Selena tiba di sekolah, berlari terburu-buru menuju kelas bersama Rangga dan Linggar yang ternyata juga kesiangan. Mereka bertiga tampak seperti dikejar hantu, membuat siswa lain kebingungan melihatnya. Akhirnya, mereka pun sampai di kelas dengan napas terengah-engah."Gila, tidur kayaknya bener-bener ngaruh, lelap banget," kata Linggar, sambil menepuk dadanya."Sama, efek kecapekan kayaknya," sahut Selena, terkekeh.Tak lama setelah itu, guru pun tiba. Beruntung, Selena, Linggar, dan Rangga berhasil sampai tepat waktu sebelum wali kelas mereka datang. Pelajaran pun dimulai.***Beberapa hari setelah itu, Selena kembali menerima banyak kiriman teluh seperti biasa. Namun, kali ini ia bisa menahan semua itu, dengan sedikit bantuan dari ayah Ilham. Selena merasa perubahan pada dirinya, seolah ia bisa membaca karakter orang di sekitarnya, termasuk Rangga dan Linggar. Ia merasakan kasih sayang yang tulus dalam hati mereka, tapi ia tak sepenuhnya memahami makna dari perasaan itu, hanya mera
Selama seminggu menjalani ujian, Selena berhasil melewatinya tanpa ada hambatan berarti. Meskipun kiriman teluh selalu datang setiap malam, Selena fokus pada ujian dan bisa mengatasinya dengan bantuan ayahnya. Beruntung, dia sudah berhasil menemukan dan mengantar Jovi, sehingga dia bisa menjalani ujian dengan tenang tanpa harus khawatir tentang hal-hal gaib.Hari ini adalah hari terakhir ujian, dan semua orang merasa lega karena akhirnya ujian mereka akan segera berakhir."Bismillah... semoga ujian hari ini bisa kita lewati dengan lancar," ujar Selena penuh harap."Aamiin, ya Allah," jawab Rangga dan Linggar serentak.Namun, di balik rasa lega, Linggar merasa sedih. Setelah ujian selesai dan mereka lulus, keluarganya harus kembali pindah dari kota itu karena tugas orang tuanya yang sudah selesai. Itu berarti, dia dan Selena tak akan pernah bertemu lagi, karena Linggar akan ikut keluarganya pindah ke luar negeri.Ujian pun dimulai, dan semua murid fokus mengerjakan soal-soalnya. Namun,
Selena duduk di meja belajarnya, berbicara dengan Nicholas di telepon. Dia menceritakan serangkaian kejadian lucu dan seru yang terjadi selama ujian sekolah, sementara Nicholas hanya terkekeh mendengarnya. Namun, Selena tak menceritakan tentang ketegangan yang dia alami saat kerasukan pagi tadi."Jadi bentar lagi kamu bakal jadi mahasiswi, ya? Udah ada pilihan universitas belum, dek?" tanya Nicholas, penasaran."Hmmm... mana ya? Menurut abang, yang bagus yang mana?" jawab Selena."Di kampus abang aja, dek. Kampus abang kan bagus meskipun dalam negeri," ujar Nicholas."Yaahh... susah, syarat masuknya itu loh, bang. Aku nggak sepintar abang," keluh Selena dengan wajah murung."Jangan sedih gitu dong... Abang yakin kamu pasti keterima. Adek abang kan pintar," Nicholas mencoba menghibur Selena."Yaudah, ntar deh aku coba. Abang nggak ada kelas?" tanya Selena, berpindah topik."Ada, ntar siangan. Papa belum pulang, dek?" tanya Nicholas, penasaran.Selena menggelengkan kepala, menandakan ba
