공유

BAB 7

작가: jasheline
last update 최신 업데이트: 2024-11-29 20:30:04

Selena mengantar Linggar pulang sebelum kembali ke rumahnya sendiri. Sepanjang perjalanan, pikirannya penuh dengan cara untuk membantu Linggar. Sesekali, ia melirik Rangga yang masih tertidur lelap di sebelahnya.

"Non, tadi bapak nelpon. Katanya, Non Selena diminta datang ke rumah sakit bawain jas ganti bapak sama amplop coklat di meja kerja," ujar sopirnya.

"Oh, iya. Terima kasih, Pak," jawab Selena singkat.

Setibanya di rumah, Selena membangunkan Rangga yang terlihat terkejut karena tertidur terlalu lelap.

"Ra, kamu istirahat aja di rumah. Aku mau ke rumah sakit," ujar Selena.

"Hah? Siapa yang sakit, Sel?" tanya Rangga terkejut.

"Nggak ada, aku cuma mau anter jas Papa," jawab Selena sambil tersenyum.

"Aku ikut," kata Rangga tegas, tak ingin lengah lagi.

"Baiklah. Aku ganti baju dulu," sahut Selena. Rangga mengangguk. Selena pun segera naik ke kamarnya.

Setelah berganti pakaian kasual, Selena turun ke ruang kerja ayahnya untuk mengambil jas dan amplop yang diminta. Ketika keluar, Rangga sudah siap menunggu di depan pintu.

"Yuk, kita berangkat," ajak Selena. Rangga mengangguk dan mereka pun berangkat bersama.

Sepanjang perjalanan, Rangga terpesona melihat sisi lain Jakarta yang padat dengan lampu-lampu kota yang berkelap-kelip menjelang malam. Itu kali pertama ia melihat kota dengan begitu ramai dan megah.

Mereka akhirnya tiba di rumah sakit besar. Selena segera turun dari mobil, diikuti Rangga yang terkesima melihat bangunan megah tersebut.

"Om Basuki tugas di sini, Sel?" tanyanya takjub.

"Yap," jawab Selena santai, tanpa sadar menggandeng tangan Rangga. Rangga terdiam, terpesona oleh sentuhan sederhana itu, meskipun Selena melakukannya tanpa maksud apa pun.

Om Basuki adalah ayang angkat Selena, ayah kandung Nicholas.

Selena terus menggandeng tangan Rangga hingga mereka masuk ke dalam lift. Bagi Selena, rumah sakit adalah tempat yang menyimpan banyak kesedihan. Ia sering melihat orang-orang yang tampak tegar namun sebenarnya menahan tangis. Mereka yang ditinggalkan, penuh penyesalan dan rasa kehilangan yang mendalam.

Seperti saat ini, di depan Selena terlihat sosok pria yang berjalan sambil terisak, mengiringi seorang perempuan. Ia terus memanggil nama perempuan itu, namun panggilannya tak terjawab. Wajar saja, perempuan itu sudah tiada. Sosok pria itu tampak begitu menyedihkan, tubuhnya berlumuran darah. Yang paling mengerikan adalah luka menganga di kepalanya, jelas bekas kecelakaan.

"Sayang... maafkan aku..." rintih pria itu dengan suara parau, penuh penyesalan.

Selena hanya melewatinya dengan wajah datar, seolah tidak melihat apa pun. Ia mempererat genggamannya pada tangan Rangga, mencoba menguatkan diri. Ia tahu, ada banyak yang bisa ia bantu, tapi menghadapi begitu banyak jiwa tersesat di rumah sakit ini, rasanya mustahil.

Mereka akhirnya sampai di lantai lima, tempat kamar ayah Nicholas berada.

Tok, tok, tok.

"Assalamualaikum, Papa," ucap Selena, mengetuk pintu perlahan.

"Waalaikumsalam, masuk saja, Nak," sahut ayah Nicholas dari dalam.

Selena masuk dan mendapati ayah Nicholas duduk di meja kerja, sibuk dengan tumpukan laporan.

"Maaf ya, Nak, Papa jadi merepotkanmu. Papa nggak sempat pulang, pasien masih banyak," katanya dengan nada lelah.

"Enggak apa-apa, Pa. Ini yang Papa minta," ujar Selena, meletakkan jas dan amplop coklat di meja.

