Share

BAB 6 SATU MEJA

Alif nampak fokus memperhatikan pemateri, namun ia tidak bisa membohongi saat perlahan kantuk menyerangnya, kelopak matanya seperti digelayuti anak timbangan lima gram. Ia menggeser posisi duduknya sedikit ke belakangan agar tidak langsung terlihat pemateri. Bang Sandi yang duduk di samping kirinya menyadari kantuk yang dirasakan Alif, ia memberinya permen. Alif menerimanya, saat suara pemateri sedang meninggi menjelaskan materi, Alif langsung membuka kemasan permennya.

Saat menjelang sesi materi pagi selesai, terdengar pengumuman dari speaker di kelas. Panitia menginfokan ada dokter yang akan standby selama jam istirahat siang, peserta yang merasa atau sedang sakit bisa melakukan pemeriksaan.

Siang itu Alif membawa daftar hadir kelas ke musala, ia mengirimkan pesan ke grup W* kelas yang baru saja ia buat.

-----

Kelas B News

Teman-teman yang mau isi presensi ibadah bisa langsung ke musala ya, presensi saya taro di meja pintu depan,  yang terakhir minta tolong untuk bawa ke kelas saat masuk. Tengkiyuh

-----

Cuaca siang itu sangat terik, mungkin saat matahari berada tepat di atas kepala, udara sudah bercampur dengan kepongahan manusia. Hawa dari kepongahan tersebut semakin menambah panas cuaca siang. Alif membuka keran air, membiarkan kepalanya terguyur.

Setelah salat zuhur, ia ke ruang makan. Mengambil nasi dan lauk lalu mencari meja yang kosong.

“Bro pinjem kunci kamar dong, mau rebahan bentar,” suara Sandi dari belakang.

“Waiit bang.... nih, ntr bawa aja yak,” jawab Alif.

Alif melanjutkan makan siangnya, ternyata Bagus juga baru mengambil nasi di prasmanan, Bagus lalu menghampiri Alif dan duduk di depannya.  Meja makan peserta diklat sangat besar hingga mencukupi untuk tiga puluh orang, 15 belas orang di sisi kanan dan 15 orang lagi disisi kiri. Pak Zulkifli menghampiri Alif, kini Alif bersebelahan dengan pak Zulkifli, pak Zulkifli memberikan jadwal kegiatan yang sebelumnya telah didiskusikan oleh pengurus kelurahan, Alif menerima jadwal azan, jadwal imam salat dan kultumnya, hingga jadwal petugas salat jumat.

Selesai makan, Alif kembali ke kamar untuk istirahat sejenak, ia membuka lift dengan hati-hati. Ia menghela nafas panjang, jantungnya entah mengapa berdetak lebih kencang, saat pintu lift terbuka, raut wajahnya nampak bt.

Alif menatap seisi kamar, ada Bagus yang menonton tv, sedangkan Sandi sudah pulas

“Bang ntr kalau masuk kelas bangunin gue yak!” pinta Alif kepada Bagus.

“Ok mas,” jawab Bagus singkat.

Alif terburu-buru merapikan kemejanya, ia masih di kamar sedangkan Sandi dan Bagus sudah lebih dulu kembali ke kelas. Sedangkan Alif, ia sedikit terlambat karena kantuk yang masih ia rasa. Alif sedikit berlari menuju lift ke lantai 2 tempat kelasnya berada. Sesampainya di kelas saat ia membuka pintu semua mata tertuju padanya. Sedari tadi pemateri mencarinya, kelas akan dimulai dan harus ada yang memimpin laporan untuk materi tiap harinya.

Alif hanya sempat meletakan map buku catatannya di meja yang masih kosong, ia tak bisa memilih untuk duduk di belakang seperti biasa. Meja yang kosong tepat berada di depan meja pemateri. Ia langsung maju menyiapkan kelas untuk materi siang, beberapa kali ia hilang fokus dan harus mengulang laporan. Saat kelas sudah kondusif dan siap, ia menuju tempat duduknya. Ia baru menyadari ada 2 permen terselip di bawah map buku catatannya. Saat ia menoleh ke kanan, Nurul hanya mengangkat dua alisnya, lalu menggerakannya naik turun.

Alif mencuri kesempatan mengetik pesan W* dari kolong meja saat pemateri sibuk mengoperasikan proyektor.

----

/Bisa nggak pakai bahasa manusia?