Akhirnya, ayah Nicholas memutuskan untuk menunda perjalanannya ke rumah sakit. Rasa penasaran membuatnya memilih mendengarkan cerita Selena terlebih dahulu. Dengan wajah serius, Selena mulai menceritakan kejadian mengejutkan yang dialaminya kemarin pagi di sekolah. Saat sedang fokus mengerjakan ujian, tiba-tiba datang kiriman teluh yang mengacaukan suasana.âAwalnya aku mencoba melawan sosok itu, Pa. Tapi dia terlalu kuat. Aku sampai muntah darah... dan tiba-tiba, ada sesuatu dari dalam diriku yang bangkit,â ujar Selena, suaranya bergetar.Ayah Nicholas memperhatikan dengan cermat, sedangkan Rangga yang duduk di dekatnya tampak tegang mendengarkan.âMakhluk itu, Pa... dia muncul dan memakan sosok kiriman teluh itu. Bentuknya seperti binatang. Buas... sangat buas,â Selena menggantung kalimatnya, ketakutan masih membekas di wajahnya.Ayah Nicholas mengangguk pelan sebelum akhirnya berkata, âHarimau. Harimau pendampingmu akhirnya bangun.ââHarimau?â Selena dan Rangga serempak berseru. Ka
âNamaku Egi Mahardika. Adikku, Ryan Mahardika," sosok remaja itu memulai perkenalannya melalui hati Selena.Selena mendengarkan dengan seksama, memilih untuk tidak berbicara langsung agar tak menarik perhatian orang-orang di sekitar. Di dalam hatinya, Egi mulai bercerita, membawa Selena menyelami kisah penuh luka yang ia alami."Aku ikut ibuku setelah orang tua kami bercerai, sementara Ryan tinggal bersama ayah. Saat itu, aku baru lima belas tahun, dan Ryan masih sembilan. Aku masih ingat wajahnya yang menangis, memohon agar aku tidak pergi."Kesedihan yang dalam terpancar dari cerita Egi. Selena dapat merasakan penyesalan yang membebani sosok itu, penyesalan karena meninggalkan adiknya, dan karena memilih pergi bersama ibunya."Mengapa kalian berpisah?" tanya Selena, suaranya lembut dan penuh perhatian.Egi menghela nafas panjang. "Ayahku sebenarnya masih sangat mencintai ibu. Tapi ibu... dia jatuh cinta pada pria lain. Ayahku memutuskan untuk melepaskannya, berharap dia bisa bahagia
Selena, Linggar, dan Rangga kini berada di sebuah restoran mewah. Selena telah memesan ruang makan pribadi agar suasana lebih tenang untuk pertemuan penting malam itu. Mereka akan membahas sesuatu yang sangat sensitif bersama Ryan, yang telah setuju untuk datang.Sekitar pukul tujuh malam, Ryan tiba. Ia datang sendiri, tanpa membawa istri atau anaknya. Wajahnya menyiratkan rasa penasaran dan sedikit kecemasan."Kalian cuma bertiga? Dimana kakak saya?" tanyanya langsung, pandangannya menyapu ruangan seolah mencari seseorang.Selena melirik sekilas ke arah Egi, yang berdiri di dekat Ryan dengan tatapan penuh harap."Silahkan duduk dulu, Om," ujar Selena lembut, mencoba menenangkan suasana.Ryan mengikuti arahan Selena dan duduk di salah satu kursi di meja bulat itu. Mereka semua duduk berhadapan, masing-masing terlihat serius."Selena, tolong kasih tahu dia kalau aku ada disini," desak Egi, suaranya penuh emosi.Selena menatap Ryan dengan hati-hati sebelum membuka pembicaraan. "Om, maaf
Selena sedang duduk di ruang kerja Ayah Nicholas, meskipun sudah larut malam. Namun, ia tak bisa menahan keinginannya untuk segera menceritakan temuannya siang tadi bersama Rangga dan Linggar yaitu sosok Egi. Ayah Nicholas, yang dikenal penuh perhatian, turut merasakan kepedihan atas nasib Egi, yang seandainya masih hidup, mungkin sudah sebaya dengannya."Jadi, besok kamu benar-benar ingin pergi ke rumah ayah tirinya sosok bernama Egi itu?" tanya Ayah Nicholas dengan tatapan cemas.Selena mengangguk dengan mantap."Iya, Pa. Boleh, kan?" tanyanya, berharap mendapat izin dari ayahnya.Ayah Nicholas tampak berpikir sejenak, pertimbangannya berat. Jika kasus ini terungkap ke publik, tentu akan menjadi sebuah tragedi besar. Namun, dia mengenal Selena dengan baik gadis ini memiliki rasa peduli yang luar biasa, dan dia tahu betapa sedihnya Selena jika ia melarangnya."Boleh, tapi Papa akan minta orang untuk jaga kamu, oke?" ucap Ayah Nicholas akhirnya."Okay, Pa," sahut Selena, tidak keberat