"Terima kasih, anak Papa," balas ayah Nicholas sambil tersenyum dan meraih barang-barang itu. Selena mengangguk, membalas senyuman sebelum duduk di salah satu kursi.

"Ini laporan pasien yang Papa operasi kemarin. Kondisinya sangat kritis, sekarang dia koma. Kemungkinan untuk bertahan hidup sangat kecil, tapi entah kenapa dia masih bertahan... seolah ada yang membuatnya enggan pergi," ungkap ayah Nicholas sambil membaca laporan.

"Menurut Selena, mungkin dia punya janji yang belum terpenuhi?" Selena menatap ayahnya serius.

Ayah Nicholas terdiam sejenak, tampak merenung. "Memang, Papa juga merasakan hal yang sama. Bahkan jiwa pasien itu sudah mulai meninggalkan tubuhnya, tapi tetap saja dia bertahan."

"Apa kita bantu saja, Pa?" usul Selena.

Ayah Nicholas menghela napas dalam. "Masalahnya, waktu Papa sangat terbatas. Membantu jiwa yang tersangkut butuh proses panjang."

"Kalau begitu, biar Selena yang bantu, Pa. Kasihan kalau dia terus terjebak di antara hidup dan mati. Kalau janji itu terpenuhi, dia pasti bisa pergi dengan tenang," ujar Selena dengan mantap.

"Anak Papa memang selalu peduli... Tapi jangan, Nak. Itu bisa menarik perhatian makhluk yang lebih kuat," ujar ayah Nicholas dengan nada khawatir.

Jika Selena membuka komunikasi dengan mereka yang ada di rumah sakit, makhluk-makhluk lain akan menyadarinya. Mereka mungkin saja mengikuti Selena, dan ayah Nicholas tidak ingin hal itu terjadi. Mendengar kekhawatiran ayahnya, Selena akhirnya menurut. Bersama Rangga, ia pun meninggalkan ruangan itu.

Saat tiba di lobi rumah sakit, pandangan Selena kembali tertuju pada pria yang ia lihat sebelumnya. Pria itu kini memeluk perempuan yang menangis tersedu-sedu, wajahnya tertutup tangan. Pria tersebut terus meminta maaf sambil menangis, seolah menanggung beban yang amat berat.

‘Kasihan…’ batin Selena. Ia mengalihkan pandangannya dengan perasaan berat. Ketika mobil mereka tiba, Selena masuk ke dalam bersama Rangga.

"Kamu kenapa, Sel? Kelihatan sedih," tanya Rangga, memperhatikan Selena yang terus menatap jendela.

"Kamu lihat perempuan yang tadi nangis di lobi?" Selena bertanya pelan.

"Iya, kenapa?" Rangga menoleh penasaran.

"Ada pria yang meluk dia sambil nangis, minta maaf terus-terusan," ujar Selena lirih.

Rangga refleks menoleh ke belakang, berusaha mencari sosok yang Selena maksud, tapi tentu saja ia tidak melihat apa-apa.

"Aku kadang takut, Ra... Takut Allah mengambil nyawaku saat aku belum siap. Saat aku masih penuh dosa, kesalahan, dan janji-janji yang belum terpenuhi. Aku pasti akan menangis seperti dia, tanpa ada yang tahu..." Selena berkata lirih, membuat Rangga terdiam.

Ya, tidak ada yang tahu kapan ajal akan datang. Tak ada yang tahu kapan nyawa kita akan diambil atau dalam keadaan seperti apa kita dipanggil oleh Allah. Bahkan dengan segala persiapan terbaik sekalipun, hanya Dia yang tahu kapan waktunya tiba.

"Haihh... Udah terlanjur di luar, gimana kalau kita jajan aja?" usul Selena mencoba mencairkan suasana. Rangga tersenyum dan mengangguk setuju.

Mereka menuju tempat makan di pinggiran jalan yang penuh dengan keramaian. Suasana layaknya festival makanan kaki lima, ramai dan meriah. Rangga terlihat bingung melihat banyaknya orang serta jajanan yang beragam.

Selena tersenyum kecil, mengingat tempat itu ia ketahui dari Nicholas. Nicholas memang suka menjelajahi kota, menemukan tempat makan enak dan menarik, lalu mengajak Selena ke sana.

"Sel, ramai banget di sini! Kok kamu bisa tahu ada pasar malam kayak gini?" tanya Rangga heran. Selena hanya terkekeh kecil, senang melihat reaksi Rangga.