Sumpah nggak ngerti artinya alis naik turun gitu

----

//Hahahaha, itu permen dua bungkus kira-kira bisa nggak makannya tanpa ketuan pakai teknik nyobek bungkusnya yang kayak kemarin

----

Jedaag, Alif terkejut. Ternyata ada yang mengetahui saat Alif menyobek bungkus permen tempo hari. Ada orang yang memperhatikannya, mungkin jika orang lain yang melihat tentu Alif akan biasa saja.

----

/Cuma tiga kali alis naik turun artinya panjang banget yak?

----

Mereka berdua larut dalam simpul senyum yang sama-sama ditahan. Alif nampak senang, ia memeragakan teknik menyobek permennya kepada Nurul di saat pemateri fokus ke peserta lain. Nurul nampak memberikan isyarat anggukan kepala dan peragaan tepuk tangan tanpa suara. Materi kali ini Alif tak banyak mencatat, isi kepalanya sudah penuh dengan kebahagiaan bisa duduk bersebelahan dengan Nurul. Kebahagiaan Alif belum usai, sebelum sesi coffee break pemateri membagi kelompok untuk presentasi membuat mind mapping dan Alif disatukan kelompoknya dengan Nurul. Lima belas menit yang tersisa sebelum jeda materi, peserta di kelas B sudah berada di masing kelompoknya masing-masing. Kini bukan lagi bersebelahan, Alif kini satu meja dengan Nurul.

Sandi yang mengetahui hal tersebut tak ayal membuat beberapa kekonyolan lagi, ia sengaja memutar lagu “Akad” dari Payung Teduh, ia sambungkan koneksi gawainya dengan speaker di kelas. Seisi kelas nampak menikmati persembahan lagu dari playlist Sandi.  Sebenarnya Alif nampak tak tahan lagi menahan senyum, ia hanya bisa geleng-geleng kepala.

Waktu coffe break tiba, beberapa peserta di kelas B langsung keluar kelas, ada seorang wanita dengan jilbab yang panjang mendatangi Alif, ia adalah bendahara kelas. Sabila Nur Azkia namanya, gadis dengan lesung pipi ini nampak anggun. Keberadaan Sabila tentu sedang ramai pula diperbincangkan, Ibnu yang beberapa hari lalu mengajak Alif mengambil seragam training sedang mendekatinya. Sepak terjang Ibnu diaminkan oleh seisi kelas.

“Permisi, Mas Alif ini sudah jadi denah kelasnya, fotonya juga sudah aku tempel. Cuma untuk jadwal piket aja yang belum selesai,” suara Sabila begitu lembut dan tenang.

Alif lalu bangkit dari duduknya.

“Eh ini udah bagus deh, rapi banget malah. Tengkiyuh berat yak,” jawab Alif.

Tiba-tiba lagu di ruang kelas berubah, kali ini lagunya Armada yang dipuar dan langsung pada lirik “harusnya aku yang disana”. Alif melihat ke arah Sandi, Sandi nampak sengaja joget dengan dua jempol diacungkan dan matanya terpejam menikmati lagu.

****

Alif mengambil cangkir, meracik kopi hitamnya dengan takaran yang sebenarnya ngasal. Ia sudah tidak tahan dengan kantuknya, walau pun kadang saat ngopi ternyata tidak membuatnya terjaga, setidaknya aroma dan rasa dari kopi mampu memberikan sensasi tersendiri, mungkin memang hanya sugesti belaka.

“Parah loe bang, kan jadi kikuk gitu suasananya.” Protes Alif kepada Sandi. Alif menyeruput kopi tanpa gula.

“Biar lebih dramatis bro hahahaha,” jawab Alif seenaknya.

“Gue nggak enak bang sama Ibnu, loe tau sendiri kan,” timpal Alif.

“Iye kalem, romannya udah pake hati beud dah ah hahaha.” Sandi menenangkan teman sekamarnya itu. “Tenang ae bro, yah namanya juga usaha, iya kan. Kita nggak tahu pdktan sama siapa, jadinya sama siapa.”

“Iya bang, iya, emang paling bisa dah loe bang urusan beginian.”

Saat kelas kembali dimulai, kelompok Alif mendapat giliran untuk presentasi. Alif maju mewakili kelompoknya, tidak ada kendala yang berarti, karena memang kalaupun ada pertanyaan, semua peserta dari masing-masing kelompok bisa saling memberikan masukan. Jadi, tiap kelompok yang maju untuk presentasi akan terbantu jika mendapati kendala pada penguasaan materi yang terbatas.

Saat Alif kembali ke tempat duduknya, pak Firdaus yang dianggap senior oleh kelas B mendekatkan kursi ergonomis yang ia duduki ke dekat Alif.

“Mas udah tahu info teman kita yang sakit?” suara pak Firdaus nampak berat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status