Selena, Rangga, dan Ayah Nicholas sedang menikmati sarapan pagi bersama di meja makan. Tak lama setelah selesai, Ayah Nicholas masih terlihat gelisah memikirkan keputusan Selena untuk membantu sosok bernama Egi. Kekhawatirannya begitu besar hingga ia mendatangkan dua pria untuk memastikan keselamatan Selena jika hal buruk terjadi.Sebagai seorang dokter, Ayah Nicholas tidak memiliki kebebasan waktu untuk selalu mendampingi Selena. Apalagi, setiap hari banyak kiriman yang datang untuk Selena, menambah beban pikirannya."Hati-hati ya, Nak," ujar Ayah Nicholas, memberikan pesan penuh waspada."Iya, Papa. Jangan khawatir, aku pasti baik-baik saja," jawab Selena lembut, memahami kecemasan ayahnya.Tak lama, suara mesin mobil terdengar dari luar. Salah satu pelayan rumah menghampiri Ayah Nicholas."Pak, ada yang mencari Non Selena," lapor pelayan itu."Siapa, Bi?" tanya Ayah Nicholas penasaran."Namanya Pak Ryan," jawab si pelayan.Mendengar nama itu, Selena langsung bangkit dari tempat dud
Selena sedang membakar bungkusan yang diberikan oleh supirnya yang dikira itu diberikan oleh Rangga, Selena tidak membukanya sama sekali dia langsung membakarnya sambil membaca doa.Dan benda itu menghilang secara misterius setelah di bakar, yang diyakini itu adalah bungkusan benda berisi kiriman santet. Selena sekarang mencoba menghubungi Rangga.."Halo, Assalamu'alaikum, Ra." Ucap Selena ketika panggilan teleponnya terhubung dan dia sengaja meletakan dalam speaker handphonenya agar supirnya juga ikut mendengar suara Rangga."Wa'alaikumussalam, kenapa Sel?" Tanya Rangga, supir Selena terlihat mengerutkan keningnya mendengar jawaban Rangga."Ra, tadi lu ke kampus gue?" Tanya Selena."Enggak, gue jenguk om Basuki abis gue kelar di bengkel, Sel. Lo udah sama om Basuki?" Sahut Rangga, supirnya terlihat menutup mulutnya."Gue mau ke rumah sakit jemput papa, tapi tadi katanya lo dateng kesini nganter kiriman." Ujar Selena, Rangga dalam panggilan itu terdengar kebingungan."Gue ngga kemana-
Selena mengantar Linggar lebih dulu, dan sebelum Linggar masuk Selena memastikan lebih dulu agar tidak ada yang ikut dengan Linggar."Sel, lu nggak apa apa?" Tanya Linggar."Nggak apa-apa, udah biasa. Kalo mereka nyerang gue nggak apa apa, karena gue bisa tau, tapi kalo mereka nyerang lu dan orang-orang yang deket sama gue, gue baru khawatir." Ujar Selena sambil fokus menetralisirkan tubuh Linggar.Linggar yang mendengar itu merasa menjadi orang yang spesial karena Selena peduli padanya. Padahal Selena mengatakan itu bukan dengan maksud apapun, dia murni berkata demikian karena tidak mau orang lain yang dekat dengannya jadi terkena imbasnya."Udah, aman." Ujar Selena."Makasih, Sel." Ujar Linggar dan Selena tersenyum."Gue pulang, ya." Ujar Selena dan Linggar mengangguk."Ati-ati." Ujar Linggar."Siap." Sahut Selena, lalu masuk kembali kedalam mobil. Selena masih merasakan energi yang mengikutinya itu berada di mobil, yang berarti sejak tadi kiriman itu memang berada di mobil dan ikut
