Nara sedang melakukan tugasnya mengikat dasi untuk Jo. "Pulanglah lebih awal aku akan mengajakmu makan malam" Jo meraih jasnya dan memakainya sendiri tanpa bantuan Nara. Kecanggungan masih terasa diantara mereka berdua sejak kejadian ciuman brutal Jo pada Nara.
"Kenapa kau cuma diam?" Jo kesal karena Nara tidak menanggapi ajakannya. "Itu perintah dan aku harus menyetujuinya bukan?" kata Nara sambil berjalan keluar kamar Jo. Jo meraih lengan Nara dan menahan langkah istrinya itu. Nara berbalik mendongakan wajahnya dan menatap Jo.
"Permisi tuan" Ryan tiba-tiba muncul dan mengganggu adegan cangggung itu. "Ada apa?" tanya Jo yang masih menatap lekat wajah Nara.
"Ada nona Elisa menunggu anda"
Jo memalingkan pandangannya dan menatap Ryan. Ia melepas lengan Nara yang di genggamnya. Nara bisa melihat perubahan mimik muka Jo. Sorot matanya terlihat berbeda. Jo berjalan cepat menuruni anak tangga. Pria itu berhenti memandang seorang wanita yan
"Apa kau bersedia tidur denganku?" kata-kata itu terngiang di telinga Nara hingga membuatnya tidak bisa memejamkan mata semalaman. Ucapan Jo Daniel bak bisikan setan yang menggoda imannya. Dia pikir aku wanita macam apa? dasar pria sialan! batin Nara kesal sambil memukul gulingnya. Jam menunjukan pukul 6 pagi, Nara bergegas bangun dari tidurnya dan mandi. Semalam ia baru bisa tertidur menjelang jam 3 pagi. Nara merias wajahnya dan mengenakan kacamata minusnya. Ia bergegas menuju meja makan untuk sarapan. Ia mengambil nasi goreng dan krupuk udang di piringnya. Nara makan dengan lahap hingga ia lupa dengan tugasnya setiap pagi. "Bagus kau mulai membangkang padaku" suara Jo mengagetkannya. Nara meletakkan sendok dan menepuk keningnya pelan. karena kesiangan ia lupa dengan rutinitas pagi meladeni kepentingan Jo Daniel. Di lihatnya Jo sudah rapi dengan stelan jasnya dan bibi Jang sedang melayani makan paginya. "Maaf aku buru-buru karena harus menangani
Jo Daniel menghadiri peresmian galeri lukisan milik Elisa. Ia datang bersama Nara dan Ryan. Elisa menyambut Jo dan terlihat memeluk serta mencium pipi Jo. Nara memandangnya dari kejauhan. Ia pura-pura sibuk menganalisa beberapa lukisan di galeri itu padahal ia sama sekali tidak mengerti lukisan. Ryan berdiri mematung mengawasi sekeliling sambil melihat-lihat lukisan Elisa. "Nara kau disini?" Nicolas terlihat menghampiri Nara. Ia berjabat tangan dengan nara. Nicolas terlihat tampan dengan stelan jas berwarna hitam. "Oh ya aku datang ke kantormu kemarin tapi kau sudah pulang" kata Nicolas. "Iya aku ada sedikit urusan diluar jadi langsung pulang begitu selesai menangani acara pernikahan" "Kau kemari dengan Jo?" Nara mengangguk. Nicolas tahu sedikit banyak hubungan Jo dengan Elisa. Karena itu ia berniat mendekati Nara. "Nara besok ada film bagus, aku dengar kau suka ke bioskop untuk melihat film baru. Apa kau mau pergi denganku?" N
Hujan turun lebat disertai angin yang cukup kencang. Nara tidak membawa mobil atau payung. Ia terjebak di halte dekat kantornya. Ponselnya juga mati, Nara berdiri gelisah menunggu taxi lewat dijalan itu. Ia pun tidak bisa memesan taxi online. Separun bajunya basah terkena air hujan. Nara semakin cemas karena waktu sudah jam 9 malam. "Nara?" Nicolas muncul dihadapan Nara dengan sebuah payung. Nara mendongak menatap wajah Nicolas. Ia tersenyum bersyukur ada yang menemukannya. "Aku antar kau pulang" kata Nicolas iba. Nicolas menjalankan mobilnya. Ditengah jalan ia berhenti karena terjadi kemacetan panjang. Ternyata didepan ada sebuah pohon besar tumbang dan menutup akses jalan. "Kita tidak mungkin menunggu pohon ini selesai di evakuasi, kau mau istitahat di rumahku saja?" Nara terlihat bingung. Ia tidak enak menginap di tempat seorang pria. "Ke rumah Tania saja" kata Nara. Tapi rumah Tania juga sejalan dengan arah kerumah Jo. Tidak ada pilihan lain Nic
