Tak terasa Arsyila tersenyum mengetahui jika Mahardika telah mengenalinya.
‘Ingat Arsyila, kamu hanya anak yatim piatu, tidak mungkin jika kamu akan berjodoh dengan Tuan Mahardika.’ Seketika Arsyila menepis jauh-jauh harapannya. Tentu bagi Arsyila itu hal yang sangat mustahil.Setelah menenangkan dirinya, Arsyila memilih menghabiskan waktunya untuk bermain dengan anak-anak panti dan sesekali dia membantu ibu panti menyiapkan makan sore untuk mereka semua.Terlihat Mahardika yang masih menasehati Amira. Amira yang keras kepala membuat Mahardika harus lebih sabar untuk menyikapinya."Kamu harus menemui Ayah dan meminta maaf atas kesalahan Kamu, lalu Kamu bilang sama Ayah untuk berjanji mengajak office girl itu masuk kerja lagi," kata Mahardika begitu santai.“Tidak! aku tidak mau,” tolak Amira membuat Mahardika mendengus kesal.“Terserah, Mas pastikan jika Fahri akan menjadi milik orang lain.” Tentu Mahardika punya seribu cara untuk mengatasi keegoisan Amira. Terlihat Amira yang mendengus kesal, Amira sendiri tidak suka mendengar ucapan dari kakaknya."Apa harus seperti itu, Mas?" Amira sedikit mengurangi rasa egonya karena sebenarnya Amira masih merasa malas untuk menuruti saran dari Mahardika.“Tentu,” jawab Mahardika singkat."Baik, akan Amira lakukan saran dari Mas, yang penting Mas harus janji akan menjodohkan aku dengan Mas Fahri," gertak Amira yang diangguki kepala oleh Mahardika.Amira segera pergi menemui Handoko untuk menjalankan rencananya, walaupun ini semua Amira lakukan demi cintanya kepada Fahri.Mahardika segera memanggil staf HRD untuk datang ke ruangannya. Sungguh Mahardika sangat merasa penasaran akan sosok office girl yang baru tadi siang Amira pecat dengan seenaknya sendiri. Selain itu karena sang ayah yang sangat menyayangi office girl tersebut."Saya minta data karyawan office girl yang baru tadi siang di pecat, segera bawa kemari!" ucap Mahardika dalam sebuah panggilan telepon."Baik, Pak. Saya akan segera membawa datanya ke ruangan Bapak," jawab seseorang dengan patuh. Memang seperti inilah Mahardika, dia tidak banyak bicara, tetapi sekali bicara penuh penekanan dan terlihat sangat wibawa, sehingga tidak ada orang yang berani membantahnya.Sembari menunggu, Mahardika meminum secangkir kopi yang belum sempat dia minum tadi siang, walaupun sudah dingin, tetapi Mahardika merasakan kopi itu tetaplah enak.'Enak juga ini kopi, aku suka,' gumam Mahardika merasa kopi itu cocok di lidahnya.Tak lama kemudian terdengar ketukan pintu dari luar yang menandakan jika staf HRD sudah datang ke ruangannya."Masuk!" teriak Mahardika mempersilakan HRD tersebut untuk masuk.Seseorang berperawakan tinggi dengan memakai jas masuk ke dalam ruangan Mahardika penuh kehati-hatian."Selamat Sore, Pak," sapa HRD tersebut begitu ramah."Silakan duduk, Pak Romio!" kata Mahardika membalasnya dengan ramah."Terima kasih, Pak Dika. Saya ke sini dengan membawa berkas yang Bapak minta," kata Romio sembari menyodorkan map kertas kepada Mahardika.Mahardika membuka map itu, lalu dia mengecek data diri, tempat tinggal dan ijazah milik Arsyila.Saat melihat nilai ijazah, Mahardika begitu tercengang karena semua nilainya bagus, bahkan bisa di katakan sempurna."Sudah berapa lama karyawan atas nama Arsyila ini kerja di perusahaan ini?" tanya Mahardika penasaran, pasalnya di map tidak tertera tanggal masuk."Sudah hampir satu tahun, Pak. Kebetulan Arsyila masuk awalnya tidak membawa surat lamaran, jadi