Lalu akhirnya setelah pulang kuliah, Selena menepati janjinya pada ibunya Intan untuk menyampaikan maaf Intan pada kedua orang tuanya Roy. Sekaligus juga Roy ikut dan kini mereka sedang berada di rumah Roy, bersama Faaz, Doni dan Linggar.Kedua orang tua Roy saat ini sedang menangis, terutama ibunya yang menangis sampai terisak-isak setelah mengetahui kebenaran tentang kematian Roy. Ibunya Intan sampai bersimpuh di depan ibunya Roy dan meminta maaf atas nama Intan, Selena, Linggar, Faaz, Doni dan hantu Roy yang melihat itu juga ikut sedih."Roy.." Gumam ibunya Roy sambil terisak."Tante, aku mau ngasih tau kalo Roy masih penasaran di dunia. Dia masih berada di dunia dan sekarang dia ada didekat tante, di sebelah kanan tante." Ujar Selena, ibunya Roy menoleh ke kanan tapi tentu saja tidak ada siapapun."Roy mau pamit sama tante dan om, karena dia sudah tidak penasaran lagi. Alasan kematiannya bukan bunuh diri tapi karena diganggu yang ghaib." Ujar Selena lagi."Roy! Roy! Kamu dimana na
Meski Selena sudah bilang bahwa jangan keluar rumah, tapi ayah Nicholas tetap saja pergi. Ayah Nicholas bilang pada bibi dia pergi bukan mau bekerja tapi menemui temannya, bibi pun mengangguk karena memang ayah Nicholas tidak membawa jubah dokternya.Ayah Nicholas pergi ke rumah sakit, tapi bukan untuk bekerja melainkan dia menemui teman dokternya yang kemarin memapahnya, seorang dokter ahli neurologi. Temannya itu tersenyum melihat kedatangan ayah Nicholas."Nah.. Akhirnya mau juga datang kemari, dok." Ujar teman ayah Nicholas, namanya dokter Jaya."Haha, iya. Dimarahin sama anak, nggak boleh kerja jadi saya nggak kerja hari ini. Karena nggak ada kegiatan jadi saya kesini untuk memeriksakan diri." Ujar ayah Nicholas."Emang mantranya anak perempuan tuh ampuh pokoknya, kalo nggak boleh ya nggak beneran, hahaha.." Dokter Jaya terkekeh."Jadi, tolong periksa saya dok." Ujar ayah Nicholas."Tentu dok, mari." Ujar dokter Jaya.Mereka sama-sama dokter profesional, dan mereka juga sama-sama
Setelah Selena memastikan ayahnya sudah masuk kedalam kamarnya untuk istirahat, Selena pun kini kembali ke kamarnya sendiri dengan rasa bersalahnya. Selena tau rumah itu dipagari dan pagarnya juga sangat kuat, tapi Selena tidak terpikirkan bahwa semakin kuat pagar gaibnya maka semakin besar juga usaha yang dikerahkan ayah Nicholas.'Jangan khawatir Selena, aki bisa menjaga kamu dan rumah ini.â Tiba-tiba suara aki muncul."Makasih aki, tapi aku tetep merasa bersalah sama papa." Ujar Selena."Aku akan belajar untuk memagari rumah ini sendirian, supaya nggak bikin papa capek." Ujar Selena.Selena akhirnya masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, dan ketika dia sedang mandi dia kembali teringat dengan sosok-sosok yang berada di rumah Pak Hasan yang menyambutnya dengan ramah.Sosoknya ada yang berupa binatang macan putih yang sangat besar bahkan lebih besar dari gajah, lalu ada yang seperti aki namun dalam versi lebih pendek sedikit, dan juga ada yang seperti manusia biasa na
Selena berdiri di luar ruangan Intan setelah berhasil melepaskan susuk terakhir dari Intan, dan Intan akhirnya sudah berpulang.."Pada akhirnya, dia meninggal dengan menderita." Gumam Selena."Kita sampein maafnya ke keluarganya Roy besok, Roy juga masih belum bisa pergi kan?" Tanya Linggar, dan Selena mengangguk."Siapa tau setelah ini dia bisa pergi dengan damai." Ujar Linggar."Iya.." Ujar Selena.Ya, Roy.. Sebelum Intan meninggal, dia menyebut nama Roy. Dia mengakui dirinya juga membuat Roy kehilangan akal. Ibunya tidak tahu siapa Roy, tapi Selena memberi tahu bahwa Roy adalah kakak seniornya di kampus."Yuk, makan dulu. Kita ampe lupa makan dari siang." Ujar elang dan Selena kembali mengangguk.Pak Hasan sudah lebih dulu pergi untuk melebur semua susuk yang keluar dari tubuh Intan, ada sekitar 17 susuk yang ditempatkan di setiap titik mata memandang sehingga banyak pria yang tertarik melihat Intan karena banyaknya susuk yang terpasang.Intan dan Linggar kini sedang berada di rest