"Aku akan membuatmu bertahan disisiku sampai kapanpun" bisik Jo di telinga Nara. Nara membuka matanya, kepalanya sedikit pusing. Ia memegang keningnya sendiri demamnya sudah turun. Jo memberinya obat dan mengompresnya tadi. "Kau sudah tidak apa-apa?" tanya Jo yang sudah berbaring di samping Nara. Nara terkesiap karena Jo membuka semua kancing kemejanya dan sebelah lengannya melingkar dipinggang Nara. "Jo ada apa denganmu?!" Nara hampir bangkit dari tidurnya tapi Jo menahannya dengan kuat. Jo mendekatkan wajahnya ke wajah Nara. Ia mengusap lembut wajah Nara dan mengecup hidung Nara. Jantung Nara serasa ingin melompat keluar dengan perlakuan Jo Daniel padanya. "Jo hentikan kau sudah...." Bibir Jo menyambar bibir Nara secepat kilat. Ia melumat habis hingga Nara sulit bernapas. Jo melakukan tugasnya ia baru pertama kali melakukannya dan itu dengan Nara. Jo memeluk Nara dari belakang dan memejamkan matanya. Airmata Nara mengalir, ia menyerahkan keper
Jo pergi minum seorang diri karena Edward tiba-tiba membatalkan janji. Jo duduk dan meminum beberapa gelas sampai Elisa tiba dan menemukan Jo di meja sendirian. "Kau seorang diri disini?" Jo menoleh menatap Elisa yang berdiri di samping Jo. "Kau sudah sembuh?" tanya Jo sedikit cemas menatap Elisa. "Aku sudah sehat" Elisa duduk menemani Jo minum. Ia hanya memesan jus jeruk karena Jo melarangnya untuk minum. Jo sudah terlihat sedikit tak terkendali. Ia melonggarkan dasinya dan melepas dua kancing kemejanya. "Apa ada masalah?" tanya Elisa. Elisa sudah hafal perangai Jo Daniel sejak kecil. Jo menyeringai dan menegug minumannya kembali. "Dia membuatku gila" kata Jo menatap Elisa. "Maksudmu Nara istri kontrakmu itu?" tanya Elisa dengan nada tidak suka. "Daniel apa kau mencintainya?" Elisa curiga Jo Daniel jatuh cinta pada wedding planner itu. "Dia tidak mencintaiku Elisa!" "Kenapa kau bisa seceroboh ini jatuh cinta padanya?"
Jo sedang memimpin meeting besar dengan semua kolega penting di perusahaan. Ia duduk di kursi presdir dan menjadi pusat perhatian. Wajahnya yang terlihat angkuh dan tidak bersahabat menunjukan moodnya sedang tidak baik. Jo Davidson ayah Jo Daniel yang ikut serta didalam meeting itu sedari tadi mengamati anak lelakinya. Wajah bijaksana ayahnya sungguh bertolak belakang dengan ekspresi wajah Jo Daniel saat ini Meeting selesai semua sudah kembali ke ruang kerja masing-masing. Ada beberapa kolega yang diantarkan sopir untuk kembali ke perusahaan mereka."Ada apa? papa lihat kau gelisah dan tidak fokus?" Jo berdiri dari kursinya dan memasukan kedua tangannya kedalam saku celana. Ia menatap kedepan mencoba menyembunyikan kegelisahaanya dari ayahnya."Tidak ada, aku hanya sedikit tidak enak badan" Ayah Jo tersenyum dan melirik Ryan yang berdiri dengan santun di belakang Jo Daniel."Apa ada hubungannya dengan Nara?" tanya ayahnya. Jo hanya terd
Jo menyerahkan lembaran surat kontrak pernikahannya dengan Nara. "Itu sudah diperbarui kau tinggal tanda tangan jika kau menyetujuinya" kata Jo sambil menyerahkan bolpoin pada Nara. "Aku akan membantu menyelesaikan permasalahan WO milikmu" Nara hanya terdiam. Ia memikirkan kembali pernikahannya dengan Jo Daniel. Kau tidak tahu ada masalah yang lebih berat dari itu Jo, batin Nara. "Aku minta waktu dua hari untuk berpikir" kata Nara. "Baiklah setelah dua hari kau bisa mengabariku. Dan kuharap keputusan yang paling tepat yang kau ambil" Jo mengenakan kemejanya lalu mengalungkan dasi dilehernya. "Kau tidak lupa tugasmu bukan?" Nara segera berdiri dari duduknya dan mengikatkan dasi untuk Jo. Kali ini ia sudah memiliki pijakan berupa bangku kecil agar tingginya dan Jo sejajar. "Kemana kacamata minusmu?" tanya Jo menatap wajah Nara yang terlihat lebih tirus. "Aku sedang tidak memakainya" jawab Nara malas. Ia sudah selesai dengan urusan dasi
Pagi sekali dokter Edward mendatangi rumah Jo untuk membicarakan sesuatu. Ia menununggu Jo yang belum keluar dari kamarnya. Edward menunggu di meja makan sembari menikmati secangkir kopi dan wafel serta sepiring salad segar buatan bibi Jang yang sungguh lezat. Marisa yang baru saja selesai mandi langsung keluar kamar. Ia berniat meminta bibi Jang menyiapkan bekal makan paginya karena ia ingin makan di kampus dengan teman-temannya. Marisa menatap punggung Edward yang sedang duduk di depan meja makan. "Kakak?" Marisa menarik kursi di sebelah Edward dan langsung duduk di samping pria itu. Edward terlihat belum bercukur pagi itu. Dagunya di tumbuhi bulu halus yang membuat wajah tampannya semakin maskulin. "Aku menunggu Jo Daniel" kata Edward sembari memakan salad di piringnya. "Kakak aku akan menunggu mu sampai selesai bicara dengan kak Jo setelah itu kita pergi bersama ya?" Edward menatap wajah Marisa yang baru selesai mandi. Wajah yang t