mengumpulkan berkas setelah tiga bulan bekerja."Benar-benar spesial, aku semakin penasaran dengan gadis itu, kenapa ayah sampai begitu mengistimewakan dia," ucap Mahardika lirih."Maaf, Pak, siapa yang spesial?" tanya bagian HRD yang kurang jelas mendengar ucapan dari Mahardika."Oo, tidak. Pak Romio boleh meninggalkan ruangan ini sekarang juga, terimakasih banyak atas bantuannya," kata Mahardika yang di patuhi oleh Romio.Segera Romio meninggalkan ruangan Mahardika dengan penuh tanda tanya. Dia hanya bisa beranggapan jika sesuatu akan terjadi dengan Arsyila.Kini, Mahardika masih melihat beberapa berkas milik Arsyila, hingga saat Mahardika melihat foto milik Arsyila, dia merasa terpesona. Wajah cantik, anggun dan tidak membosankan.'Kamu benar-benar cantik, aku harus mendapatkan kamu, aku yakin ayah mempunyai alasan untuk mengistimewakan kamu,' monolognya sembari mengambil foto Arsyila yang masih tertempel pada kertas lamaran kerjanya, kemudian Mahardika menaruhnya di dompet pribadi miliknya.'Aku akan segera mencari kamu dan menjadikan kamu istriku, tak peduli kamu sudah siap nikah atau belum yang jelas aku ingin menikahi kamu.' Begitu ambisinya Mahardika untuk mendapatkan Arsyila.'Gadis ini? Bukannya gadis ini yang tadi siang menabrak Aku? Jadi dia yang namanya Arsyila?' gumam Mahardika penuh tanya, sungguh Mahardika sudah sering mendengar nama Arsyila dari ayahnya, tetapi dia belum pernah melihatnya.Mahardika segera menutup map yang berisi surat lamaran kerja milik Arsyila, Mahardika segera mencatat alamat tempat tinggalnya.Amira datang untuk menemui Handoko, terlihat Handoko yang cuek tidak peduli dengan kedatangan Amira. Amira sendiri merasa takut, dia bahkan tak berani berkata dan memilih mengurungkan niatnya.“Duduklah!” perintah Handoko yang melihat Amira hendak pergi. Handoko tentu tidak tega melihat Amira yang terlihat ketakutan.Amira duduk sesuai perintah dari ayahnya. Amira hanya menunduk tak berani menatap Handoko.“Ada apa?” tanya Handoko lembut.“A-Amira mau minta maaf sama ayah,” jawab Amira gugup. Amira baru pertama kali melihat ayahnya semarah ini, sedangkan Handoko hanya diam.“Amira minta maaf karena telah memecat Arsyila. Amira hanya tidak suka jika ayah lebih peduli dan sayang dengan Arsyila,” ucap Amira membuat Handoko tak habis pikir. Handoko duduk sembari memijat-mijat keningnya seolah menahan rasa pusing dan lelah.“Apa selama ini ayah terlihat tidak sayang sama kamu dan menuruti semua kemauan kamu?” Amira hanya menunduk mendengarkan, tentu yang ditanyakan ayahnya tidaklah benar karena selama ini Handoko sangat peduli dan sayang dengan Amira.“Tidak, ayah, untuk itu Amira berjanji akan membawa Arsyila bekerja kembali.” Handoko tersenyum mendengarnya. Handoko memeluk putri bungsunya. Tentu sebagai seorang ayah, dia tidak akan tega membuat anaknya bersedih.“Tidak akan semudah itu, apalagi kamu telah mempermalukan dia di depan banyak orang.” Mendengar penuturan dari Handoko membuat Amira menciut nyalinya.“Kenapa ayah berkata begitu? Tentu dia akan mau karena dia membutuhkan pekerjaan ini,” kata Amira yang masih beranggapan Arsyila seorang anak yang tinggalnya di panti asuhan.“Dia anak yang cerdas dalam berpikir. Dia juga sangat menjaga harga diri dan kehormatannya, tentu dia lebih memilih mencari pekerjaan di tempat lain,” jawab Handoko yang tentunya sudah memahami sifat seorang Arsyila.“Apapun yang terjadi, aku akan membawanya kembali, Ayah.”