Selena dan Linggar sedang duduk di dalam mobil, Selena masih memikirkan apa yang dilihatnya di alam astral dan yang terjadi di dunia nyata berbeda tapi berujung sama. Kini harapan mereka yang bisa menolong Intan sudah tidak ada, lalu apa Intan bisa ditolong?Sebelumnya, ibu-ibu yang mereka temui itu memberitahu kematian nenek Darsih yang tidak normal juga.(Kisah Balik Bermula)"Kami di kampung ini semua tahu nenek Darsih tuh siapa, dia ilmunya tinggi sampe banyak pelanggan yang dateng. Tapi seminggu lalu, nggak tau kenapa dia nggak pernah keluar dari rumah." Ujar ibu-ibu itu."Terus baru tiga hari lalu semua warga di sini curiga dengan rumah nenek Darsih yang baunya banget-bangetan, bau bangke! Semua orang pun akhirnya mendobrak masuk dan mereka menemukan jasadnya nenek Darsih yang udah busuk dibelatungin." Ujar ibu-ibu itu lagi."Inalillahi.." Selena bergumam."Nggak tau itu nenek meninggalnya dari kapan, ditemuinnya udah busuk dan belatungan. Baunya beeuuhh.. Naudzubillah!""Nggak
Selena dan Linggar serta ibunya Intan sudah sampai di sebuah rumah yang tampak sangat asri, rumahnya juga tipikal rumah lama era 80 an dengan taman yang hijau dan pohon-pohon yang rindang."Ini bener rumahnya, Sel?" Tanya Linggar."Menurut maps sih iya, Jalan xx no 44." Sahut Selena."Bentar gue telpon dulu." Ujar Selena, dan ia menghubungi seseorang."Assalamuâalaikum, Om. Selena di depan rumah nomor 44 sesuai yang Om kasih." Ujar Selena."Oh, iya-iya Om." Sahut Selena.Tak lama ada seorang pria yang membuka kan pintu gerbang, dan mobil Linggar dipersilahkan masuk. Selena, Linggar dan ibunya Intan pun turun dari mobil."Non Selena, ya?" Tanyanya, dengan logat sunda."Iya pak, Om Hasannya ada?" Sahut Selena."Panggil mamang aja, Pak Hasan aya di dalam, silahkan masuk atuh." Ujar si bapak tadi."Oh, iya mang." Sahut Selena dengan senyumnya.Selena terkesima dengan rumah Hasan yang sangat adem, nyaman dan asri. Beda dengan rumah-rumah jaman sekarang yang modern tapi terlihat panas, ruma
Selena sudah bersama ibunya Intan, saat ini ibunya Intan sedang menangis tersedu-sedu karena kondisi Intan makin tidak normal. Ibunya Intan juga menceritakan pada Selena tentang kejadian kemarin saat ada belatung yang keluar dari kemaluan Intan, Selena dan Linggar sampai ngeri mendengarnya."Tiap malem dia selalu merintih kesakitan, minta ampun, minta tolong, tapi dia sama sekali nggak kebangun dan sadar. Tante ngaji, dia makin kesakitan. Tante nggak ngerti lagi harus gimana.." Ujar ibunya Intan."Kita ke rumah Faaz dulu ya, tan. Aku semalem udah ngomong sama orang tuanya. Abis itu aku kenalin tante sama temen papaku yang bantu nolongin Faaz waktu itu." Ujar Selena, dan ibunya Intan mengangguk."Iya nak, tante berharap ada yang bisa nolong Intan." Ujar ibunya Intan.Akhirnya Selena dan Linggar membawa ibunya Intan itu ke rumah orang tua Faaz, dimana di sana juga ada Faaz yang senang dengan kedatangan Selena. Selena salim dengan kedua orang tua Faaz dan kini mereka duduk di ruang tamu.