"Kayak pasar malam, ya? Tapi ini bukan, soalnya nggak ada yang jual baju atau wahana. Di sini cuma ada makanan," ujar Selena sambil tersenyum.

"Bang Nicholas yang sering ngajak aku ke sini. Katanya, lidahku masih lidah kampung, hehe..." Selena terkekeh, membuat Rangga ikut tertawa kecil.

‘Banyak yang sudah berubah dari Selena,’ batin Rangga. ‘Dia jadi lebih ceria dan tampak menikmati hidupnya. Sepertinya Nicholas benar-benar memperlakukan Selena dengan baik.’

"Ayo, aku ajak kamu makan sempol ayam, enak banget!" ajak Selena penuh semangat sambil menarik tangan Rangga.

Rangga hanya tersenyum, membiarkan Selena menggandengnya. ‘Selena... tetaplah bahagia seperti ini,’ pikirnya. Ia senang melihat senyum Selena yang kini selalu menghiasi wajahnya, sesuatu yang jarang ia lihat saat Selena masih kecil.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • CALON TUMBAL   BAB 179

    Seorang gadis tengah marah dan kesal karena usahanya dan rencananya tidak berhasil, sudah berhari-hari bahkan sudah hampir dua minggu tapi tidak ada sedikitpun kemajuan dari apa yang direncanakannya. Dia sedang menangis tersedu-sedu di kamarnya sampai temannya kebingungan karena gadis itu mengurung diri sejak kemarin."Allee, come on.. buka pintunya!"Ya, Allee.. dia belum pulang ke LA dan dia masih di Jakarta. la masih berusaha mengejar Nicholas, Allee bahkan tidak peduli dengan pendidikannya dan terus menerus berusaha agar misinya berhasil, misi untuk menaklukan Nicholas.Tapi sejak dirinya datang ke dukun yang dipanggil Aki sampai hari ini, dia belum mendapat hasil apapun. Bahkan saat dirinya bertemu dengan Nicholas pun Nicholas tidak merespon apapun, malah kini semakin menjauh seolah benar-benar tidak mengenal Allee."Kamu bilang aku bisa mendapatkan Nicholas dengan cara yang kamu katakan, sekarang mana! Aku tidak mendapatkan apapun, Nicholas malah semakin jauh dariku." Teriak All

  • CALON TUMBAL   BAB 178

    Selena tidak masuk kuliah akhirnya, karena dia sedang mual dan muntah-muntah parah. Tidak ada yang keluar sebenarnya, tapi Selena terus mual dan muntah air saja.Nicholas juga akhirnya tidak masuk dan dia merawat Selena di rumah, tapi sekarang dia sedang ke apotek untuk membeli sesuatu."Bu, beli alat tes kehamilan tiga dari merk yang berbeda." Ujar Nicholas, si ibu apoteker terkejut mendengarnya, seorang laki-laki beli alat tes kehamilan."Oke, sebentar mas." Ujar apoteker.Tak lama alat tes kehamilan dari tiga merk berbeda pun dikeluarkan, Nicholas lalu membayarnya. Nicholas hendak pergi tapi dia kembali lagi dan bertanya pada ibu apoteker."Bu, mau nanya sedikit boleh?" Tanya Nicholas, ibu apoteker pun terkekeh."Banyak juga boleh, mas. Mau nanya apa?" Tanya ibu apoteker."Nggak jadi deh bu, makasih." Ujar Nicholas, lalu pergi.Nicholas pun pulang ke rumah, dan ternyata Selena masih belum bangun lagi padahal sudah jam 7 pagi. Nicholas kemudian perlahan membangunkan Selena."Dek.."

  • CALON TUMBAL   BAB 177

    Beberapa hari setelahnya, datang kabar baik dari Linggar dan Reyna yang ternyata mereka berhasil mendapat restu kedua orang tua Linggar dan mereka akan langsung dinikahkan bulan depan.Mendadak memang, semua karena kedua orang tua Linggar takut mereka jadi zina karena mereka tinggal satu atap walau tidak satu kamar. Apalagi ibunya Linggar yang sangat takut, padahal Linggar tidak benar-benar sudah menyentuh Reyna, tapi ibunya parno."Ecieee.. yang bulan depan mau nikah." Goda Selena pada Reyna, Reyna tersenyum-senyum digoda seperti itu."Harusnya kalian dipingit loh, bulan depan itu tinggal menghitung hari." Ujar Selena."Pingit!? Tapi kan aku nggak punya tempat tinggal." Ujar Reyna, Reyna menanggapinya dengan serius."Parah si Linggar, nggak mikirin kesana berarti." Ujar Deon."Seriusan harus dipingit?" Tanya Reyna."Harus, sebuah tradisi nenek moyang itu." Ujar Deon dan Reyna tampak celingukan menatap Selena." Lu juga dulu gitu, Sel?" Tanya Reyna tapi Selena menggeleng."Gue cuma di