“Terserah kamu, yang jelas kamu tidak akan malu untuk melakukan hal itu dan kamu harus lebih belajar lagi untuk menghargai orang lain.” Handoko terlihat sayang kepada Amira, dia juga ingin melakukan yang terbaik untuk putri bungsunya.“Ayah akan menjodohkan kamu dan juga kakakmu.” Amira tercengang mendengar pengakuan Handoko yang terkesan tiba-tiba.”“Apakah maksud ayah akan menjodohkan Arsyila dengan mas Dika?” tentu amira dengan mudah bisa menebak rencana Handoko.Amira masih ingat akan perkataan Handoko, setelah bilang ingin menjodohkan ke duanya anaknya, Handoko tidak memberi tahu dengan siapa mereka akan di jodohkan.Amira memilih menemui Mahrdika untuk menepati janjinya membawa Arsyila bekerja kembali."Ayo, Kak, Kita berangkat sekarang! Mumpung masih sore. Takut kemalaman malah enggak bisa bertemu dengan dia," ucap Amira sembari menarik tangan Mahardika."Kenapa bisa begitu?" tanya Mahardika penasaran."Dia harus merawat anak panti yang masih balita, kasihan benar nasib dia," jawab Amira diiringi umpatan terhadap Arsyila."Amira! Jaga ucapan Kamu, Dek!" Mahardika tidak suka mendengar Arsyila dihina seperti itu oleh Amira. Amira memang belum banyak berubah. Dia masih sering seenaknya sendiri jika berkata."Maaf," kata Amira meringis mendapat teguran dari Mahardika.Mahardika dan Amira baru saja keluar dari Kantor, tiba-tiba Fahri menelepon jika Dia ingin bertemu, dengan segera Mahardika menyanggupinya dan mengajak Fahri untuk ikut pergi."M
Arsyila akhirnya memutuskan untuk bekerja kembali. Hal ini Arsyila lakukan agar terhindar ancaman dari pihak perusahaan. Sungguh Arsyila merasa lelah dihadapi dengan persoalan demikian. Seperti biasanya, pagi sekali Arsyila sudah berada di kantor. Dia bertugas untuk mengepel dan membersihkan semua ruangan yang ada di lantai empat. Tempat dimana jajaran terpenting dalam perusahaan ini berada di lantai tersebut.Semua ruangan sudah dibersihkan, termasuk ruangan pak Handoko, pemilik perusahaan.Hanya saja ada satu ruangan yang tidak bisa dibersihkan dan dikunci membuat Arsyila harus bersabar karena dia tidak akan bisa santai sebelum semua ruangan bersih.'Huh, kenapa musti di kunci? Dan kenapa dari banyak kunci cadangan tidak ada satupun yang cocok,' gerutu Arsyila yang masih berusaha membuka pintu ruangan yang terdapat tulisan ruang CEO ini.Tiba-tiba ada tangan yang menggeser tangan Arsyila, lalu memasukan kunci dan membuka pintunya. Kemudian Arsyila menoleh ke belakang."Tuan," denga
"kalau pakai lipstik yang benar, Arsyila," bisik Mahardika membuat Arsyila malu. Arsyila menutup mulutnya yang menganga karena kaget. "Segera masuk ke toilet atau biar saya yang membersihkannya?" ucap Mahardika membuat Arsyila ketakutan."Ti-dak, sa-ya bisa sendiri," jawab Arsyila sembari berlari meninggalkan Mahardika. Mahardika yang melihat sikap lucu Arsyila hanya bisa tersenyum sendiri.'Sepertinya kamu akan jadi penghiburku setiap hari, Arsyila,' gumam Mahardika sembari menggelengkan kepalanya sendiri merasa lucu.Tak lama kemudian Arsyila keluar dengan penampilannya yang terlihat sangat rapi."Kenapa ngelihatin Arsyila seperti itu, M-as?" tanya Arsyila gugup. Arsyila juga terlihat memepet tembok agar dirinya tidak kelihatan salah tingkah."Ayo berangkat!" ajak Mahardika membuat hati Arsyila lega. Arsyila pikir akan ada drama lagi yang akan membuat dirinya semakin malu."Sebentar, mas, tas mas ketinggalan," kata Ara yang ingin mengambilkan tas Mahardika, tetapi di cegah olehnya.
