Share

BAB 3. JATUH CINTA DENGAN OFFICE GIRL

Tak terasa Arsyila tersenyum mengetahui jika Mahardika telah mengenalinya.

‘Ingat Arsyila, kamu hanya anak yatim piatu, tidak mungkin jika kamu akan berjodoh dengan Tuan Mahardika.’ Seketika Arsyila menepis jauh-jauh harapannya. Tentu bagi Arsyila itu hal yang sangat mustahil.

Setelah menenangkan dirinya, Arsyila memilih menghabiskan waktunya untuk bermain dengan anak-anak panti dan sesekali dia membantu ibu panti menyiapkan makan sore untuk mereka semua.

Terlihat Mahardika yang masih menasehati Amira. Amira yang keras kepala membuat Mahardika harus lebih sabar untuk menyikapinya.

"Kamu harus menemui Ayah dan meminta maaf atas kesalahan Kamu, lalu Kamu bilang sama Ayah untuk berjanji mengajak office girl itu masuk kerja lagi," kata Mahardika begitu santai.

“Tidak! aku tidak mau,” tolak Amira membuat Mahardika mendengus kesal.

“Terserah, Mas pastikan jika Fahri akan menjadi milik orang lain.” Tentu Mahardika punya seribu cara untuk mengatasi keegoisan Amira. Terlihat Amira yang mendengus kesal, Amira sendiri tidak suka mendengar ucapan dari kakaknya.

"Apa harus seperti itu, Mas?" Amira sedikit mengurangi rasa egonya karena sebenarnya Amira masih merasa malas untuk menuruti saran dari Mahardika.

“Tentu,” jawab Mahardika singkat.

"Baik, akan Amira lakukan saran dari Mas, yang penting Mas harus janji akan menjodohkan aku dengan Mas Fahri," gertak Amira yang diangguki kepala oleh Mahardika.

Amira segera pergi menemui Handoko untuk menjalankan rencananya, walaupun ini semua Amira lakukan demi cintanya kepada Fahri.

Mahardika segera memanggil staf HRD untuk datang ke ruangannya. Sungguh Mahardika sangat merasa penasaran akan sosok office girl yang baru tadi siang Amira pecat dengan seenaknya sendiri. Selain itu karena sang ayah yang sangat menyayangi office girl tersebut.

"Saya minta data karyawan office girl yang baru tadi siang di pecat, segera bawa kemari!" ucap Mahardika dalam sebuah panggilan telepon.

"Baik, Pak. Saya akan segera membawa datanya ke ruangan Bapak," jawab seseorang dengan patuh. Memang seperti inilah Mahardika, dia tidak banyak bicara, tetapi sekali bicara penuh penekanan dan terlihat sangat wibawa, sehingga tidak ada orang yang berani membantahnya.

Sembari menunggu, Mahardika meminum secangkir kopi yang belum sempat dia minum tadi siang, walaupun sudah dingin, tetapi Mahardika merasakan kopi itu tetaplah enak.

'Enak juga ini kopi, aku suka,' gumam Mahardika merasa kopi itu cocok di lidahnya.

Tak lama kemudian terdengar ketukan pintu dari luar yang menandakan jika staf HRD sudah datang ke ruangannya.

"Masuk!" teriak Mahardika mempersilakan HRD tersebut untuk masuk.

Seseorang berperawakan tinggi dengan memakai jas masuk ke dalam ruangan Mahardika penuh kehati-hatian.

"Selamat Sore, Pak," sapa HRD tersebut begitu ramah.

"Silakan duduk, Pak Romio!" kata Mahardika membalasnya dengan ramah.

"Terima kasih, Pak Dika. Saya ke sini dengan membawa berkas yang Bapak minta," kata Romio sembari menyodorkan map kertas kepada Mahardika.

Mahardika membuka map itu, lalu dia mengecek data diri, tempat tinggal dan ijazah milik Arsyila.

Saat melihat nilai ijazah, Mahardika begitu tercengang karena semua nilainya bagus, bahkan bisa di katakan sempurna.

"Sudah berapa lama karyawan atas nama Arsyila ini kerja di perusahaan ini?" tanya Mahardika penasaran, pasalnya di map tidak tertera tanggal masuk.

"Sudah hampir satu tahun, Pak. Kebetulan Arsyila masuk awalnya tidak membawa surat lamaran, jadi mengumpulkan berkas setelah tiga bulan bekerja.

"Benar-benar spesial, aku semakin penasaran dengan gadis itu, kenapa ayah sampai begitu mengistimewakan dia," ucap Mahardika lirih.