  • CALON TUMBAL   BAB 176

    Selena meminta agar ibu panti ikut pulang dengannya, kini ibu panti yang masih terisak-isak itu duduk di mobil Selena dengan nafasnya yang masih sesenggukan."Fuad.." Gumamnya."Ibu, Fuad mau ngomong sama ibu." Ujar Selena dan ibu panti menatap Selena."Fuad di sini?" Tanya ibu panti dan Selena mengangguk."Fuad duduk di sebelah ibu, dia sedih liat ibu terus-terusan nangis." Sahut Selena, dan ibu panti menoleh ke sebelahnya yang jelas tidak ada siapapun."Maafın ibu nak, semuanya salah ibu, kalo aja ibu nggak ijinin kamu ngamen, kamu nggak akan seperti ini." Ujarnya, pada udara kosong.Tapi di jok belakang itu, Fuad sedang sesenggukan menatap ibu pantinya yang terus menangisinya. Ingin rasanya Fuad memeluk tapi tidak bisa."Aku akan ijinkan Fuad masuk ke badan aku, dia pengen ngomong sama ibu." Ujar Selena dan ibu panti mengangguk.Selena memejamkan mata sambil membaca doa dalam hatinya dan Fuad pun masuk ke dalam tubuh Selena. Fuad yang masuk ke dalam tubuh Selena langsung memeluk ib

  • CALON TUMBAL   BAB 175

    Malam hari setelah Selena sampai di rumah, dia langsung mandi dan langsung terkapar di ranjang, karena dia sudah sangat kelelahan setelah seharian itu berada di panti.Nicholas yang juga baru selesai mandi langsung menyusul Selena ke ranjang, ia mengecup kening Selena dan memandangi wajah perempuan yang sangat dicintainya itu."Kenapa, sayang?" Tanya Nicholas, karena Selena terus terpejam."Aku kebawa astral terus dari tadi, bang." Sahut Selena, Nicholas pun langsung membaca doa untuk membantu memagari Selena agar stabil."Jangan dipikirin terus sayang, jadinya nggak kebawa astral. Tutup dulu, kamu butuh istirahat, sayang." Ujar Nicholas, dan Selena mengangguk lalu membuka matanya.Selena pun menutup mata batinnya lalu kemudian masuk kedalam pelukan Nicholas, Nicholas pun mengusap kepala Selena dan mengecupnya beberapa kali."Bobo, ya.. jangan dipikirin terus, kan besok tim pencarian akannyari jasadnya Fuad." Ujar Nicholas dan Selena mengangguk sambil mencari posisi yang nyaman di pel

  • CALON TUMBAL   BAB 174

    Fuad kembali duduk di taman setelah melihat ibu panti menangis histeris sampai pingsan, dia sedih karena ternyata dirinya sudah meninggal. Selena yang mencari keberadaan hantu Fuad pun tertegun melihat hantu Fuad yang menangis di taman. "Fuad.." Panggil Selena, dan Fuad menoleh dengan wajah sedihnya. "Kak, ibu baik-baik aja kan?" Tanya Fuad, dia marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan apapun untuk ibu pantinya, akhirnya dia memilih pergi. "Mereka semua sedih.." Sahut Selena, dan Fuad kembali menunduk. "Fuad.. Kakak tau ini berat banget buat kamu, tapi coba kamu ingat-ingat dimana kali terakhir kamu berada?" Ujar Selena, dan Fuad tampak terdiam "Dimana kamu mengalami kecelakaan?" Tanya Selena. "Yang aku inget.." (Kisah balik Fuad dimulai) Seminggu yang lalu, adalah hari jumat. Fuad sedang mengamen di pinggiran jalan yang biasanya namun di sana sudah banyak yang mengenal Fuad sehingga orang-orang di sana tidak lagi memberikan uang pada Fuad. Fuad pun berp

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status