"Bisa," jawab Arsyila membuat Mahardika tersenyum senang."Kita pulang ke apartemen," ucap Mahardika penuh dengan keyakinan. Arsyila hanya diam dan menuruti saja keinginan Mahardika. Bagi Arsyila di sini dia bekerja dan tentu harus menuruti semua keinginan atasannya selagi itu benar.Mahardika terlihat melajukan mobil dengan kecepatan sedang untuk menuju apartemen miliknya yang tak jauh dari kantornya. Sebelumnya mereka sudah terlebih dahulu membeli beberapa bahan untuk membuat sup iga."Apakah semua ini sudah cukup?" tanya Mahardika terlihat berpikir."Sudah, Pak," jawab Arsyila sembari tersenyum."Baiklah." Mahardika terlihat begitu semangat.Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di apartemen milik Mahardika. Arsyila terlihat canggung karena harus berduaan di dalam sebuah rumah."Masuklah! Tenang saja, semua akan baik-baik saja," kata Mahardika meyakinkan Arsyila. Arsyila tersenyum dan perlahan masuk ke dalam apartemen.Jika biasanya Mahardika akan bersikap cuek kepada bawahannya
Mahardika sudah selesai sarapan yang cukup kesiangan. Berbagai drama telah terjadi hari ini dan hal itu membuat Mahardika ingin sejenak menenangkan diri."Jadwal saya selanjutnya apa Arsyila?" tanya Mahardika terlihat lelah.Arsyila masih bingung melihat jadwal yang ada pada ponsel miliknya yang sudah di kirim oleh sekretaris pribadi Mahardika.'Huh, kenapa harus saya sih? Padahal memiliki sekretaris pribadi, kalau begini kan aku terlihat bodohnya karena tidak lincah dalam mengatur jadwal,' batin Arsyila menahan kekesalannya."Bapak, hmm, maksudnya Mas ada pertemuan dengan PT. Mustika Putri untuk membicarakan bisnis fashion."Apa? Kapan mereka melakukan jadwal dengan kita? Kenapa tanpa sepengetahuan saya?" protes Mahardika terlihat tidak suka."Saya tidak tahu, mas," jawab Arsyila kaget karena Mahardika cukup keras dalam mengucapkannya.Mahardika segera menelepon seseorang . Dia tidak ingin berurusan dengan PT. Mustika Putri karena itu milik Gempita."Apa? Kenapa bisa begitu?Siapa yan
Mahardika telah menceritakan semuanya kepada Handoko. Dirinya semakin yakin untuk menjalankan ide dari Arsyila karena Handoko menyetujuinya.Selain bekerja di bidang property perusahaan Handoko memiliki usaha baru di bidang fashion yang baru saja beberapa tahun Mahardika dirikan.Niat awal memang usaha fashion milik Mahardika ini akan diberikan kepada istrinya kelak, tetapi sebelumnya Mahardika meminta bantuan Amira selaku adek perempuannya yang tentu jauh lebih paham persoalan fashion.Kini Arsyila di panggil pribadi oleh Handoko. Hanya ada Mahardika dan Arsyila."Bagaimana tanggapan PT Mustika Putri saat kamu tidak datang, Dika?" tanya Handoko ingin tahu terlebih dahulu persoalan kerja sama."Mereka sangat marah, mereka menuduh telah mempermainkan perusahaannya dan mereka mengancam akan menjatuhkan perusahaan kita.Handoko nampak menarik napasnya dengan kasar. Dia sendiri bingung dengan persoalan ini. Ini memang sebuah kecerobohan yang harus segera di atasi."Baik, kita harus cepat
Mahardika sangat menyukai gaya Arsyila yang demikian. Selain suka tantangan, Arsyila sebenarnya memiliki ide yang cemerlang."Apa yang kamu minta akan aku kasih," jawab Mahardika begitu mudah."Serius? Jika aku minta panti asuhan di bangun lebih besar dan layak?" Kata Arsyila yang sudah mulai tidak canggung dengan Mahardika, bahkan antara Mahardika dan Arsyila sudah menggunakan aku dan kamu sebagai bahasanya."Mudah saja bagiku," jawab Mahardika menyombongkan diri. Tentu hal itu semakin membuat Arsyila semangat karena baru itu impiannya saat ini.Handoko yang melihat sikap natural Arsyila dan Mahardika hanya bisa tersenyum. Dia hanya bisa berharap agar Mahardika dan Arsyila cepat bersatu tanpa ada paksaan."Dan satu lagi?" ucap Arsyila membuat Mahardika mengernyitkan keningnya."Apa?" Mahardika nampak serius memperhatikan Arsyila. Dia sudah tidak sabar untuk menunggu permintaan Arsyila selanjutnya."Aku ingin tetap kuliah," kata Arsyila yang takut jika profesinya ke depan akan mempe
Mahardika dan Arsyila makan berdua di sebuah restoran berkelas, bahkan Mahardika memesan ruang privasi untuk mereka berdua.Mahardika mengusap saus sambal pada sudut bibir Arsyila, sejenak pandangan mereka saling bertemu dan mengunci."Hmm, ma-makasih, Mas," kata Arsyila nampak gugup. Mahardika segera melepas tangannya, lalu memakan makanannya lagi. Mahardika terlihat salah tingkah."Hmm, mau nambah lagi?" tanya Mahardika membuka obrolannya. Sejak datang mereka hanya diam dan menikmati hidangan. "Iya, aku pingin makan es kelapa muda, Mas," kata Arsyila terdengar manja."Ok, boleh," jawab Mahardika sembari memanggil pelayan untuk memesankan es kelapa muda keinginan Arsyila.Sejenak Mahardika melihat ke arah Arsyila yang masih menikmati manisan mangga muda. Mahardika tersenyum sendiri.'Apakah aku mulai jatuh cinta kepadamu, Arsyila. Aku merasa nyaman setiap bersama kamu. Merasa kamu menghadirkan canda dan selalu membuatku terhibur,' batin Mahardika."Mas! Mas Dika!" Ucap Arsyila semba