"Maaf, Pak, siapa yang spesial?" tanya bagian HRD yang kurang jelas mendengar ucapan dari Mahardika.

"Oo, tidak. Pak Romio boleh meninggalkan ruangan ini sekarang juga, terimakasih banyak atas bantuannya," kata Mahardika yang di patuhi oleh Romio.

Segera Romio meninggalkan ruangan Mahardika dengan penuh tanda tanya. Dia hanya bisa beranggapan jika sesuatu akan terjadi dengan Arsyila.

Kini, Mahardika masih melihat beberapa berkas milik Arsyila, hingga saat Mahardika melihat foto milik Arsyila, dia merasa terpesona. Wajah cantik, anggun dan tidak membosankan.

'Kamu benar-benar cantik, aku harus mendapatkan kamu, aku yakin ayah mempunyai alasan untuk mengistimewakan kamu,' monolognya sembari mengambil foto Arsyila yang masih tertempel pada kertas lamaran kerjanya, kemudian Mahardika menaruhnya di dompet pribadi miliknya.

'Aku akan segera mencari kamu dan menjadikan kamu istriku, tak peduli kamu sudah siap nikah atau belum yang jelas aku ingin menikahi kamu.' Begitu ambisinya Mahardika untuk mendapatkan Arsyila.

'Gadis ini? Bukannya gadis ini yang tadi siang menabrak Aku? Jadi dia yang namanya Arsyila?' gumam Mahardika penuh tanya, sungguh Mahardika sudah sering mendengar nama Arsyila dari ayahnya, tetapi dia belum pernah melihatnya.

Mahardika segera menutup map yang berisi surat lamaran kerja milik Arsyila, Mahardika segera mencatat alamat tempat tinggalnya.

Amira datang untuk menemui Handoko, terlihat Handoko yang cuek tidak peduli dengan kedatangan Amira. Amira sendiri merasa takut, dia bahkan tak berani berkata dan memilih mengurungkan niatnya.

“Duduklah!” perintah Handoko yang melihat Amira hendak pergi. Handoko tentu tidak tega melihat Amira yang terlihat ketakutan.

Amira duduk sesuai perintah dari ayahnya. Amira hanya menunduk tak berani menatap Handoko.

“Ada apa?” tanya Handoko lembut.

“A-Amira mau minta maaf sama ayah,” jawab Amira gugup. Amira baru pertama kali melihat ayahnya semarah ini, sedangkan Handoko hanya diam.

“Amira minta maaf karena telah memecat Arsyila. Amira hanya tidak suka jika ayah lebih peduli dan sayang dengan Arsyila,” ucap Amira membuat Handoko tak habis pikir. Handoko duduk sembari memijat-mijat keningnya seolah menahan rasa pusing dan lelah.

“Apa selama ini ayah terlihat tidak sayang sama kamu dan menuruti semua kemauan kamu?” Amira hanya menunduk mendengarkan, tentu yang ditanyakan ayahnya tidaklah benar karena selama ini Handoko sangat peduli dan sayang dengan Amira.

“Tidak, ayah, untuk itu Amira berjanji akan membawa Arsyila bekerja kembali.” Handoko tersenyum mendengarnya. Handoko memeluk putri bungsunya. Tentu sebagai seorang ayah, dia tidak akan tega membuat anaknya bersedih.

“Tidak akan semudah itu, apalagi kamu telah mempermalukan dia di depan banyak orang.” Mendengar penuturan dari Handoko membuat Amira menciut nyalinya.

“Kenapa ayah berkata begitu? Tentu dia akan mau karena dia membutuhkan pekerjaan ini,” kata Amira yang masih beranggapan Arsyila seorang anak yang tinggalnya di panti asuhan.

“Dia anak yang cerdas dalam berpikir. Dia juga sangat menjaga harga diri dan kehormatannya, tentu dia lebih memilih mencari pekerjaan di tempat lain,” jawab Handoko yang tentunya sudah memahami sifat seorang Arsyila.

“Apapun yang terjadi, aku akan membawanya kembali, Ayah.”

“Terserah kamu, yang jelas kamu tidak akan malu untuk melakukan hal itu dan kamu harus lebih belajar lagi untuk menghargai orang lain.” Handoko terlihat sayang kepada Amira, dia juga ingin melakukan yang terbaik untuk putri bungsunya.

“Ayah akan menjodohkan kamu dan juga kakakmu.” Amira tercengang mendengar pengakuan Handoko yang terkesan tiba-tiba.”

“Apakah maksud ayah akan menjodohkan Arsyila dengan mas Dika?” tentu amira dengan mudah bisa menebak rencana Handoko.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status