hari yang lalu, saat itu Alif dengan sadar mengakui bahwa ia bukanlah seseorang yang memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, ia mengutarakan hal seperti itu karena merasa perlu disampaikan kepada Fatimah, tetapi Fatimah malah memberikan jawaban yang menurut Alif begitu berimbang. Fatimah sepertinya memahami bahwa setiap manusia memiliki perannya masing-masing, tanpa harus mengungkit masa lalu dan mencari-cari alasan mengapa seseorang tidak belajar ilmu agama dengan serius, ia lebih kepada memiliki pemikiran untuk me